Padepokan Witasem
arya penangsang, pangeran benawa, silat pajang, demak
Bab 9 Pertempuran Panarukan

Panarukan 17

Tanpa berpikir panjang, Lembu Jali membenturkan kekuatannya dengan Balung Kungkum. Lembu Jali, meskipun ia berpangkat tumenggung, namun Balung Kungkum adalah ilmu yang jarang digunakan di atas daratan. Kehebatan ilmu ini adalah apabila seseorang melepaskan tenaga inti maka aliran tenaga tidak serta merta menyentuh permukaan sasaran. Tetapi ia akan menyusup ke bagian dalam lalu meledak setelah melewati bagian yang keras. Dan akhirnya Lembu Jali terperanjat luar biasa tatkala Ki Tambak Langon justru meraih sebilah papan kecil untuk melapisi telapak tangan kanannya yang telah mengembang. Dorongan tenaga dari Balung Kungkum mengalir deras melewati papan kayu lalu menghantam tangan Lembu Jali dengan kekuatan berlipat.

Lembu Jali terpental hingga beberapa langkah ke belakang. Robohnya Lembu Jali tidak diketahui oleh anak buahnya yang lebih memusatkan perhatian pada keadaan kapal. Maka Ki Tambak Langon memanfaatkan kesempatan itu dengan membopong tubuh Lembu Jali kemudian berdiri di depan bilik kemudi. Dalam waktu itu, Ki Tambak Langon dapat melihat pertempuran di geladak kapal secara keseluruhan. Lantas ia berseru pada prajurit Demak, ”Kalian, orang-orang Demak, apakah mengenali tanda ini?”

Ia berpaling pada Nyi Retna, lantas berkata, “Bhatara Pajang telah menyiapkan segala sesuatu untuk perhelatan besar. Ia tidak mengirim pesan agar Nyai sekalian dapat mendatangi Pajang. Salam kasih yang hangat menjadi pesan dari Bhre Pajang.”

 

loading...

Novel Silat Indonesia : Bara di Borobudur

Ki Tambak Langon mengangkat tinggi pedang Lembu Jali yang bergagang emas mengkilap. “ Lembu Jali telah berada dalam kuasaku!” kata Ki Tambak Langon. Lalu ia memerintahkan prajurit Demak untuk meninggalkan kapal. Pada mulanya perintah itu ditolak oleh para prajurit Demak dengan menerjang pasukan khusus Blambangan dengan serangan membabi buta. Tetapi Ki Tambak Langon kemudian menghentak kapal dengan satu kakinya dan kapal pun terguncang hebat. Ia meminta orang-orang Demak untuk menyerah. Namun prajurit Demak yang terkenal tidak mudah untuk ditundukkan ter-nyata memilih untuk melanjutkan pertempuran. Bahkan beberapa orang di antara mereka justru menumpahkan minyak dan membakar hampir seluruh bagian kapal.

“Sekumpulan orang gila!” desis Ki Tambak Langon lantas menyuruh pasukannya untuk meninggalkan kapal terlebih dahulu.  Sebuah perahu kecil mulai diturunkan oleh sejumlah prajurit, namun usaha mereka menemui hambatan ketika para prajurit Demak menghanguskan semua yang ada di atas kapal. Maka tak ada lagi pilihan bagi orang-orang Blambangan selain terjun ke laut, termasuk Ki Tambak Langon. Sebenarnya ia ingin menjadikan Lembu Jali sebagai tawanan, hanya saja, keadaan di permukaan laut tidak memungkinkan baginya untuk membawa Lembu Jali. Maka Lembu Jali pun ia tinggalkan dalam keadaan terluka parah dalam kobaran api yang hebat.

“Biadab!” kata Lembu Jali saat Ki Tambak Langon membaringkannya di geladak kapal.

“Prajuritmu tidak memberiku pilihan yang lebih baik, Senopati,” sahut Ki Tambak Langon, ”kau tentu telah melihat perbuatan mereka yang lebih suka tenggelam bersama kapal daripada hidup sebagai tawanan orang Blambangan.”

“Setidaknya kau dapat membawaku pada anak buahku!” geram Lembu Jali.

Ki Tambak Langon yang berkulit gelap dan berambut panjang itu menarik napas panjang. Kemudian mendesah, ”Sebetulnya aku lebih suka membiarkanmu mati terpanggang di atas kapalmu. Tapi baiklah, aku tidak merasa bersalah dengan menuruti permintaanmu.”

“Orang-orang Demak!” seru Ki Tambak Langon. Seruan itu mendapat perhatian dari para prajurit yang memilih tenggelam karena lawannya telah meninggalkan kapal yang perlahan mulai karam.  Dengan satu gerakan, tubuh Lembu Jali dilemparakan oleh Ki Tambak Langon pada kerumunan prajurit Demak yang sepertinya tidak mempunyai rasa takut untuk mati. Anak buah Lembu Jali pun menyambut tubuh yang terlempar itu dan melihat bahwa senopati mereka masih dalam keadaan hidup.

“Tumenggung!” seru mereka bersamaan.

“Apa yang bisa kita lakukan selain berada di sini dan tenggelam bersama kapal yang telah bersama kita berlayar mengarungi tujuh samudera?”

“Tidak ada, Ki Tumenggung,” jawab mereka serentak.

“Berkumpullah!”

Perintah terakhir dari Ki Tumenggung Lembu Jali telah mereka terima dan mereka duduk berkeliling dalam kobaran api. Perlahan kapal mereka terendam air dan mulai menuju dasar samudera.

Ki Tambak Langon, dalam keadaan mengapung, menyaksikan mereka pada saat-saat terakhir dengan hati teriris. Betapa sebenarnya ia dapat menyelamatkan satu jiwa yang ternyata lebih memilih untuk meninggalkan dunia dalam perbuatan yang menjadi kehormatan baginya. Sejenak ia menatap sekelilingnya, menarik napas, menenggelamkan kepala, lalu satu hentakan kaki telah membawanya meluncur menuju daratan. Tubuh Ki Tambak Langon berada di bawah permukaan air dengan kecepatan melebihi ikan pari.

Wedaran Terkait

Panarukan 9

kibanjarasman

Panarukan 8

kibanjarasman

Panarukan 7

kibanjarasman

Panarukan 6

kibanjarasman

Panarukan 5

kibanjarasman

Panarukan 27

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.