Sebuah liris, sebagai pemantik api.
Pemanas bagi seorang Wimala.
Semoga bisa terus berkarya lewat untaian aksara.
Rahayu
=====
BANDREK
Kabut masih menyelimuti sekitar. Dingin menusuk tulang. Jarak pandang terbatas.
Bandung memang dingin saat kemarau.
Apalagi di lereng gunung Patuha. Di sekitar kawah putih.
“Kang! Antosan heula sakedap. Ieu bandrek na di leueut heula,” sebuah suara terdengar.
“O muhun. Hatur nuhun atuh, Nyai,” ujar si lelaki.
Aku mendengar namaku di sebut dalam sebuah obrolan ringan sepasang suami istri.
Mereka akan pergi ke kebun teh.
Hamparan hijau membentang. Terlihat titik berwarna warni di antaranya.
Para pemetik teh. Warna penutup kepala mereka menjadikan hamparan hijau itu bagai berhias mutiara.
Para pemetik teh mampu menahan dinginnya udara, karena aku.
Aku!
Campuran jahe dan gula merah serta berbagai macam rempah. Mampu menghangatkan aliran darah. Rasa manis pedas memenuhi rongga mulut, mengalir ke tenggorokan dan menyebar ke seluruh tubuh. Sudahkah kau rasa hangat menjalar?
Bandrek namaku.
Penghangat tubuh. Penghalau dingin.
Kalian ingin tahu, ada apa saja di dalam tubuhku?
Mendekatlah.
Lihat! Jahe, gula merah, serai, merica, pandan, dan berbagai campuran lainnya.
Beberapa suka menambahkan telur. Aku dengar saat ia bercampur denganku rasa amisnya akan berkurang.
Sebagian membaurkan susu, mereka bilang campuran ini mengurangi pedas di tenggorokan. Rasanya lebih enak dan tetap membuat hangat di tubuh.
Tak apa. Apapun yang mereka tambahkan, namaku tetap disebut.
Bandrek.
Inilah aku. Mau mencoba?
Datanglah!
Kita bercumbu disini.
Menyatukan hawa dingin, manis, pedas dan kehangatan dariku.
Bandung, 260619