Aku adalah seorang perempuan. Belasan tahun silam, aku seorang gadis. Lahir di sebuah kamar inap rumah sakit umum kelas tiga.
Dari rahim seorang wanita tuna wisma yang kata orang-orang otaknya kurang waras. Setengah gila.
Seorang laki-laki pemulung membawa ibuku ke rumah sakit. Karena kebetulan, siang itu dia lewat di bawah jembatan dan mendapati ibuku sedang terbaring kesakitan.
Tanpa berpikir panjang, laki-laki itu membopong ibuku ke gerobaknya. Kemudian menariknya sambil berlari ke arah rumah sakit.
Dia, laki-laki pemulung itu yang menyuarakan adzan di telinga begitu aku menghirup udara dunia.
Aku adalah pemulung sejati. Pemungut kata-kata. Pengepul keberanian. Aku adalah nelayan berhati secadas karang dan bermata elang.
Aku bukan wanita setengah dewa. Aku bukan pula wanita biasa. Srikandi bukanlah diriku, begitu pun Shinta atau Dewi Gangga.
Keberanian telah berwujud sebagai cakrawala. Ia tak lagi mengenalkan diri sebagai bayang semu.
Kesabaran adalah tanah basah tempatku meletakkan jemari kaki.
Kesadaran adalah kelembutan cahaya yang akan terbit dari hatiku.
Seorang perempuan nelayan berperahu kertas telah menghempaskan linglung agar dapat berkata padamu.
Dia adalah aku, aku adalah dirinya yang bersuara pada dunia.