Padepokan Witasem
cerita wayang
Cerita Wayang

Karna Basusena

KADIPATEN PETAPRALAYA DISERBU PASUKAN AWANGGA

Kadipaten Petapralaya awalnya hanya sebuah desa di pinggiran Kerajaan Hastina yang penduduknya rata-rata bekerja sebagai kusir dan pembuat kereta. Kepala desa ini bernama Kyai Adirata, yang menjadi kusir pribadi Prabu Dretarastra. Kereta-kereta buatan penduduk Petapralaya banyak digunakan para bangsawan dan pejabat kerajaan, baik itu kereta untuk perang maupun kereta pelesiran. Tidak hanya itu, kereta-kereta tersebut juga banyak dijual sampai ke mancanegara.

Putra sulung Kyai Adirata yang bernama Radeya ternyata tidak menyukai pekerjaan sebagai kusir, tetapi lebih suka belajar ilmu perang. Ia pergi bertapa dan mendapatkan berbagai ilmu kesaktian dari Batara Ramaparasu. Ketika kembali ke Kerajaan Hastina, ternyata saat itu sedang diadakan pertandingan antara para Kurawa dan Pandawa setelah mereka menempuh pendidikan dari Danghyang Druna di Padepokan Sokalima. Dalam puncak pertandingan tersebut, Danghyang Druna mengumumkan bahwa Raden Permadi (Arjuna) adalah murid terbaiknya, bahkan Raden Permadi disebut-sebut sebagai pemanah terbaik di dunia. Saat itulah Radeya muncul di antara para penonton dan menantang Raden Permadi bertanding adu panah untuk membuktikan pujian Danghyang Druna.

Begitu Radeya memperkenalkan jati dirinya sebagai anak kusir, Danghyang Druna dan Resi Krepa langsung melarangnya bertanding karena tidak sederajat dengan Raden Permadi. Banyak orang ikut mengolok-olok Radeya dan menyuruhnya minggir dari gelanggang. Saat itulah Raden Suyudana tampil sebagai pembela. Raden Suyudana mengusulkan kepada ayahnya (Prabu Dretarastra) agar mengangkat Kyai Adirata sebagai raja kecil, dan menjadikan Desa Petapralaya sebagai kadipaten baru. Prabu Dretarastra pun mengabulkan permintaan putra kesayangannya itu. Kyai Adirata segera dilantik menjadi Adipati Adirata, sehingga Radeya berhak menyandang gelar Raden, dan membuatnya boleh bertanding dengan Raden Permadi. Radeya pun mengganti namanya menjadi Raden Suryaputra, yaitu nama pemberian Kyai Adirata saat ia masih bayi.

loading...

Demikianlah kisah Adipati Adirata diangkat menjadi raja bawahan Hastina, dan juga awal mula persahabatan antara Raden Suyudana dengan Raden Suryaputra. Beberapa bulan yang lalu Raden Suryaputra juga pernah membantu Raden Suyudana mengikuti sayembara di Kerajaan Pancala Selatan untuk memperebutkan Dewi Drupadi. Namun, Dewi Drupadi menolak Raden Suryaputra saat hampir saja memenangkan sayembara.

Hari ini Adipati Adirata sedang berduka karena putra sulungnya itu menghilang entah ke mana. Ia pun berunding dengan sang istri, yaitu Dewi Rada, serta para putra yang lain, bernama Arya Adimanggala, Arya Druwajaya, dan Arya Jayarata. Mereka membicarakan ke mana perginya Raden Suryaputra tetapi tidak seorang pun yang bisa memberikan jawaban. Adipati Adirata menegur istrinya yang mungkin telah bersikap kasar kepada sang putra. Namun, Dewi Rada menjawab selama ini ia selalu sayang, bahkan memanjakan Raden Suryaputra melebihi batas.

Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut di luar. Arya Adimanggala segera memeriksa dan ternyata telah terjadi pertempuran antara para prajurit Kadipaten Petapralaya melawan pasukan raksasa dari Kadipaten Awangga. Mendengar itu, Adipati Adirata sangat marah dan terkejut. Petapralaya dan Awangga adalah sama-sama kadipaten bawahan Hastina, mengapa kini terlibat pertempuran?

ADIPATI ADIRATA MENJADI TAWANAN ADIPATI KALAKARNA

Adipati Adirata dan putra-putranya segera terjun ke medan tempur. Pasukan Awangga tampak dipimpin langsung oleh raja mereka, yaitu Adipati Kalakarna dan juga Patih Kalamandra. Pertempuran sengit pun terjadi. Adipati Adirata dan Arya Jayarata tertangkap oleh musuh, sedangkan Arya Adimanggala dan Arya Druwajaya berhasil meloloskan diri bersama ibu mereka, Dewi Rada.

Adipati Adirata bertanya mengapa Adipati Kalakarna menyerang Petapralaya, padahal masih sama-sama negeri bawahan Hastina. Adipati Kalakarna menjawab dirinya sudah muak menjadi raja bawahan. Ia berkata bahwa Awangga tidak sama dengan Petapralaya. Jika Petapralaya dulunya adalah desa yang dinaikkan derajatnya menjadi kadipaten, maka sebaliknya, Awangga dulunya adalah kerajaan yang diturunkan derajatnya menjadi kadipaten.

