Padepokan Witasem
kepak sayap angsa, padepokan witasem, prosa liris
Kepak Sayap Angsa

Tungku

Tungku yang setia dan rela menerima panas yang ditimbulkan api menjadi sindiran bahwa kesetiaanku padanya ternyata dapat luntur karena gejolak sesaat. Tungku itu berkata padaku, “Bilakah kau dapat kembali padanya?”

“Kembali? Pada pelukannya? Aku kira itu sangat sulit,” jawabku.

Bunga melati berguguran
satu demi satu daun mengering lalu melayang
aku lelah berpulang pada pelukan
cintaku memang hanya seluas loyang

jasadku enggan memanggil
hatiku enggan berpaling
sejarah enggan memahat cintaku pada prasasti
seperti Airlangga yang tiada mengenal Srikandi

loading...

Aku beranjak. Aku bergerak. Aku melangkah, menjauh dari tungku yang telah membeku.Hari ini, tungku tidak mengajarkan arti satu bagian dari kehidupan. Dia memilih menjadi benda dingin lalu membeku. Aku hampir tiba di dekat pintu, lalu berpaling untuk mengucap perpisahan dengannya.Tapi tidak, ternyata aku tidak mampu mengatakan itu.

Aku tidak mampu mengucap kata
Aku tidak mampu berkaca
Aku tidak mampu menjadi lebih darinya
Aku hanya perempuan sebatang kara
di dunia
di alam baka

Wedaran Terkait

Urung

Yekti Sulistyorini

Tenggelam

wimala

Sudah Berakhir!

kibanjarasman

Sobekan Roti Perawan

kibanjarasman

Sepenggal Kisah Tentang Kita

wimala

Seorang Pelacur

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.