Iman Kapur Barus
Kapur barus merupakan benda yang sudah kita ketahui manfaatnya. Kapur barus juga merupakan benda yang mudah aus. Artinya dia akan mengalami penyusutan secara fisik dan aroma apabila ditempatkan pada ruang terbuka atau bersentuhan langsung dengan udara.
Begitu pula dengan iman. Iman selalu terkait dengan perasaan. Terkadang seseorang akan merasa imannya sedang kuat atau tebal, di lain waktu dia akan merasa tipis iman. Jadi beda tipis antara iman dengan kapur barus bila dilihat dari sisi penyusutan.
Dalam keseharian atau dalam kehidupan kita ini, iman memang terkadang naik dan makin tebal, namun tak jarang menjadi tipis dan serapuh kembang gula. Tak sedikit orang yang mengaku beriman tapi mayoritas banyak yang gagal menerapkan dalam prakteknya. Satu misal, sholat subuh sering berjamaah namun mudah naik darah dan menutup mata hati atas kebenaran yang disampaikan orang lain.
Berjamaah subuh itu berat karena bangun lebih dini dari para muadzin. Sering bangun telat karena beralasan tidur larut atau terlalu capek. Tapi ya terlalu capek itu apa juga tiap hari? Capeknya juga karena apa dulu kan? Kalau lelah letih itu karena persiapan untuk unjuk rasa ya lucu. Baiklah, setiap orang pasti punya alasan dan semoga alasan itu dapat diterima di hari akhir.
Lantas apa yang harus dilakukan bila kita sedang mengalami gangguan iman? Maksudnya, bila keimanan sedang menipis itu apa yang harus dilakukan? Dan juga sebaliknya, apa yang harus dilakukan ketika iman sedang kuat? Yup, seperti saat ini di bulan Ramadlon. Setiap muslim mengalami siklus kenaikan rasa iman. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab. Motivasi untuk memburu ampunan, ganjaran berlipat dan alasan alasan lain tentu ada pada setiap muslim.
Yang Perlu Dilakukan
Orang Jawa bilang: “Sak perlune, sak cukupe lan sak benere”. Ungkapan ini tentu ada batasannya. Lalu bagaimana kita mengetahui tentang batasannya? Orang perlu bertanya kepada diri sendiri, orang lain yang sudah tahu, berguru dan membaca ajaran agama. Berusahalah mencari tahu agar faham atau karena diberi tahu oleh Yang Maha Tahu. Seringkali kita berbagi suatu ayat atau hadits, dan mungkin juga kita tidak tahu apa yang kita bicarakan. Dan menjadi buruk itu jika kita tidak ingin mengetahui apa yang kita sampaikan.
Bicara dengan santun dan baik itu belum tentu benar. Bicara suatu kebenaran juga belum tentu baik. Bicara secara santun dan baik serta benar pun belum tentu diperlukan. Jadi berpikirlah sebelum berbicara dan kemudian berbuatlah apa yang telah kamu bicarakan!
Momentum bulan Romadlon adalah saat yang tepat untuk mencapai kesucian pikiran, perkataan dan perbuatan. Namun apakah ada jaminan usaha kita akan berhasil dan pasti berhasil? Yang kita tahu hanyalah manusia wajib berusaha dan Allah, Tuhan Yang Maha Tinggi yang menentukan hasilnya. Kita tidak bisa memaksa Dia agar mengabulkan atau mewujudkan apa yang kita harapkan dan upayakan. Banyak orang mengatakan bacalah ini agar nasibmu berubah. Atau lakukan itu agar kehidupanmu menjadi lebih baik. Tetapi yang harus kita ketahui dan pahami adalah bacaan atau lelaku itu hanya sebuah jalan, hanya sebuah usaha. Lalu sebuah harapan kita letakkan pada bacaan/doa dan usaha itu. Hanya sampai titik itulah yang dapat kita lakukan.
Puasa adalah sarana untuk mengendalikan cipta, rasa dan karsa (mengolah pikiran, mengolah rasa dan mengendalikan kehendak). Ini bertujuan agar manusia mampu menjaga kesucian dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Ada ungkapan Jawa : “Sepi ing pamrih, tebih ajrih” (tanpa pamrih akan menjauhkan kita dari rasa takut/khawatir/waswas).
Ungkapan itu bisa dimaknai bahwa segala bentuk ibadah kita akan menjadikan kita sebagai hamba yang merdeka. Bebas dari waswas, bebas dari harapan akan terkabulnya keinginan harta benda dan sejenisnya.
Penutup
Kebebasan dalam menjalankan ibadah bukan saja bebas melakukan perintah dan larangan agama tetapi bebas dari jeratan yang bersifat kebendaan. Seperti misalnya, puasa Senin-Kamis agar mudah kenaikan pangkat, atau membaca surat tertentu agar dimudahkan rejekinya dan seterusnya. Namun apabila kita mengawali suatu pekerjaan karena berharap imbal balik tertentu, maka hendaknya seiring dengan waktu, harapan itu ditukar menjadi melakukan pekerjaan/berdoa/lelaku itu karena mencintai doa/lelaku/pekerjaan tersebut.
Agar iman kita tidak seperti kapur barus, maka upaya-upaya diatas seharusnya dilakukan sepanjang masa, tidak sebatas pada bulan Ramadlan saja.
Demikianlah. Wassalam