Adipati Kalakarna menceritakan bahwa dulu ayahnya bernama Prabu Rudraksa telah tewas di tangan Prabu Pandu Dewanata. Saat itu Raden Kalakarna masih muda dan pura-pura menyerah, memasang sikap manis, sehingga mendapat pengampunan dari Prabu Pandu. Kerajaan Awangga pun menjadi bawahan Hastina dan diturunkan derajatnya menjadi kadipaten, sedangkan Raden Kalakarna diangkat sebagai adipati.

Kini Adipati Kalakarna berniat memberontak untuk melepaskan diri dari kekuasaan Hastina. Ia pun menaklukkan beberapa kadipaten di sekitar Awangga, dan tentunya Petapralaya termasuk di antaranya. Adipati Adirata menasihati Adipati Kalakarna bahwa memberontak kepada Kerajaan Hastina sama saja dengan bunuh diri. Adipati Kalakarna menjawab tidak peduli. Di Kerajaan Hastina sudah tidak ada lagi yang ia takuti. Prabu Pandu sudah meninggal dan Resiwara Bisma sudah menyepi di pertapaan. Para Kurawa hanyalah kumpulan pemuda yang tidak bermutu, yang tidak mungkin bisa mengalahkan kekuatan para raksasa Awangga di bawah pimpinannya.

Adipati Kalakarna pun mengumumkan bahwa mulai hari ini dirinya memakai gelar Prabu Kalakarna. Ia lalu memerintahkan Patih Kalamandra untuk menyekap Adipati Adirata dan Arya Jayarata sebagai tawanan di dalam penjara.

PRABU KALAKARNA INGIN MENIKAHI DEWI SRUTIKANTI PUTRI MANDRAKA

Setelah mengangkat dirinya sendiri sebagai raja, Prabu Kalakarna pun memanggil pengasuhnya, yang bernama Emban Kidanganti. Pengasuh raksasi itu menghadap dan menanyakan ada keperluan apa. Prabu Kalakarna menjawab bahwa dirinya kini telah menjadi raja, tentunya membutuhkan seorang permaisuri yang sederajat. Tadi malam sebelum berangkat menyerang Petapralaya, Prabu Kalakarna mimpi bertemu seorang putri cantik yang lembut perangainya. Putri dalam mimpinya itu mengaku bernama Dewi Srutikanti, putri kedua Prabu Salya raja Mandraka. Setelah bangun dari tidur, Prabu Kalakarna merasa jatuh cinta dan ingin menikah dengannya. Untuk itu, Emban Kidanganti diperintahkan untuk pergi ke Mandraka menculik gadis tersebut.

Emban Kidanganti menjawab sanggup. Ia pun berangkat melaksanakan tugas dengan ditemani sejumlah prajurit raksasa.

Sementara itu, Dewi Rada yang berhasil lolos dari Petapralaya bersama kedua putranya segera membagi tugas. Ia memerintahkan Arya Adimanggala untuk pergi mencari hilangnya Raden Suryaputra, sedangkan dirinya bersama Arya Druwajaya akan pergi ke Kerajaan Hastina untuk melapor kepada Prabu Dretarastra.

RADEN SURYAPUTRA MENDAPAT PETUNJUK DARI BATARA SURYA

Raden Suryaputra yang sedang dicari-cari saat ini rupanya sedang bertapa di Hutan Jatirokeh. Setelah berhari-hari mengheningkan cipta, tanpa makan atau minum, tiba-tiba muncul Batara Surya membangunkannya. Raden Suryaputra pun membuka mata dan segera menyembah memberi hormat kepada dewa tersebut.

Batara Surya bertanya ada keperluan apa Raden Suryaputra bertapa di tengah hutan. Pertapaannya telah membuat kahyangan menjadi panas dan gerah. Raden Suryaputra pun menjawab bahwa beberapa hari ini pikirannya sedang kalut. Ia pernah bermimpi mendengar suara yang mengatakan bahwa Adipati Adirata dan Dewi Rada bukanlah orang tua kandungnya, tetapi mereka hanyalah orang tua asuh. Begitu terbangun dari tidur, Raden Suryaputra segera bertanya kepada mereka apa benar demikian. Adipati Adirata dan Dewi Rada langsung menjawab itu tidak benar. Namun, dari raut muka kedua orang tua itu terlihat bahwa mereka sedang berbohong.

Karena penasaran ingin membuktikan kebenaran mimpi tersebut, Raden Suryaputra pun pergi bertapa meninggalkan Kadipaten Petapralaya. Ia berharap ada dewa yang sudi turun untuk menceritakan tentang asal usulnya apakah benar putra kandung Adipati Adirata dan Dewi Rada, ataukah hanya anak angkat belaka.

Batara Surya terdiam sejenak lalu berkata Raden Suryaputra memang bukan putra Adipati Adirata dan Dewi Rada. Saat itu mereka berdua masih bernama Kyai Adirata dan Nyai Rada, kepala Desa Petapralaya. Mereka berdua mandul, tidak bisa memiliki keturunan. Pada suatu hari mereka didatangi seorang pendeta tua bernama Resi Druwasa yang menggendong bayi laki-laki. Resi Druwasa menyerahkan bayi laki-laki itu dan mengatakan bahwa dia adalah putra Batara Surya.

