Padepokan Witasem
arya penangsang, jipang, penaklukan panarukan, panderan benawa
Bab 1 - Serat Lelayu

Serat Lelayu 8

Bila seperti dugaannya, bahwa para pengembara pasti menuju atau mencari kedai, maka perjumpaan antara Ki Tumenggung Prabasena bertiga dengan sekelompok penyerang yang dikirim dari Demak tidak mungkin dapat dihindarkan. Dalam perencanaan orang-orang yang ingin melengserkan Raden Trenggana, maka menunda kedatangan Ki Tumenggung Prabasena bertiga di kotaraja atau menggagalkan perjalanan mereka adalah keberhasilan pertama untuk menggoyang Demak. Meski seakan tidak peduli dengan cara yang sedang ditempuhnya, Lembu Jati memiliki pandangan yang berlainan. Mereka, para penyerang, telah menunggu dalam waktu yang cukup lama apabila dihitung dari penyusunan rencana sampai melakukan persiapan yang benar-benar matang. Waktu tunggu yang lama itu juga menjadi sebab kegelisahan mereka tentang upah yang bakal mereka dapatkan.

“Apakah mereka dijanjikan sebuah kedudukan, tanah atau benda berharga? Itu bukan urusanku,” ucap Lembu Jati pada dirinya. Dia cukup bertugas sebagai pemandu dan pengawas siasat, sedangkan temannya akan turun tangan jika keadaan memungkinkan baginya. Namun, setiap kali teringat pada perkelahian yang nyaris menewaskannya, Lembu Jati seolah ingin melancarkan perhitungan ulang melawan Adipati Hadiwijaya. “Aku belum selesai beradu tanding dengannya,” desis Lembu Jati dalam hatinya, “sayangnya, Jaka Tingkir tidak sedang bersama para kerabatnya di sini.”

Ternyata tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Ki Tumenggung Prabasena, Arya Penangsang dan Gagak Panji untuk menemukan kedai yang sekiranya dapat menjadi tempat untuk membuat pengamatan di dalam dusun. Mereka adalah sekelompok orang yang bekepandaian tinggi, tetapi singgah dan membeli sedikit makanan di kedai adalah cara lain untuk mendapatkan keterangan.

Dari luar, kedai tersebut tidak tampak begitu besar dengan pekarangan yang luas pada sisi kiri dan kanan. Pohon-pohon tumbuh dengan dedaunan rimbun yang memayungi sebagian atap kedai. Dengan langkah tegap, mereka memasuki kedai setelah menambatkan kuda pada kayu yang direbahkan melayang yang terletak pada bagian kanan halaman.  Beberapa orang menatap wajar karena tidak ada yang menarik dari pakaian yang mereka sandang. Ada banyak orang yang tersebar dan sedang menduduki bangku-bangku kecil yang bersusun teratur. Gelak tawa kadang meledak di antara pengunjung. Percakapan orang kadang terdengar seperti dengung suara lebah, tetapi mereka seperti tidak mengacuhkan kedatangan Arya Penangsang bertiga. Biasa saja.

loading...

Ada keanehan atau kejanggalan pada tingkah laku maupun sorot mata para pengunjung kedai, demikian isi pikiran perwira Jipang itu. Lantas Gagak Panji mengesankan sikap yang dirancangnya dengan cepat dalam pikirannya. Gagak Panji menempatkan diri pada bagian tengah kedai. Dia mengambil tempat duduk di dekat orang-orang yang berkumpul lebih banyak dibandingkan bagian yang lain di dalam kedai tanpa pertimbangan, sepertinya.

