Ki Getas Pendawa mengangguk pelan.
Pangeran Parikesit yang menatap lantai saat terbayang raut wajah Jaka Wening, kemudian mengangkat wajah, kemudian katanya, ”Mungkin ia telah mendengar berita yang aku sebarkan.”
Ki Buyut Mimbasara memandang saudara dari ayahnya itu dengan kening berkerut. “Seperti apakah berita itu, Paman?”
Pangeran Parikesit menoleh pada Kidang Tlangkas. Ia mengangguk katanya, ”Ceritakan, Ngger.”
Kidang Tlangkas menundukkan kepala, terasa dentang jantungnya seolah berhenti. Darah Kidang Tlangkas seperti enggan mengalir, kemudian ia mengangkat wajahnya dan berpaling pada Pangeran Parikesit.
“Katakanlah, Ngger,” lembut Ki Buyut Mimbasara memberi perintah. Ki Buyut mengerti apabila yang akan dikatakan Kidang Tlangkas merupakan satu bagian dari rangkaian yang menjadi sebab penculikan cucunya, Pangeran Benawa.
Sejenak Kidang Tlangkas mengerling pada Ki Getas Pendawa, dan saat ia melihat ketenangan terpancar dari wajah lelaki keponakan Ki Buyut Mimbasara maka Kidang Tlangkas pun menjadi sedikit lebih mampu mengendalikan diri. Ia mengumpulkan keberanian dalam dadanya. Dan kini mengertilah Kidang Tlangkas bahwa penjelasan darinya akan dapat membantu menemukan Pangeran Benawa kembali.
Tiba-tiba seorang lelaki bertubuh tinggi dan mengenakan pakaian yang menunjukkan keagungan berjalan memasuki ruangan.
“Ayah!” sapa lelaki yang pada masa mudanya dikenal sebagai Mas Karebet. Sejenak kemudian ia memberi hormat pada Ki Buyut Mimbasara dan kedua orang lainnya. Lalu Adipati Hadiwijaya itu menatap tajam Kidang Tlangkas beberapa lamanya.
Kemudian, ”Aku tidak mengira apabila Paman Parikersit dan Paman Getas Pendawa akan duduk bersama ayah,” kata Adipati Hadiwijaya membuka percakapan. Ketiga orang yang duduk melingkar di hadapannya saling bertukar pandang sesaat. Pandang mata Adipati Pajang itu kemudian menebar sekeliling seperti mencari seseorang yang ingin ditemuinya.
“Aku tidak melihat Jaka Wening,” berkata Adipati Hadiwijaya dengan mata bertanya. Lalu untuk waktu yang cukup lama, Adipati Hadiwjaya berdiam diri dan tatap matanya bergantian memandang tiga sesepuh Pajang.
Sejenak kemudian, Ki Buyut Mimbasara menarik napas dalam-dalam dan berkata, ”Wayah Pangeran telah diculik dari padepokan semalam.”
Adipati Hadiwijaya seketika diam, tak bergerak dan duduk mematung. Meskipun ia sangat terkejut dan heran, tetapi air mukanya tidak menunjukkan sesuatu yang janggal. Tidak terlihat pucat atau seperti itu. Adipati Hadiwijaya tetap terlihat tenang tapi tidak pada sorot matanya. Ia tidak dapat begitu saja meluapkan kemarahan atau gelisah dengan sembarang cara. Ia menahan beban itu meskipun kedudukannya sebagai Adipati memberinya tempat untuk melepaskan gejolak perasannya dengan menghukum mati seseorang. Tetapi orang yang memberitahu penculikan Pangeran Benawa adalah ayahnya sendiri, Ki Buyut Mimbasara atau Kebo Kenanga. Maka dalam diam, kecerdasan Adipati Pajang mulai merangkai segala keterangan yang didengarnya dari prajurit sandi dan senapati yang lain. Meski begitu, Adipati Pajang tidak dapat menyembunyikan kegelisahan mengenai keselamatan Pangeran Benawa.
“Aku meninggalkan padepokan sekitar dua malam yang lalu,” Ki Buyut mencoba mengurutkan peristiwa yang dapat menggemparkan Pajang.
“Pada malam itu aku berkunjung ke rumah Kakang Parikesit,” lalu Ki Buyut Mimbasara menceritakan pertemuannya dengan Ki Getas Pendawa tetapi ia tidak menjelaskan pembicaraan pada malam itu. Adipat Hadiwijaya mendengarkan penuh seksama dengan sekali-kali dahinya berkerut, tetapi ia tidak mengubah letak duduknya.
“Apakah Ayah mempunyai gambaran tentang pelakunya?” bertanya Adipati Pajang pada Ki Buyut Mimbasara.
Ki Buyut Mimbasara menghela napas, namun kemudian Ki Getas Pendawa menjawab, ”Ada sebuah nama yang mungkin kau akan mengingatnya, Ngger.”
Adipati Hadiwjaya menoleh pada pamannya dengan alis yang tertaut. Katanya, ”Saya tidak merasa mempunyai seorang musuh di seluruh wilayah Pajang. Namun saya mengerti bila seseorang dapat saja menyimpan kedengkian. Dan jika itu memang pernah terjadi, sudah barang tentu ada sebuah peristiwa yang terjadi belasan tahun silam sebelum kelahiran Jaka Wening. Tetapi tetap saja, saya belum dapat mengerti bagaimana ia menghubungkan Jaka Wening dengan peristiwa belasan tahun yang lalu.”
Ayah kandung Pangeran Benawa itu kemudian melanjutkan kata-katanya, “Paman, saya tidak dapat mengingat satu demi satu peristiwa di masa lalu. Namun tentu saja saya dapat bercerita satu atau dua peristiwa yang membuat saya terkesan. Jadi, sebuah nama mungkin belum dapat memberi bantuan untuk menyelesaikan penculikan angger Benawa.”