Kyai Adirata pun menerima bayi tersebut dengan senang hati, dan memberinya nama Suryaputra. Namun, Nyai Rada takut nama ini sangat mencolok sehingga menimbulkan kecurigaan warga. Maka, Suryaputra pun diberi nama panggilan yang lebih sederhana, yaitu Radeya. Demikianlah, bayi tersebut kini telah tumbuh dewasa menjadi pemuda tangguh yang bisa menaikkan derajat orang tua asuhnya. Setelah Kyai Adirata diangkat sebagai adipati di Petapralaya, Radeya pun memakai nama kecilnya, yaitu Raden Suryaputra.

Mendengar cerita tersebut, Raden Suryaputra tertegun karena baru tahu kalau dirinya adalah putra seorang dewa. Ia pun menyembah Batara Surya dan memanggil ayah kepadanya. Kemudian ia bertanya siapa ibu kandung yang telah melahirkannya ke dunia. Batara Surya pun menjawab dengan malu-malu bahwa ini adalah peristiwa aib di masa lalu, namun terpaksa Raden Suryaputra harus mengetahuinya.

Pada saat itu Resi Druwasa memiliki murid perempuan bernama Dewi Prita dari Kerajaan Mandura. Resi Druwasa pun mengajari putri tersebut ilmu pemanggil dewa, bernama Aji Kunta Wekasing Rasa. Pada suatu pagi, Dewi Prita membaca mantra ilmu tersebut sambil mandi, dengan membayangkan Batara Surya. Batara Surya pun datang dan bertanya ada keperluan apa. Dewi Prita merasa malu dan menjawab dia hanya ingin mencoba saja. Batara Surya marah karena ilmu pemanggil dewa digunakan untuk main-main. Namun, nafsu marahnya berubah menjadi nafsu birahi saat melihat Dewi Prita sedang telanjang. Karena tak kuasa menahan hasrat, Batara Surya pun menyetubuhi putri tersebut hingga hamil.

Beberapa bulan kemudian, Dewi Prita melahirkan bayi laki-laki dengan dibantu Resi Druwasa. Batara Surya pun datang lagi untuk mengembalikan keperawanan Dewi Prita. Batara Surya juga memberikan pusaka kepada si bayi berupa Anting Suryakundala dan baju zirah Suryakawaca yang melekat pada tubuhnya. Bayi laki-laki itu pun diberi nama Karna Basusena, karena telinganya memakai anting dan dadanya memakai baju zirah.

Menurut ramalan dewata, bayi Karna Basusena akan menjadi manusia istimewa yang dikenang sepanjang masa apabila diasuh Kyai Adirata dan Nyai Rada di Desa Petapralaya. Maka, Resi Druwasa pun membawa bayi tersebut dan menyerahkannya kepada mereka sesuai petunjuk Batara Surya. Kyai Adirata dan Nyai Rada yang mandul dengan senang hati menerima bayi tersebut, yang kemudian diberi nama Suryaputra (putra Surya) atau Radeya (anak Rada).

Raden Suryaputra terharu mendengar cerita tersebut. Selama ini Adipati Adirata dan Dewi Rada telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang bagaikan putra kandung sendiri. Akan tetapi, yang menjadi pikirannya adalah mengapa mereka bisa memiliki tiga putra lagi, padahal Batara Surya menyebut mereka berdua mandul.

Batara Surya pun berkata bahwa Arya Adimanggala, Arya Druwajaya, dan Arya Jayarata juga bukan putra kandung Adipati Adirata dan Dewi Rada. Dulu ketika Kyai Adirata dan Nyai Rada hendak menanam ari-ari dan tali pusar Radeya, tiba-tiba datang pendeta bernama Resi Radi, yang merupakan ayah kandung Nyai Rada sendiri. Resi Radi ini juga seorang pendeta sakti yang mampu mengubah ari-ari dan tali pusar tersebut menjadi dua orang bayi, yang diberi nama Druwajaya dan Jayarata.

Sementara itu, Arya Adimanggala sebenarnya adalah putra kandung Arya Ugrasena yang kini menjadi raja Lesanpura, bergelar Prabu Setyajit. Saat itu Arya Ugrasena melakukan hubungan gelap dengan Nyai Sagopi, istri Buyut Antyagopa dari Desa Widarakandang. Dari hubungan tersebut lahir seorang bayi kali-laki. Atas petunjuk dewa, Buyut Antyagopa pun menyerahkan bayi itu kepada Kyai Adirata di Desa Petapralaya, karena bayi tersebut ditakdirkan menjadi pendamping petualangan Raden Suryaputra. Kyai Adirata pun memberi nama bayi itu mirip dengannya, yaitu Adimanggala.

Batara Surya menjelaskan pula bahwa Arya Ugrasena adalah adik kandung Dewi Prita. Itu artinya, Arya Adimanggala sesungguhnya masih saudara sepupu Raden Suryaputra. Raden Suryaputra semakin penasaran. Ia pun bertanya di mana ibu kandungnya, yaitu Dewi Prita saat ini berada. Batara Surya diam tidak menjawab. Raden Suryaputra pun memohon untuk diberi tahu. Batara Surya akhirnya berkata bahwa Dewi Prita adalah nama lain Dewi Kunti, yaitu ibu para Pandawa di Kerajaan Amarta.

