Padepokan Witasem
Api di Bukit Menoreh, Agung Sedayu, Kiai Gringsing, cerita silat
Bab 2 Jati Anom Obong

Jati Anom Obong 27

Seiring dengan terurainya cambuk Swandaru yang membelit salah satu senjata Ki Suladra, secara mendadak Ki Suladra menjulurkan tumit, melakukan gerakan memotong dari bawah ke atas, mengarah pada bagian kepala Swandaru. Ia seperti memang menunggu Swandaru  sedikit mengendurkan serangan! Nyaris bersamaan dengan tendangan menyilang, Ki Suladra masih mampu  menyusulkan satu serangan melalui mata rantainya. Swandaru harus meloncat surut agar terhindar dari dua serangan mematikan yang dilancarkan oleh musuhnya.

“Ini tidak masuk akal! Orang ini mampu menyerang dua bagian secara serentak dan sama-sama mematikan!” desah Swandaru tatkala ia telah berdiri agak jauh dari lawannya. Tetapi itu tidak lama. Swandaru tidak mempunyai waktu lebih lapang untuk mencari kelemahan tata gerak Ki Suladra. Untuk sementara waktu, Swandaru hanya menunggu kesalahan Ki Suladra. Tetapi sepertinya Swandaru berkelahi dengan orang yang tidak tepat untuknya.

Sesaat ia menjauh, dengan waktu yang hanya cukup untuk mengejapkan mata sekali, Ki Suladra merangsek dengan serangan lebih hebat. Di luar perkiraan Swandaru, mendadak musuhnya menggeser arah serangan dengan memiringkan bagian tubuhnya. Swandaru meloncat surut, menjauh dari jangkau tendangan dan ujung rantai Ki Suladra yang tiba-tiba berubah arah. Tetapi, ketinggian ilmu Ki Suladra memang benar-benar di luar kewajaran. Ia berada di batas atas perkiraan semua orang yang pernah dihadapinya. Kembali Ki Suladra membuat kejutan, dalam waktu yang sangat cepat, mungkin kurang dari sekejap, ia melontarkan ujung senjatanya yang lain mengejar pergerakan Swandaru.

Setelah mampu menghindari dua serangan mematikan, Swandaru belum benar-benar lepas dari maut yang masih ketat mengintainya. Ujung senjata Ki Suladra dengan mendadak telah berjarak sedepa darinya. Senjata itu terlepas dari tangan Ki Suladra namun sama sekali tidak mendengungkan suara. Bahkan gemerincing rantai pun tidak terdengar oleh Swandaru. Tetapi panggraita Swandaru mengabarkan adanya bahaya yang datang , maka ia bertumpu dengan salah satu lututnya di atas tanah, seraya menggoyangkan tubuh sedikit condong ke samping, Swandaru melepaskan lecutan sandal pancing mengarah pada bagian tengah rantai Ki Suladra.

loading...

Dentum ledakan seketika menggelegar ketika terjadi benturan keras kedua senjata tersebut. Tubuh Swandaru bergetar hebat, ia terjengkang! Seolah seperti diseret tenaga raksasa, tubuh Swandaru meninggalkan bekas panjang di atas tanah berumput.Tetapi Ki Suladra tidak membiarkan Swandaru tetap hidup. Ia ingin mencabut nyawa saudara seperguruan Agung Sedayu dan itu adalah keinginan yang sangat kuat!

Seketika gerakan Ki Suladra meluncur sangat deras dengan lambaran tenaga inti sepenuh tenaga siap dilepaskan dari telapak tangannya. Selarik sinar berwarna merah tiba-tiba melesat ke arah Ki Suladra. Kecepatan yang luar biasa menyertai cahaya merah itu dan memaksa Ki Suladra melemparkan tubuh ke samping untuk menghindari serangan dahsyat yang mendadak muncul menghadangnya.

“Agung Sedayu!” seru Ki Suladra dengan kegeraman luar biasa.“Seorang  senapati pasukan khusus turut campur dalam sebuah perang tanding?” Ki Suladra datang menggebrak Agung Sedayu yang telah berada di dekat Swandaru.Satu serangan liar dan ganas memaksa Agung Sedayu menjauhi tubuh lemas Swandaru. Meski begitu, Agung Sedayu masih sempat memeriksa keadaan kakak Sekar Mirah itu dan memasukkan bulatan kecil ramuan yang selalu dibawanya serta ke dalam mulut Swandaru. Pergerakan cepat Agung Sedayu masih dapat  diimbangi oleh Ki Suladra yang belum berhenti melabraknya dengan serangan-serangan berbahaya. Terlihat sangat jelas untuk kali ini bahwa Swandaru memang bukan lawan sepadan Ki Suladra. Walaupun pada mulanya mereka seimbang, tetapi Ki Suladra belum mengeluarkan sgenap kemampuannya.

Tidak ada yang menduga bahwa sekeliling Raden Atmandaru adalah orang-orang yang berada di puncak lapisan kanuragan. Perbedaan-perbedaan tingkatan begitu tipis. Bahkan ilmu meringankan tubuh Agung  Sedayu pun dapat disamai oleh Ki Suladra. Sering kali kedua orang itu mendadak hilang dari pandangan mata wadag. Ditambah suasana gelap malam, maka yang terlihat adalah seperti perkelahian dua siluman. Kedahsyatan perkelahian baru dapat dirasakan dari gelombang-gelombang tenaga yang riuh seperti datangnya ombak saat menyentuh pasir pantai. Suara bercuitan kerap terdengar,bahkan terkadang  benturan tenaga inti kedua orang berkepandaian tinggi itu berbunyi seperti desir ombak.

Kawan-kawan Ki Suladra pun terkejut melihat perubahan yang terjadi padanya. ”Ternyata ia telah mencapai tataran yang sangat tinggi! Jauh di atas kita!” ucap seseorang sambil memegangi dadanya.

“Bukan tidak mungkin ia sejajar dengan Ki Sekar Tawang!”

“Benar, sejajar itu adalah kemungkinan. Lalu, apa yang dapat kita lakukan sekarang? Melarikan diri dengan membawa Swandaru atau membunuhnya di tempat ini selagi Agung Sedayu terikat nyawanya oleh Ki Suladra?”

“Gandrik! Itu usulan yang bagus!” pekik gembira orang berbaju coklat yang telah kuat untuk duduk tanpa sandaran.

Wedaran Terkait

Jati Anom Obong 9

kibanjarasman

Jati Anom Obong 8

kibanjarasman

Jati Anom Obong 70

kibanjarasman

Jati Anom Obong 7

kibanjarasman

Jati Anom Obong 69

kibanjarasman

Jati Anom Obong 68

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.