Karena kyai Sogol belum memberi penjelasan tentang kebanggaan, siang itu Badrun bertingkah seperti cowok kasmaran. Makan tak nyenyak, tidur pun tak enak. Hitamnya kopi terlihat seperti mata Sri. Panasnya cuaca terasa sejuk seperti melihat senyum Juwi. Owalah Drun, Badrun. Lha wong nyantri kok malah terbayang wajah 2 cewek bunga desa Sidowangi hehehe..Tapi tak apalah, itu kan normal. Toh belum ada janur kuning melengkung. Hahaha..pissss
Sepintas terlihat Kriwul berjalan melintas lapangan kecil di depan mushola. Sontak Badrun berlarian menghampiri Kriwul. Badrun mengisahkan secara singkat apa yang dia dengar dari kyai Sogol.
Kriwul kemudian mengajak Badrun duduk di bawah pohon asam. Lalu : “Drun ,itu bukan perkara mudah untuk dijelaskan. Aku bantu supaya kamu paham. Begini, kamu beribadah seperti sholat, puasa dengan rasa bangga sebagai seorang muslim. Itu tak menjadi masalah sebenarnya tapi lebih baik kamu beribadah dengan kesadaran. Tahu artinya?”
“Gak tahu,cak”
” Yang namanya kesadaran itu kalau kamu lapar itu sadar kalau butuh makan. Kalau ngantuk itu sadar jika butuh tidur. Hahaha..bukan namanya orang sadar kalau kamu lapar malah cuci piring. Apalagi kamu merasa ngantuk malah panjat pohon. Wkwkwkwk….Setiap orang itu wajar kalau bangga dengan apa yang dia raih. Yang tidak wajar kalau kebanggan itu salah tempat dan salah waktu.”
“Kamsudnya eh maksudnya piye kang?”
” Yah kamu bangga dengan karirmu, misalnya. Nah, kamu sholat itu bukan sebagai ciptaan tetapi karirmu. Seperti ingin shof terdepan karena merasa sebagai pejabat ya harusnya di depan. Lha wong kamu datang belakangan kok main selonong boy. Kamu gak fasih baca Al Quran tapi ingin jadi imam dan itu karena merasa wong kaya kok jadi makmum. Sesepuh kok makmum. Padahal, kamu tahu tidak?” Kriwul setengah berbisik.
” Ya, apa cak?”
” Kalau urutan normal itu kan Kabah, imam lalu makmum. Maka kalau kamu sudah resmi menjadi jenazah itu urutannya berubah. Setelah Kabah, jenazah baru imam setelah itu makmum. Hahahaha…”
Mereka berdua pun berderai tawa.
Kriwul menjelaskan kalau dalam hubungan sosial saja kita tak boleh sombong dengan apa yang dipunyai ya apalagi kalau beribadah. Hubungan vertikal kan sudah berhadapan dengan Yang Menciptakan hati. Jadi pasti Dia tahu bisik-bisik hati. Masih menurut Kriwul, konsep ibadah itu hidup dan mati adalah ibadah. Jadi karir, harta, keluarga dan apapun yang masih dibilang ciptaan Yang Maha Kuasa itu adalah pemberian.
” Sik to cak, terus kaitannya dengan kebanggaan itu apa?”
” Bangga karena diberi ya buat apa la Drun. Kita ini kan ciptaan saja, seperti robot. Yang namanya robot kan mau dibikin model Transformer, Gaban, Hercules lalu pakai baju besi atau baju kaleng kan suka-suka yang bikin toh?”
“Ya cak”
” Lha terus kalau yang kasih barang minta balik kan juga ndak sopan. Jadi sebenarnya itu bukan pemberian, tetapi pinjaman. Karena pemiliknya itu sayang kamu ya dipinjamin karir, presiden kek, menteri kek, lurah kek, ustadz kek, kopral kek, jenderal kek dan tokek juga dipinjamin saja. Maka itu kan kita ini hidup dan mati karena status pinjaman. Yah masa pantas sih wong motor pinjaman saja dipamerin calon mertua, atau kamu disuruh duduk di kursi Lurah Soleh lantas kamu bikin pengumuman menjabat sebagai Lurah”.
” Jadi Drun, yang dimaksud kebanggaan sama wak yai itu bukan bangga sebagai muslim tetapi bangga karena barang, jabatan, jumlah pengikut dan lainnya wong itu semua pinjaman. Bangga dengan pinjaman di depan Sang Pemilik Sejati. Kalau sama tetangga saja berkata bangga dengan barang pinjaman sudah dibilang koplak kok apalagi Pemilik Sejati kan? Itu gendeng namanya. Ridlo itu Drun, seperti kalau kamu lagi cari perhatian dari cewek yang kamu taksir. Tentu kamu akan berbuat apa saja agar dia memperhatikanmu dan cintamu tak bertepuk sebelah tangan. Dan disitu kamu juga gak ngawur kan dengan tingkah yang aneh-aneh.”
” Oh jadi cari perhatian itu dengan taat pribadi, ya cak?”
“Ya, taat pribadi”
” Yang dari Probolinggo itu?”
” Gundulmu!”
Hahahahaha..
Salam hangat