Tetapi hal yang sama tidak berlaku bagi Arya Penangsang, Keteraturan penempatan bangku mengundang kecurigaan Adipati Jipang ini. Dan muncul perasaan sedang diawasi ketika menatap sekilas setiap pasang mata yang menyorot padanya. Ini adalah awal dari kecurigaan yang tiada berujung. Mereka bertiga tidak tahu jati diri para pengunjung kedai selain mereka sendiri. Tidak ada orang yang dapat dipercaya selain Gagak Panji dan Ki Tumenggung Prabasena bagi Arya Penangsang. Sepenuhnya dia meningkatkan kewaspadaan, meski ingin membuang muka karena sikap Gagak Panji yang terkesan santai dan sedikit menggampangkan.

Bila pada umumnya, orang-orang akan berkumpul dengan yang tujuan atau kepentingan pada suatu tempat yang asing, maka tidak demikian dengan Gagak Panji bertiga. Mereka justru duduk pada tempat yang berjauhan. Bahkan Arya Penangsang meminta kerelaan pada sekelompok orang agar mengizinkannya duduk dengan meja yang sama! Sementara Ki Tumenggung Prabasena memilih tempat yang berdekatan dengan bangku yang ditempati pengelola kedai.

Tanpa pembicaraan atau kesepakatan sebelumnya, Arya Penangsang bertiga seakan tahu bahwa mereka harus memisahkan diri agar kekuatan lawan terpecah bila hal buruk terjadi. Mereka telah menentukan sikap meski perasaan Arya Penangsang sedikit  gundah karena Gagak Panji yang menampakkan kesan tidak acuh dengan keadaan.

Gelisah Arya Penangsang semakin membesar ketika Gagak Panji memesan makanan dan minuman yang tidak mungkin dapat dihabiskan seorang diri. Terlebih lagi, Gagak Panji tidak berbasa-basi bertegur sapa pada orang-orang di dekatnya! “Bagaimana Kakang Panji tiba-tiba menjadi manusia tanpa harkat di tempat umum seperti ini? Bukankah beliau adalah seorang rangga?” desis Arya Penangsang dalam hati meski tahu bahwa Gagak Panji bukan orang yang butuh penghormatan dari orang lain. Tetapi, setidaknya ada kewibawaan yang tersisa, menurut Arya Penangsang. Adipati Jipang tersebut kemudian mengalihkan pandangan pada kerabatnya yang lebih tua, Ki Tumenggung Prabasena.

Kisah Arya Penangsang dapat dibaca di sini klik

Pejabat tinggi Demak itu memberi tanda melalui kedipan mata. Wajah dingin Ki Tumenggung Prabasena seakan sulit bergeser ke tempat lain. Dia mengerti maksud Gagak Panji karena mereka pernah mengembara bersama di pesisir utara. Hidangan dapat  memancing kemarahan sekaligus sarana untuk mengakrabkan diri, pikir Ki Tumenggung Prabasena.

Beberapa orang terlihat mengerutkan kening melihat Gagak Panji yang dapat dianggap deksura, tetapi mereka agaknya dapat menahan diri. Sebagian orang mengubah letak duduk dengan kecurigaan yang tidak disembunyikan dari raut wajah. Setengah atau kurang dari jumlah pengunjung merasa heran dengan sikap tiga pengunjung yang baru saja datang itu. Mereka berjalan beriringan, masuk nyaris bersamaan, lalu berpencaran? Ada apa dan siapa mereka ini?

Pada waktu itu, Ki Tumenggung Prabasena ternyata sudah melarutkan diri dalam permainan Gagak Panji. Sudut tajam Ki Prabasena dapat melihat sejumlah orang yang bertukar pandang saling mengedipkan mata atau memberi tanda-tanda tertentu melalui gerakan-gerakan khusus. Itu adalah perkembangan kecil tidak terpantau Arya Penangsang yang sedang berkutat dengan perasaannya sendiri.

Wedaran Terkait

Serat Lelayu 9

kibanjarasman

Serat Lelayu 7

kibanjarasman

Serat Lelayu 6

kibanjarasman

Serat Lelayu 5

kibanjarasman

Serat Lelayu 4

kibanjarasman

Serat Lelayu 3

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.