Ketupat yang merupakan tipe makanan rumit dari pembungkusnya. Anyaman janur yang kemudian diisi beras. Tentu ketupat bukan sekedar makanan khas lebaran dan di balik itu akan selalu ada makna tersembunyi.
Anyaman janur. Anyaman ini adalah sebuah simbol dari kehidupan. Kehidupan yang kita jalani sekarang tidak terpisah dari masa kecil kita, masa remaja hingga sepersekian detik dari sekarang. Ada rangkaian yang sering kita lupakan dalam kehidupan. Ada kesalahan dan kebaikan yang kita perbuat dan kita ucapkan, bahkan mungkin kita rencanakan.
Beras. Beras yang diisikan ke dalam anyaman janur ini akan menjadi seperti lontong. Tidak ada perbedaan jika bicara hasil. Namun terkait filosofi, maka ketupat ini ibarat hasil dari apa yang kita upayakan dalam setahun, bukan hanya sebulan. Bulan Ramadlan adalah masa evaluasi tahunan. Bukan evaluasi bulanan. Beras sedikit sekali manfaatnya jika hanya satu butir, tetapi manfaat yang luar biasa akan didapatkan dari beras jika dia telah berkumpula dengan butiran yang lain. Demikian pula manusia, manusia yang pada dasarnya adalah makhluk sosial. Dengan demikian keberadaannya akan lebih bermakna bila dia ada dan hidup diantara manusia-manusia lain. Dia akan memberi manfaat lebih pada sesamanya maupun makhluk lain ketika dia mengetahui tujuan hidupnya. Akan menjadi berita buruk dia lebih sering berada di alam pikirannya sendiri. Akan menjadi duka bagi umat manusia bila dia tidak peduli kepada yang lain, sekalipun itu hanya meminta maaf atau bahkan hanya sebuah senyum.
Secara sederhana dapat digambarkan begini, ketupat lebaran adalah sebuah simbol bahwa kita sebaiknya selalu berkembang setiap hari dan selalu berusaha memberikan karya terbaik untuk umat manusia dan makhluk lain.
Ada sebuah pertanyaan, apakah ada hubungan antara ketupat dengan keluarnya manusia dari neraka untuk dimasukkan ke surga? Yang pasti adalah saya tidak mempunyai jawaban yang tepat atas pertanyaan itu. Namun beras yang berada di dalam anyaman janur lalu dimasak dan kemudian setelah matang baru dapat dikonsumsi ini bisa diibaratkan bahwa dosa-dosa kita tentu sangat banyak. Ada yang berupa dosa kecil, mungkin pula ada dosa besar, dan mungkin juga ada kesalahan kecil yang tidak terhitung dosa dan sebagainya. Lalu seluruh yang negatif itu (dosa dan kesalahan non dosa) terkumpul dalam hati kita yang berfungsi sebagai anyaman janur. Setelah yang negatif itu dibersihkan oleh api neraka, kemudian kita dimasukkan ke dalam surga. Hanya ketika menjadi ketupat, mungkin kita pantas memasuki surga.
Mungkin saja analogi dan filosofi yang saya tulis diatas itu salah. Mungkin saja juga benar. Dalam konteks ketupat, diantara menjadi janur dan beras, manakah yang akan kita pilih?
Demikianlah. Wassalam