Padepokan Witasem
nir wuk tanpa jalu, bulan telanjang, sang maharani, novel indonesia, prosa liris, novel silat indonesia, cerita silat jawa
Bab 2 Nir Wuk Tanpa Jalu

Nir Wuk Tanpa Jalu 15

Aku berencana bermalam di ruang makan. Aku ungkapkan itu pada dayang muda yang mengiringi langkah kakiku.

“Apakah Sang Hyang seorang diri?” dia bertanya.

“Apakah engkau ingin menemani?” aku menjawab dengan pertanyaan.

“Bila Sang Hyang menghendaki demikian.”

loading...

“Sepanjang malam, bayangkan, seandainya aku tidak mengajakmu bercakap sama sekali. Apakah kau siap dengan bayangan buruk yang mungkin membayang di dalam pikiranmu?”

Dayang muda yang mempunyai bentuk dada yang indah itu tidak segera menjawab.

“Bayangkan seandainya kau melihat sepasang lenganmu mengeluarkan darah tanpa sebab, apakah kau akan meninggalkanku seorang diri?”

Tampak sepasang payudara berayun naik dan turun ketika dayang muda bernapas pendek.

“Bayangkan seandainya tiba-tiba datang lelaki renta yang keras merenggut harga dirimu, apakah kau akan bertahan?”

Dayang muda dengan berpipi ranum itu menampilkan wajah muram.

“Aku kira usia kita tidak terpaut begitu jauh, dan aku pikir kau mempunyai lebih banyak daripada  usiaku. Walau demikian, demi malam ini, aku ingin katakan bahwa mungkin kau akan merasa sakit pada hati atau jiwamu, mungkin. Setelah itu, dari tempat yang tidak kita ketahui akan muncul keinginanmu untuk membunuh sepi yang mencengkeram keadaan. Bersamaku sepanjang malam bukan bagian dari hiburan atau pelayanan. Supaya kau mengerti bahwa kesendirian adalah keadaan yang membuat seseorang cukup untuk mengepakkan sayap. Apakah kau mengerti maksudku?”

Dayang muda yang duduk di atas sepasang betisnya yang mulus tetap bergeming. Sepertinya dia menyimpan keinginan kuat untuk menemaniku. Baiklah, aku rasa tidak perlu lagi berpanjang kata untuk memberi gambaran segala kemungkinan yang dapat terjadi pada sisa waktu yang ada.

Aku menarik napas panjang, kemudian menggeser kedudukan, menata kaki dan badan. Aku menjauhkan semua persendian dari banyak gerakan. Aku sudah pikirkan bawah aku akan bersimpuh sepanjang malam yang kelam sambil berusaha menghimpun segala kenangan. Aku ingin bertemu dengan Dewi Rengganis, adakah seutas kata yang akan beliau katakan padaku?

Aku mengembangkan sepasang sayap yang hanya ada di dalam benak dan perasaanku. Mengepakkan sayap-sayap yang sehat untuk menyingkirkan debu-debu yang menghiasi tubuhku. Aku terpesona, kemudian, pada pemandangan yang tergelar di balik kelopak mata. Permukaan danau yang jernih, puncak-puncak bukit yang tertutup kabut pagi hari, dan sungai yang mengalir di kaki lembah serta para perempuan bermain air di tepi sungai dengan kain yang hanya menutup bagian bawah tubuh. Sungguh, selain itu, masih banyak lagi keindahan yang dapat aku lihat.

Tiba-tiba!

Aku merasa sakit. Perih menikam dada, sakit! Perubahan ini cepat menyingkirkan sepasang sayapku yang mengembang selebar jangkauan lengan. Dari balik rimbun bayangan pohon, dedemit dan siluman mulai bermunculan. Pemandangan indah yang terhampar pun mendadak berubah menjadi padang yang membara, penuh genangan darah dan merah!

Peperangan mungkin akan terjadi. Pertempuran dan benturan antar jiwa-jiwa yang kerasukan oleh banyak keinginan akan membakar semak-semak, memusnahkan segala harapan. Meski demikian, sesungguhnya harapan tidak pernah hilang. Harapan hanya mengambil wujud yang berlainan. Harapan orang-orang yang berperang tentu saja mempunyai perbedaan.

Kayu Merang dan Rakai Panangkaran akan bertarung di balik gempita serta sorak sorai prajurit mereka berdua.

Tautan donasi : Gerakan Sosial

Kerajaan Medang mungkin dapat dihancurkan oleh bala tentara Jatiraga. Mungkin pula yang terjadi adalah sebaliknya. Mungkin pembangunan candi-candi tidak akan dapat diselesaikan. Meski demikian, aku tidak dapat menyudutkan Kayu Merang dengan berbagai alasan, tidak pula menyalahkan ayahku jika menolak permintaannya. Ini semua tentang mimpi dan harapan yang berbeda.

Kayu Merang dan Rakai Panangkaran akan bertarung di balik gempita serta sorak sorai prajurit mereka berdua.

“Sesuatu yang aneh dan ajaib!” aku berkata dalam hati. “Sebenarnya aku mencurigai seseorang jika sesuatu yang buruk terjadi. Namun, dapatkah aku membuktikan hanya melalui pandangan mata saja?” Aku menggerakkan jari-jari hingga menyerupai sebilah benda tajam, menyapukan ke segala penjuru di padang yang membara. Aku mendengar suara melengking dan tidak hanya berasal dari mulut satu orang, tetapi banyak orang. Akar dan rumput pun turut meneriakkan kelantangan yang tidak terkira. Orang-orang menarik napas dengan tersengal-sengal, dengan mata liar, dengan jari-jari berlumur darah, mereka mengusap wajah.

Sepertinya akan menemui kebuntuan jika ada gagasan damai, baik dari Kayu Merang atau Rakai Panangkaran. Aku banyak mendengar senandung bernada maut yang berhembus bersama angin laut.

“Bukankah lebih baik apabila kau pergi melihat persiapan-persiapan yang sedang dilakukan oleh Wong Awulung dan Gita Nervati?” Suara yang kerap aku dengar berbisik dari balik telingaku. “Di luar, kau akan mendapati rembulan bersinar penuh seperti rembulan pada bulan ketujuh di Kalingan. Tidak ada kegelapan yang dapat menyembunyikan atap rumah atau dahan-dahan pepohonan. Di luar, kau dapat menggumamkan mantra yang tidak dapat terdengar. Dapatkah kau lakukan itu?”

Aku menggangguk lalu semakin merasa yakin bahwa tidak akan ada gagasan damai, baik dari Kayu Merang atau Rakai Panangkaran. Aku semakin sering mendengar senandung bernada maut yang kian kuat berhembus bersama angin laut.

Kemudian pemilik suara itu melanjutkan, “Jika yang tersembunyi sudah tidak dapat menutup keadaannya, bagaimana kau akan berkata tentang cinta, Dyah Murti? Pikiran dan gagasan akan datang dengan didampingi harapan mengenai kejayaan, perlindungan maupun perdamaian. Namun, di atas itu semua, apakah seorang perempuan dapat menari bahagia dengan lumuran darah?”

Wedaran Terkait

Nir Wuk Tanpa Jalu 9

kibanjarasman

Nir Wuk Tanpa Jalu 8

kibanjarasman

Nir Wuk Tanpa Jalu 7

kibanjarasman

Nir Wuk Tanpa Jalu 6

kibanjarasman

Nir Wuk Tanpa Jalu 5

kibanjarasman

Nir Wuk Tanpa Jalu 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.