Raden Suryaputra terkejut bukan main. Dulu saat acara Pendadaran Siswa Sokalima, dirinya bertanding melawan Raden Permadi yang ternyata adiknya sendiri. Sungguh ia merasa nasibnya telah dipermainkan para dewa. Ia merasa kelahirannya di dunia adalah kelahiran yang tidak diharapkan, buah dari hubungan di luar nikah. Ia merasa menjadi pendosa sejak lahir. Batara Surya menasihatinya bahwa tidak ada manusia yang terlahir hina. Jika memang kedua orang tuanya berbuat zina, maka si bayi tetaplah suci, tidak boleh disangkut-pautkan dengan dosa orang tuanya itu.

Raden Suryaputra meminta maaf telah berkata kasar kepada Batara Surya. Sebaliknya, Batara Surya juga telah mempersiapkan sebuah hadiah kepada putranya itu sebagai penebus kesalahannya di masa lalu. Dengan kekuasaannya, Batara Surya pun menghadirkan seperangkat kereta pusaka buatan para dewa, bernama Kereta Jatisura sebagai kendaraan pribadi putranya tersebut. Raden Suryaputra berterima kasih dan menerima kereta pusaka itu dengan rasa syukur. Batara Surya menceritakan bahwa Kereta Jatisura ini dulu pernah dipinjamkan kepada Prabu Sri Rama saat berperang melawan Prabu Rahwana dalam peristiwa Brubuh Akengka di zaman kuno. Mendengar itu, Raden Suryaputra sangat bangga dan kembali berterima kasih kepada Batara Surya.

Batara Surya kemudian memberi petunjuk agar Raden Suryaputra menikahi perempuan yang ditakdirkan menjadi jodohnya. Perempuan itu bernama Dewi Srutikanti, putri kedua Prabu Salya di Kerajaan Mandraka. Setelah memberikan petunjuk demikian, Batara Surya pun melesat terbang kembali ke kahyangan.

Raden Suryaputra menyembah hormat kepada sang ayah yang telah musnah. Ia lalu menaiki Kereta Jatisura dan mengendarainya menuju Kerajaan Mandraka.

RADEN PERMADI MENGUNJUNGI BAGAWAN ABYASA

Sementara itu, Raden Permadi dan Raden Setyaki masih berkelana bersama dengan ditemani para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Mereka singgah di Gunung Saptaarga mengunjungi Bagawan Abyasa. Kepada sang kakek, Raden Permadi memperkenalkan Raden Setyaki, yaitu sepupunya yang baru lahir dan langsung tumbuh dewasa dalam sekejap. Raden Setyaki ini memiliki bakat kesaktian alamiah karena ia adalah titisan Prabu Yuyudana, Prabu Tambakyuda, dan Patih Singamulangjaya. Prabu Setyajit raja Lesanpura khawatir putranya itu salah jalan dan tidak bisa mengendalikan kesaktiannya dengan baik, sehingga ia pun menugasi Raden Permadi agar menjadi pembimbing bagi Raden Setyaki.

Bagawan Abyasa terkesan mendengar cerita sang cucu dan ia pun memberikan restu kepada Raden Setyaki agar kelak selalu berada di jalan kebenaran, menjadi kesatria berbudi luhur yang melawan kejahatan. Jika memang Raden Setyaki ingin bertambah pengalaman, Bagawan Abyasa menyarankan agar Raden Permadi mengajaknya pergi ke Kerajaan Mandraka. Bagawan Abyasa meramalkan akan terjadi peristiwa besar di sana. Bahkan, saat ini para Pandawa lainnya telah berkumpul di sana untuk menyaksikan upacara pernikahan antara Dewi Srutikanti dengan Raden Kurupati (Suyudana), calon raja Hastina.

Raden Permadi terkejut mendengar berita itu. Ia sudah terlalu lama berkelana sehingga baru mengetahui kalau kedua sepupunya itu hendak menikah. Maka, ia dan Raden Setyaki pun mohon pamit kepada Bagawan Abyasa untuk menuju ke negeri Mandraka tersebut.

Dalam perjalanan menuju ke sana, Raden Permadi dan Raden Setyaki berjumpa para prajurit raksasa yang mengawal kepergian Emban Kidanganti. Karena salah paham, terjadilah pertempuran di antara mereka. Semua raksasa itu tewas, sedangkan Emban Kidanganti berhasil meloloskan diri.

DEWI SRUTIKANTI MEMINTA DICULIK RADEN SURYAPUTRA

Raden Suryaputra yang mengendarai Kereta Jatisura telah sampai di Kerajaan Mandraka. Ia merasa penasaran pada gadis bernama Dewi Srutikanti sebagaimana yang diceritakan oleh Batara Surya. Diam-diam, Raden Suryaputra pun menyusup masuk ke dalam kaputren. Setelah mengamati dengan seksama, ia akhirnya berhasil menemukan gadis tersebut. Dewi Srutikanti berparas cantik dan lembut, namun terlihat murung dan duduk seorang diri. Raden Suryaputra seketika jatuh cinta melihatnya. Ia pun menampakkan diri dengan menyanyikan beberapa tembang asmara. Mula-mula Dewi Srutikanti terkejut ada laki-laki berani masuk ke dalam kaputren. Namun, begitu melihat sosok Raden Suryaputra, seketika hatinya merasa tenteram dan semangatnya bergelora.

