Terurai.
Ia bertemu denganku di sudut kota. Necis. Perlente dan kewanitaan berpadu dalam dirinya.
Ia panjang cerita tentang usahanya. Ia berkata tentang kawannya yang memenuhi alun-alun kota kelahiran kami. Ia bercerita tentang hubungannya dengan pejabat, penjahat dan penjilat.
Aku pendengar yang baik. Dan juga seorang penikmat kopi yang saleh di tengah asap Marlboro Black.
Ia mengatakan bahwa tidak semua peristiwa dapat dijelaskan. Karena perbedaan.
Ruang.
Waktu.
Membutuhkan pengorbanan agar setiap bagian dapat bersatu.
Ia berkisah tentang 1001 malam yang panjang.
Aku menyebutnya Raden Ngabehi Kulon Kali. Serupa keadaan tetapi berbeda dalam penjabaran.
Kamu boleh bangga dengan mengingat Raden Ngabehi Loring Pasar, tapi kamu belum mengenal Raden Ngabehi Kulon Kali.
Keduanya mempunyai cita-cita besar. Hanya saja, Raden Ngabehi Kulon Kali adalah tukang khayal. Aku tidak berbohong padamu.
Kadang ia mirip Rahwana, kadang kamu akan menjumpainya sebagai Kresna.
Pada hari lain, kau seolah bicara dengan Sidharta Gautama.
Saat kau berpaling memutar tubuh, ia akan beralih menjadi Resi Bhisma.
Sekarang, aku katakan padamu.
Tidak mudah untuk mengerti isi tulisan ini. Kau dapat bayangkan sebuah lukisan satu wajah yang tersusun dari banyak rupa. Kau dapat mencari Raden Ngabehi Kulon Kali. Wajah asli. Dirinya yang sejati.
Kau mampu?
Tidak. Karena ia adalah semu. Tak lebih maya dari bayanganmu sendiri.
Ketika kau mencacinya, sebenarnya ia adalah cermin bagimu.
Ketika kau memujinya, ia adalah jati dirimu.
Sederhana dalam bentuk kalimat yang kau ucapkan di depan cermin.
“Aku biadab!”
Itu adalah gambaran tentang dirimu.
Mimpi.
Bahagia.
Derita.
Cinta.
Lara.
Dan seribu mantra yang keluar dari perasaanmu.
Satu tubuh dengan satu perasaan yang beraneka rupa.
Lalu kau maki aku, “B*ngs*t!”
Kau lega?
Begitu pun orang yang bangga dengan dirinya.
Ia tak akan mau mengalah.
Ia tidak mudah dikalahkan.
Sebenarnya, ia pecundang.
Ia mudah berkata, “B*ngs*t!”
Semakin mudah ia memaki, semakin rendah ia punya harga diri.
Hanya itu yang dapat aku katakan padamu.
Selanjutnya, kamu dapat memaki dirimu sendiri saat gagal mengerti pesan tulisan ini.
Benarkah yang aku katakan, B*ngs*t?
Sumber gambar :
http://bondanriyanto.weebly.com/artikel-kawruh-wayang/banjaran-sengkuni