Di banjar pedukuhan, seorang bekel pedukuhan berceramah mengenai ketahanan pangan. Menurutnya, ketahanan pangan adalah tahan tidak makan beberapa hari dan bukan puasa. Setelah menerima masukan dari bebahu, maka keluarlah pernyataan tambahan.
“Saudara-saudara sekalian. Perlu kiranya saya menambahkan tentang pengertian lain ketahanan pangan. Ya, penjelasan lain sebagai berikut ;
- Ketahanan pangan adalah makanan yang ditahan agar banyak orang kelaparan..
- Ketahanan pangan adalah menahan makanan sampai memenuhi sepertiga durasi kadaluarsa hingga bebas bersyarat
- Ketahanan pangan adalah adu kuat untuk tidak makan. Dan yang paling kuat tidak makan menjadi yang terbaik klengernya.”
Orang-orang hanya termangu, termasuk orang-orangan di sawah yang langgeng membentangkan tangan.
Waktu pun berlalu hingga tampak dua atau tiga bintang menghiasi langit yang suram. Pada waktu itu, seorang lelaki tergopoh-gopoh mendesak pengawal karena ingin bertanya pada bekel padukuhan. Ki Demung Sogol pun memerintahkan pengawal agar membiarkan lelaki itu menemuinya.
“Jadi, Ki Demung Salih ingin bertanya tentang poligami dan monogami?”
“Betul, Ki Demung Sogol. Berilah aku jawaban yang sempurna.”
Ki Demung Sogol bergumam lalu kerut keningnya bergerak-gerak sebagai tanda bahwa dia sedang berpikir keras. “Baiklah,” kata Ki Demung Sogol. Kemudian dia memanggil peronda lingkungan, pesannya, “Katakan keras-keras pada orang-orang sekalipun sudah larut malam.”
“Apa yang harus aku teriakkan?”
“Poligami dan monogami adalah pilihan, sedangkan swagami adalah keterpaksaan karena terpergok hansip perumahan serta peronda lingkungan.”
“Setuju, Ki Lurah. Setuju,” seru peronda. Lantas dia berkata keras-keras, “Asyik, asyik, wayahe, wayahe! Uhuuuuy!”