Menantimu dalam waktu yang tak bisa kau pastikan, membuatku membuka sebungkus emping manis. Mata menatap langit ruang, di dampingi suara keretak emping.
Manis gurih.
Tapi lenyap rasa saat teralir segelas air putih.
Aku membuka bungkus ke dua, demi membunuh penantian.
Sayangku, manis dan gurihnya tetap cuma sementara. Aku merindu manismu, gurihmu, legitmu, dan semuamu. Cepat pulang. Aku menggelepar di antara serpihan-serpihan emping. Suara detak jam sudah tak sejalan dengan jantungku.
Merindumu.
Sayangku, masih tersisa empat bungkus emping orisinal dan berbungkus-bungkus kerupuk. Haruskah aku bergelut dengan mereka? Cepat pulang. Hasrat dan renjanaku sudah tak mampu kubendung.
Aku belum kenyang.
Aku belum memuncak.
Pulanglah.
Gemetar aku menyentuh plastik-plastik itu. Entah mau kuremas atau kulahap. Membayangkan tubuhmu di antara mereka.
Pedih.
Keringat menderas kala langkah-langkah terdengar. Lalu terpampang siluet indahmu. Ini pilihan? Antara berbungkus-bungkus garing, tubuhmu, dan panasku? Aku memilih meleburkan panas di atas tubuhmu. Dan itu mutlak!