Nglali Jiwo atau Ngatur Jiwo?
Dewaruci adalah tokoh yang banyak disebutkan dalam kisah pewayangan ketika Bima sedang mencari jati diri. Oleh sang guru, Bima diperintahkan untuk menelusuri hakekat tentang dirinya dan segala macam yang terkait dengannya. Dan untuk masalah mengaji ini ternyata Bima harus berguru kepada Dewaruci.
Salah satu ciri egoism menurut Dewaruci adalah belajar tanpa ilmu. Belajar tanpa mengerti apa yang sedang dipelajari dan lebih parah adalah tidak paham tentang tujuan belajar. Jika hal ini diterapkan pada anak-anak di bawah 17 tahun ya bolehlah karena masih menjadi kebiasaan sebagian orang untuk menyuapi anak. Artinya kita masih mengajari anak untuk sekolah dulu, yang lain bisa menyusul. Sedangkan hak yang demikian itu sebenarnya juga tak elok. Karena secara subjektif bisa dikatakan mendikte anak tetapi kita juga bias memaklumi bahwa dunia pendidikan masa sekarang memang masih menuntut disuapi.
Belajar tanpa ilmu ini juga bisa diartikan sebagai pertanda bahwa kita memang tidak butuh manusia lain dalam arti komunikasi langsung. Bukan komunikasi melalui media sosial. Tiap hari dari kita banyak menerima pesan moral yang justru seringkali berbeda dengan apa yang kita dapatkan melalui perenungan atau pengajian langsung. Contohnya adalah tiba-tiba kita mendapatkan sebuah kalimat yang dinyatakan sebagai hadits padahal itu hanya perkataan sahabat nabi. Atau mungkin dibilang dari ayat suci padahal itu kalimat seorang pastur meskipun beliau juga mengutip kitab sucinya. Ketika kita menegur ya dengan entengnya dijawab : hanya bantu sebar saja kak..
#gedubrak
Berbagi melalui media sosial memang tidak ada salahnya namun itu bukanlah petunjuk yang nyata. Karena kita mungkin tidak memiliki waktu untuk menyaringnya. Nah jika demikian, hal-hal seperti itu justru akan merusak atau minimal mengganggu wawasan atau kajian yang telah mengendap dalam hati kita.
Sedangkan kita semua dituntut untuk tidak gaduh dan dapat mengalah dalam perselisihan selama kedewasaan menjadi pemimpin.
Egoisme tidak akan pernah memberi tempat yang layak bagi seseorang agar mampu mengungkap wahyu yang dipeolehnya.
Wahyu? Bukankah wahyu sudah terputus?
Betul. Wahyu telah terputus tapi wahyu juga masih bisa dibaca. Pesan yang disampaikan oleh wahyu tidak akan pernah menjangkau kita semasa seseorang masih belum melepaskan dirinya dari fanatisme.
Nah dalam wayang Jawa banyak simbol yang merupakan pengajaran tersamar. Dewaruci, lautan dan ular. Ini bukanlah sebuah kata yang tanpa arti. Tetapi samudera adalah bentangan kehidupan yang harus kita jalani. Dewaruci adalah gagasan yang ada di dalam diri kita. Artinya ketika Bima bertemu dengan Dewaruci dan menerima banyak pelajaran moral itu seperti kita saat merenungi diri sendiri. Dan ular itu merupakan simbol penghalang sebagaimana halnya raksasa jahat yang banyak dikisahkan dalam dunia wayang.
Demikianlah. Wassalam