Entah mengapa, Raden Suryaputra dan Dewi Srutikanti merasa langsung akrab meski baru kali ini mereka bertemu. Keduanya pun bercakap-cakap saling memperkenalkan diri, hingga akhirnya sama-sama mengutarakan perasaan cinta masing-masing. Raden Suryaputra lalu bertanya mengapa Dewi Srutikanti tampak murung. Dewi Srutikanti pun menjawab bahwa hatinya gelisah karena hendak dinikahkan dengan laki-laki yang tidak ia cintai.

Raden Suryaputra bertanya siapakah laki-laki yang hendak menikahi kekasihnya. Ia bertekad akan memberinya pelajaran agar membatalkan perjodohan dengan Dewi Srutikanti. Dewi Srutikanti menjawab, laki-laki yang menjadi calon suaminya adalah Raden Kurupati, raja muda Kerajaan Hastina.

Seketika Raden Suryaputra gemetar mendengar nama itu disebut. Raden Kurupati (Suyudana) adalah sahabat terbaik dalam hidupnya. Raden Kurupati tidak hanya memberikan kedudukan kepada ayahnya, yaitu Kyai Adirata sehingga bisa menjadi adipati Petapralaya, tetapi juga telah mengangkat saudara dengannya. Raden Suryaputra merasa bimbang. Di satu sisi ia teranjur jatuh cinta kepada Dewi Srutikanti, namun di sisi lain ia tidak mungkin mengkhianati persahabatan dengan Raden Kurupati.

Dewi Srutikanti kembali bersedih karena kekasihnya ternyata memiliki ikatan dengan Raden Kurupati. Gadis itu merasa putus asa. Ia pun meminta Raden Suryaputra agar membawanya lari meninggalkan Kerajaan Mandraka. Jika Raden Suryaputra tidak berani, ia berkata lebih baik bunuh diri saja daripada menikah dengan Raden Kurupati yang tidak dicintainya. Raden Suryaputra semakin bimbang. Setelah teringat pada ucapan Batara Surya, ia pun menyanggupi untuk membawa lari Dewi Srutikanti. Jika memang berjodoh biarlah berjodoh dengan gadis tersebut, namun bila tidak berjodoh biarlah ia mati di tangan Raden Kurupati yang dikhianatinya.

Demikianlah, Raden Suryaputra pun menggandeng Dewi Srutikanti untuk dibawa kabur. Tiba-tiba Dewi Banuwati dan Raden Rukmarata masuk ke dalam kaputren. Mereka datang untuk menjemput sang kakak agar segera memulai upacara siraman. Melihat ada pemuda tampan hendak menculik kakak mereka, Raden Rukmarata segera bertindak, sedangkan Dewi Banuwati menjerit memanggil para prajurit.

Raden Suryaputra dengan cekatan meringkus Raden Rukmarata. Tangannya lalu bekerja cepat menghujani para prajurit Mandraka dengan panah. Raden Suryaputra tidak berniat untuk melukai ataupun membunuh, namun hanya mengurung mereka dengan hujan panah saja. Dewi Srutikanti merasa kagum dan semakin yakin untuk hidup bersama kekasihnya itu.

RADEN PERMADI DICURIGAI SEBAGAI PENCULIK DEWI SRUTIKANTI

Saat itu Prabu Salya sedang menerima kedatangan Prabu Baladewa dan Dewi Erawati dari Kerajaan Mandura, serta Prabu Puntadewa, Dewi Drupadi, Raden Nakula, dan Raden Sadewa dari Kerajaan Amarta. Adapun Raden Bratasena tidak ikut hadir karena bertugas menjaga negara, sedangkan Raden Narayana juga masih menjalani hukuman pengasingan di Hutan Bajarpatoman karena perbuatannya menjadi begal tempo hari.

Tidak lama kemudian, datanglah rombongan pengantin pria dari Kerajaan Hastina, yaitu Raden Kurupati yang diiringi Patih Sangkuni dan para Kurawa lainnya. Prabu Salya menyambut mereka dengan ramah. Kedua pihak sama-sama berharap, melalui perkawinan ini, hubungan kekeluargaan antara Hastina dan Mandraka akan semakin erat.

Tiba-tiba Raden Rukmarata dan Dewi Banuwati datang menghadap untuk melaporkan bahwa sang pengantin wanita, yaitu Dewi Srutikanti telah hilang diculik orang. Raden Rukmarata berkata bahwa si penculik adalah Raden Permadi, sedangkan Dewi Banuwati berkata bukan. Mereka berdua lalu bertengkar sendiri. Raden Rukmarata berkata si penculik berwajah tampan dan pandai memanah. Di dunia ini siapa lagi kesatria tampan yang pandai memanah selain Raden Permadi? Dewi Banuwati bersikeras menjawab bukan. Ia mengaku mengenal dengan baik sosok Raden Permadi sehingga yakin kalau si penculik bukan dia. Hampir saja Dewi Banuwati kelepasan bicara bahwa Raden Permadi adalah kekasihnya sehingga ia kenal betul bagaimana paras badannya.

