Padepokan Witasem
kepak sayap angsa, padepokan witasem, prosa liris
Kepak Sayap Angsa

Lendir

Nasib

Sroooot!

“Cih, kemproh nemen!” Aku ingin katakan itu dengan lantang pada orang yang membuang ingusnya di tubuhku.

Jujur, aku tak pernah tulus jika tubuh ternoda. Aku selalu terjaga dari debu dan kotoran.

loading...

Tetapi lendir?

“Mana mungkin aku akan disentuh sampah? Aku tidak akan rela!” Aku menumpuk gusar.

Aku ingat, enam bulan yang lalu, seorang gadis kehilangan selaput sucinya. Gadis dengan rupa jelita, berlubang hidung setengah menangis dalam dekapanku. Dia tak lagi suci, menurutnya. Namun aku terlanjur basah dan bahagia bersamaan, karena aku tahu dia masih membutuhkanku.

Gulunganku telah koyak. Di rumah makan itu, dengan alasan patah hati dia menarikku sekenanya. Aku robek. Mereka merobek tanpa perasaan. Tubuhku tidak sempurna lagi. Warnaku tak lagi putih, lalu dibuang begitu saja. Diinjak, dilupakan, terombang ambing bersama angin yang membawaku tanpa tentu arah.

Bersama lendir.

 

 

Rully Bramasti 05082021

Wedaran Terkait

Urung

Yekti Sulistyorini

Tungku

kibanjarasman

Tenggelam

wimala

Sudah Berakhir!

kibanjarasman

Sobekan Roti Perawan

kibanjarasman

Sepenggal Kisah Tentang Kita

wimala

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.