Di sebuah negeri yang hampir tiap hari dilanda badai debu, Arya Kacang Mas atau Arya K-Mas menatap puncak gunung yang nyaris tak terlihat. Dari halaman Padepokan Jagad Suro Batok, dia menghampiri sebatang pohon jati kering yang telah lama meranggas dengan langkah gontai. Arya K-Mas menyandarkan punggungnya pada pohon itu lalu bersila. Di bawah naungan dahan tanpa daun itu, dia merenung, menggali jawaban di tengah gempuran butiran debu kasar menerpa baju zirah kulitnya yang mulai kusam.
Tangannya yang berotot meraba tanah yang retak-retak di sela akar pohon. Di kepalanya, keresahan mencabik-cabik seluruh dinding pikiran. Perhatiannya tertuju pada rakyat sekelilingnya yang hampir tak peduli dengan kondisi tubuh masing-masing. Harapan semakin tipis ketika mereka sangat tergantung pada remah penyedap yang mengusik ketenangan dan perdamaian dalam darah.
Sambil memejamkan mata dan mengatur napas di tengah udara yang menyesakkan, Arya mulai memutar otak untuk mengawali perjalanan yang terhitung sangat sulit.