Raden Kurupati termakan ucapan Raden Rukmarata. Ia sangat marah mendengar calon istrinya diculik sepupu sendiri. Sambil masih mengenakan pakaian pengantin, Raden Kurupati pun berlari mengejar si penculik. Para Kurawa lainnya segera ikut mengejar sang kakak sulung.

Sungguh kebetulan Raden Permadi dan Raden Setyaki beserta para panakawan telah sampai di istana Mandraka. Tanpa bertanya lebih dulu, Raden Kurupati langsung menyerang mereka. Para Kurawa yang lain pun ikut menyerang. Maka, terjadilah pertempuran sengit. Meskipun hanya dua orang, namun Raden Permadi dan Raden Setyaki tetap mampu bertahan dan tidak bisa ditaklukkan oleh para Kurawa tersebut.

Pada saat itulah muncul Prabu Salya, Prabu Puntadewa, dan Prabu Baladewa melerai mereka. Raden Permadi segera menghentikan pertempuran dan menyembah memberi hormat. Raden Kurupati marah-marah meminta Raden Permadi agar dihukum berat karena berani menculik calon istrinya. Raden Permadi mengaku tidak tahu-menahu soal ini karena ia sendiri baru datang. Kyai Semar dan Raden Setyaki pun bersaksi bahwa mereka selalu bersama-sama sehingga tidak mungkin Raden Permadi menculik Dewi Srutikanti.

Sebaliknya, Raden Rukmarata bersaksi bahwa ia melihat penculik kakaknya adalah kesatria tampan yang mahir memanah. Di dunia ini siapa lagi kesatria tampan yang mahir memanah selain Raden Permadi? Mendengar itu, Kyai Semar pun menjelaskan bahwa dulu saat acara pendadaran murid-murid Padepokan Sokalima, ada seorang kesatria tampan yang mahir memanah berani menantang Raden Permadi di atas gelanggang. Raden Permadi pun teringat bahwa kesatria tersebut pasti Raden Suryaputra alias Radeya. Ia pun mohon pamit kepada Prabu Salya untuk menangkap si penculik yang sebenarnya. Setelah berkata demikian, ia langsung melesat pergi dengan ditemani Raden Setyaki.

PERTARUNGAN RADEN SURYAPUTRA DENGAN RADEN PERMADI

Raden Suryaputra yang membawa lari Dewi Srutikanti dapat disusul oleh Raden Permadi dan Raden Setyaki. Raden Suryaputra pun berbalik melawan mereka. Pada saat yang sama Arya Adimanggala muncul pula. Maka, terjadilah pertarungan di antara mereka. Raden Suryaputra bertarung melawan Raden Permadi, sedangkan Arya Adimanggala bertarung melawan Raden Setyaki.

Setelah bertarung cukup lama, akhirnya Raden Setyaki berhasil meringkus Arya Adimanggala. Sementara itu, Raden Suryaputra dan Raden Permadi masih bertarung dengan bersenjata keris. Pada suatu serangan, keris Raden Permadi berhasil menyerempet pelipis Raden Suryaputra. Dengan cekatan ia lalu meringkus lawannya tersebut dan menodongkan kerisnya di leher Raden Suryaputra.

Pada saat itulah tiba-tiba muncul Batara Narada turun dari kahyangan. Ia melerai Raden Permadi dan Raden Suryaputra agar menghentikan pertarungan karena mereka sesungguhnya masih saudara sendiri. Raden Permadi heran mendengarnya. Batara Narada pun menceritakan peristiwa lahirnya Raden Suryaputra yang berasal dari rahim Dewi Kunti, ibu para Pandawa. Raden Permadi mendengar dengan seksama cerita tersebut dari awal sampai akhir. Hatinya tergetar karena orang yang selama ini dianggapnya sebagai musuh ternyata masih kakak sendiri. Perlahan-lahan ia pun menyembah Raden Suryaputra dan meminta maaf kepadanya. Raden Suryaputra balas memeluk adiknya itu dan mereka saling bermaaf-maafan.

Batara Narada juga melerai Raden Setyaki dan Arya Adimanggala serta menjelaskan bahwa mereka juga masih saudara. Raden Setyaki adalah putra Prabu Setyajit dengan Dewi Wresini, sedangkan Arya Adimanggala adalah putra Prabu Setyajit juga saat masih bernama Arya Ugrasena, dari hasil hubungan gelap dengan Nyai Sagopi. Sejak bayi, Arya Adimanggala diserahkan oleh Buyut Antyagopa kepada Kyai Adirata karena memang begitulah petunjuk dari dewata yang harus dijalankan. Mendengar penuturan tersebut, Raden Setyaki dan Arya Adimanggala pun saling berpelukan dan bermaaf-maafan pula.

Batara Narada lalu mengatakan bahwa Dewi Srutikanti ditakdirkan berjodoh dengan Raden Suryaputra. Untuk itu, Raden Permadi tidak perlu menghalangi hubungan di antara mereka. Batara Narada lalu memberikan busana raja kepada Raden Suryaputra, berupa praba dan mahkota berbentuk topong, bernama Mahkota Bukasri, lengkap dengan Jamang Kinantipa untuk menutupi pelipis yang tergores oleh keris Raden Permadi tadi. Dengan memakai busana raja tersebut, Raden Suryaputra terlihat lebih tampan dan berwibawa. Setelah dirasa cukup, Batara Narada pun undur diri kembali ke kahyangan.

