Padepokan Witasem
Api di Bukit Menoreh, Agung Sedayu, Kiai Gringsing, cerita silat
Bab 1 Agung Sedayu Terperdaya

Agung Sedayu Terperdaya 22

Ki Garu Wesi sepertinya telah mengetahui bahwa kedatangannya telah diketahui seseorang yang tidak ia kenal sebelumnya. Ia menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia semakin dekat, ia mengatakan,”Seperti inilah yang selalu berulang. Seorang yang mumpuni akan selalu meninggalkan harta yang layak untuk diperebutkan. Sebelum kita lahir di dunia, ilmu peninggalan Toh Kuning dan Ken Arok menjadi perebutan banyak orang. Tak jarang terjadi perkelahian besar antar perguruan. Setiap orang bersaing untuk menjadi yang terbaik dari jaman ke jaman. Kemudian tampil seseorang di barisan depan sebagai orang yang layak disebut sebagai yang terbaik. Begitulah kehidupan yang terjadi dalam olah kanuragan.”

Ki Jayaraga menghela nafas panjang. Ia memandang lurus orang yang berdiri sekitar lima langkah dihadapannya.

“Kau banyak berdalih sejak kedatanganmu pertama kali di rumah ini. Kau berkata tentang tiga muridku yang terbunuh oleh Agung Sedayu. Kemudian kau mengumbar bualan mengenai kitab Kiai Gringsing,” berkata Ki Jayaraga,”dan kau sebarkan kebohongan pada rakyat Menoreh tentang sikap Ki Gede.”

“Kiai jangan mendustai hati sendiri,” sahut Ki Garu Wesi. “Kiai sudah barang tentu mempunyai sakit dalam hati yang mungkin belum sembuh hingga sekarang. Namun Kiai tidak berdaya menghadapi Agung Sedayu yang telah membiarkan guru dari musuhnya untuk mencari sesuap nasi di tanah ini”

loading...

“Kau dapat berbicara apa saja, Ki Garu Wesi. Bahkan kau dapat menghindari cara yang wajar yang semestinya dilakukan oleh orang-orang berusia lanjut seperti saat ini,”Ki Jayaraga bergeser setapak.

Sambil menarik nafas dalam-dalam, Ki Jayaraga menatap langsung sorot mata Ki Garu Wesi seolah-olah ingin menjenguk kedalaman hati orang yang menginginkan kitab peninggalan guru Agung Sedayu.

Kemudian ia berkata,”Ki Garu Wesi, seringkali apa yang terlihat oleh mata dan terbayang lekat dalam benak sama sekali bukanlah tujuan akhir dari usia yang kita jalani. Bahkan seringkali kita terbangun dan menyadari bahwa kita telah menyimpang jauh dari akhir waktu. Tipuan-tipuan yang kita anggap sebagai karunia seringkali memperdaya kita hingga kemudian terputus karena suatu sebab. Berbagai dalih akan kita kedepankan sebagai pembenaran. Tetapi pada saat itu telah kita katakan maka sebenarnya kita semakin jauh dari kebenaran.”

“Aku mengerti yang kau katakan, orang tua penjaga rumah,” ujar Ki Garu Wesi,”kau berkata tentang alasan agar dendam itu teralihkan. Dan tentu saja dengan cara seperti itu agaknya kekerasan akan selalu dapat kau hindarkan.”

Ki Jayaraga mengangguk dengan satu tarikan nafas panjang. Perlahan menghembuskan udara, lalu ia berkata,”Kau masih menginginkan sesuatu yang sebenarnya mempunyai masa lebih panjang darimu. Ilmu atau apapun yang kita berikan sebagai sebutan pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menjangkau apa yang tidak pernah kita gapai sebelumnya.” Ki Jayaraga maju setapak. Ia meneruskan,”Kitab Kiai Gringsing mempunyai isi yang tidak akan dapat kau kuasai seluruhnya.”

Ki Garu Wesi tertawa pelan. Kemudian katanya,”Kau tidak seharusnya mempunyai sifat iri terhadap apa yang akan aku gapai, Kiai. Kau baru saja mengatakan bahwa apa yang kita ketahui mempunyai masa yang lebih panjang daripada raga yang menampungnya. Dan itu memberi pengertian tentang sesuatu yang baru yang akan berkembang di masa mendatang. Lalu aku kira kau tidak perlu khawatir mengenai perkembangan itu.”

Ki Jayaraga menyadari bahwa benturan keras tidak akan dapat dihindari. Ia mencoba untuk menahan Ki Garu Wesi hingga Agung Sedayu telah kembali ke rumah.

“Ki Garu Wesi,” berkata Ki Jayaraga, “aku kagum dengan semangatmu untuk bergerak maju. Meskipun kau tidak peduli dengan cara yang kau tempuh, namun aku harus mengakui bahwa untuk masa sekarang memang sudah jarang dapat ditemui orang tua dengan gairah yang menggelora. Tetapi kau akan menghadapi Agung Sedayu.”

Ki Garu Wesi tidak menjawab, hanya tatap matanya yang berkilat geram menyambar Ki Jayaraga.

“Tetapi dia akan mati,” sahut KI Garu Wesi dingin,”Ia harus menjadi kebodohan orang tua yang akan bersikap seperti pahlawan baginya.”

“Kau benar-benar lupa diri, Ki Sanak!” Ki Jayaraga yang kemudian melihat bagian belakang Ki Garu Wesi. Dan yakinlah Ki Jayaraga bahwa Ki Garu Wesi mendatangi rumah Agung Sedayu seorang diri.

Wedaran Terkait

Agung Sedayu Terperdaya 9

kibanjarasman

Agung Sedayu Terperdaya 8

kibanjarasman

Agung Sedayu Terperdaya 7

kibanjarasman

Agung Sedayu Terperdaya 6

kibanjarasman

Agung Sedayu Terperdaya 5

kibanjarasman

Agung Sedayu Terperdaya 40

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.