RADEN KURUPATI LEBIH MENGUTAMAKAN PERSAHABATAN

Setelah Batara Narada pergi, muncullah Raden Kurupati bersama Patih Sangkuni dan Raden Dursasana. Raden Suryaputra segera meminta maaf atas perbuatannya berani menculik Dewi Srutikanti, calon istri sahabatnya sendiri. Patih Sangkuni dan Raden Dursasana segera memanas-manasi Raden Kurupati bahwa perbuatan Raden Suryaputra ini sungguh keterlaluan. Ini bagaikan peribahasa air susu dibalas air tuba, atau dikasih hati merebut jantung. Raden Kurupati telah mengangkat derajat Raden Suryaputra, namun Raden Suryaputra membalas dengan penghinaan semacam ini. Mendengar ucapan Patih Sangkuni itu, Raden Suryaputra pun siap menyerahkan lehernya untuk dipenggal Raden Kurupati.

Raden Kurupati terdiam lama. Ia merasa sangat bimbang. Di satu sisi ia malu jika batal menikah dengan Dewi Srutikanti. Itu artinya hubungan persekutuan antara dirinya dengan Prabu Salya pun gagal terwujud. Namun, di sisi lain, jika ia menghukum Raden Suryaputra, itu berarti dirinya akan kehilangan seorang pelindung perkasa, yang mampu menandingi kesaktian Raden Permadi di pihak Pandawa.

Dengan berat hati, Raden Kurupati akhirnya memutuskan untuk mengampuni Raden Suryaputra. Ia berkata sejak dulu dirinya sudah menganggap Raden Suryaputra sebagai saudara tua. Jika memang Raden Suryaputra dan Dewi Srutikanti saling mencintai, maka Raden Kurupati akan merestui perkawinan mereka. Ia berkata bahwa dirinya lebih mengutamakan persahabatan daripada soal asmara. Ia mengakui pernikahannya dengan Dewi Srutikanti juga tidak tulus dari hati, tetapi hanya merupakan pernikahan politik untuk lebih mendekatkan hubungan Kerajaan Hastina dengan Mandraka. Lagipula Raden Suryaputra adalah bagian dari Kerajaan Hastina, dan ini berarti keluarga Prabu Dretarastra tetap mendapat menantu.

Patih Sangkuni dan Raden Permadi memuji keputusan yang diambil Raden Kurupati. Sementara itu, Raden Suryaputra sangat terharu dan ia pun bersumpah tidak akan pernah lagi mengkhianati Raden Kurupati untuk selamanya. Ia berjanji akan siap sedia menyumbangkan jiwa dan raganya demi kemuliaan Raden Kurupati. Keduanya lalu berpelukan dengan perasaan haru.

DEWI SRUTIKANTI DICULIK EMBAN KIDANGANTI

Arya Adimanggala kemudian menyela bicara. Ia melaporkan kepada Raden Kurupati dan Raden Suryaputra bahwa Kadipaten Petapralaya telah diserang musuh, yaitu Adipati Kalakarna dari Awangga. Tidak hanya itu, sejumlah kadipaten juga banyak yang jatuh ke tangan raja raksasa tersebut. Bahkan, Adipati Kalakarna telah mengumumkan bahwa dirinya kini adalah raja yang bergelar Prabu Kalakarna, yang merdeka dan tidak lagi berada di bawah perintah Kerajaan Hastina.

Raden Kurupati sangat marah dan berniat menumpas pemberontakan Prabu Kalakarna tersebut. Namun, Patih Sangkuni buru-buru mencegahnya dengan mengatakan bahwa tadi ada orang yang baru saja bersumpah setia hendak mengabdikan jiwa raganya kepada Raden Kurupati. Kini tiba saatnya untuk menagih janji yang telah diucapkan tersebut.

Raden Suryaputra merasa dirinya telah disindir. Ia pun menyanggupi akan menumpas pemberontakan Prabu Kalakarna. Namun, tiba-tiba terdengar suara jeritan Dewi Srutikanti meminta tolong. Semuanya pun menoleh ke arah Kereta Jatisura. Saat itu Dewi Srutikanti masih menunggu di atas kereta dan tiba-tiba muncul Emban Kidanganti menyambar tubuhnya. Emban raksasi itu pun menculik dan membawa kabur Dewi Srutikanti.

Raden Suryaputra hendak mengejar, namun ia sudah terlanjur berjanji akan menggempur Prabu Kalakarna. Melihat sang kakak sedang bingung, Raden Permadi segera berkata sebaiknya Raden Suryaputra tetap menggempur Prabu Kalakarna saja. Urusan merebut Dewi Srutikanti biarlah ia yang menangani. Usai berkata demikian, Raden Permadi langsung melesat pergi dengan mengerahkan Aji Seipi Angin, mengejar Emban Kidanganti.

Raden Suryaputra merasa lega. Ia lalu naik Kereta Jatisura di mana Arya Adimangga sebagai kusir. Kereta tersebut pun melaju kencang menuju Kadipaten Petapralaya.

RADEN SURYAPUTRA MENUMPAS PRABU KALAKARNA

Sesampainya di sana, Raden Suryaputra melihat Prabu Kalakarna dan pasukannya telah bersiaga hendak menyerang Kerajaan Hastina. Raden Suryaputra pun turun dari kereta menantang raja raksasa itu perang tanding satu lawan satu. Prabu Kalakarna panas hatinya mendengar tantangan Raden Suryaputra yang berlagak angkuh. Mereka pun bertarung di hadapan para prajurit Awangga.

Sementara itu, Patih Kalamandra juga bertanding melawan Arya Adimanggala. Selama ini Arya Adimanggala telah banyak berguru ilmu keprajuritan pada Raden Suryaputra. Maka, dalam pertandingan itu ia mampu mengimbangi kekuatan Patih Kalamandra. Bahkan, patih raksasa itu akhirnya tewas di tangan pemuda tersebut.

Melihat patihnya tewas, Prabu Kalakarna semakin marah dan menyerang Raden Suryaputra dengan gencar. Karena dibakar amarah, ia menjadi lengah. Raden Suryaputra pun berhasil melepaskan panah yang memenggal kepala raja raksasa tersebut.

Para prajurit Awangga ketakutan melihat raja dan patih mereka telah gugur. Mereka pun serentak menyatakan takluk kepada Raden Suryaputra dan Arya Adimanggala. Raden Suryaputra mengumumkan bahwa mereka semua boleh pulang ke Kadipaten Awangga dan harus bersumpah setia kepada Kerajaan Hastina. Para prajurit tersebut menyatakan bersedia, kemudian mereka pun pulang dengan hati lega.

Raden Suryaputra lalu membebaskan Adipati Adirata dan Arya Jayarata dari dalam penjara. Keduanya sangat terharu dan bangga melihat penampilan Raden Suryaputra yang kini mengenakan busana raja pemberian dewa. Arya Adimanggala juga melaporkan bahwa sang ibu, yaitu Dewi Rada bersama Arya Druwajaya saat ini telah berlindung di Kerajaan Hastina. Setelah dirasa cukup, mereka berempat lalu bersama-sama kembali ke tempat Raden Kurupati.

PERKAWINAN RADEN SURYAPUTRA DAN DEWI SRUTIKANTI

Raden Suryaputra dan rombongan telah kembali ke hadapan Raden Kurupati dan Patih Sangkuni dengan membawa kepala Prabu Kalakarna. Pada saat yang sama, Raden Permadi juga telah berhasil merebut Dewi Srutikanti dan menewaskan Emban Kidanganti. Raden Kurupati menyambut dengan gembira. Mereka semua lalu kembali ke Kerajaan Mandraka untuk menghadap Prabu Salya.

Sesampainya di istana, Raden Kurupati segera menyampaikan semuanya. Dengan tegas ia menyatakan rela jika Dewi Srutikanti menikah dengan Raden Suryaputra, karena selama ini Raden Suryaputra telah dianggap sebagai saudara tua bagi para Kurawa. Tidak hanya itu, Raden Kurupati pun mengangkat Raden Suryaputra sebagai adipati baru di Awangga. Mengenai surat keputusan akan segera dimintakan kepada Prabu Dretarastra, ayahnya. Raden Suryaputra semakin terharu melihat kebaikan Raden Kurupati dan sekali lagi ia pun bersumpah akan selalu setia kepadanya.

Prabu Salya menghormati keputusan Raden Kurupati. Maka, pada hari yang ditentukan diadakanlah upacara pernikahan antara Raden Suryaputra dengan Dewi Srutikanti. Prabu Baladewa dan Prabu Puntadewa turut menjadi saksi atas pernikahan ini dan mereka ikut memuji keikhlasan hati Raden Kurupati.

Setelah upacara pernikahan selesai, Raden Kurupati memboyong pasangan pengantin tersebut menuju Kerajaan Hastina untuk mengikuti upacara ngunduh mantu. Sesampainya di sana, ia menjelaskan semuanya dan meminta Prabu Dretarastra agar mengukuhkan Raden Suryaputra sebagai adipati Awangga yang baru. Prabu Dretarastra menyetujui keinginan putranya itu dan juga berterima kasih atas keberhasilan Raden Suryaputra menumpas pemberontakan Prabu Kalakarna.

Demikianlah, Raden Suryaputra pun dilantik sebagai adipati di Awangga menggantikan Prabu Kalakarna, sedangkan Adipati Adirata kembali memimpin Kadipaten Petapralaya. Sebagai adipati yang baru, Raden Suryaputra pun memakai nama aslinya sesuai penjelasan Batara Surya, yaitu Adipati Karna Basusena. Adapun Arya Adimanggala diangkat sebagai patih, memimpin para punggawa Awangga. (Wayang)

Wedaran Terkait

Taman Sriwedari dalam Cerita Wayang

kibanjarasman

Suralaya Binangun

kibanjarasman

Resi Siwandaraka 2

kibanjarasman

Resi Siwandakara 1

kibanjarasman

Petruk Nagih Janji 5

kibanjarasman

Petruk Nagih Janji 4

kibanjarasman
error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.