Kaki Ki Prayoga meregang depan belakang, badannya sedikit condong ke depan dengan kedua tangan bersilang menutup bagian wajahnya. Dorongan angin dari tenaga Agung Sedayu datang menghempas tubuh Ki Prayoga. Ia sedikit bergoyang.
Tiba-tiba keduanya lenyap dari pandangan!
Dalam sekejap mata, keduanya berbenturan. Suara ledakan menggelegar!
Tanah yang tepat berada di bawah mereka tersibak, membentuk sebuah lingkaran besar. Gelombang angin panas tidak lagi lentur, dengan cara yang sulit dijelaskan, tiba-tiba terasa butiran panas berhamburan memenuhi udara.
“Bagaimana mungkin?” Ki Prayoga terkesiap. Ia tidak percaya!
Seperti percikan api dari dua besi yang dihantamkan sangat kuat, seperti bola-bola api yang keluar dari petasan, maka seperti itulah bentuk angin panas jika dapat dilihat mata telanjang.
Begitu hebat benturan yang terjadi di lingkar perkelahian Agung Sedayu dan Ki Prayoga hingga sebaran angin panas mencapai tempat Swandaru dikeroyok. Beberapa orang mendadak terdorong keras dengan luka-luka di bagian punggung akibat hantaman angin panas. Sebagian kecil terhuyung surut namun tidak sampai mengalami luka-luka, termasuk Swandaru.
Agung Sedayu surut selangkah dengan tubuh bergetar hebat. Kedua kakinya merendah dengan tubuh sedikit condong ke depan. “Seperti menabrak dinding cadas hitam dan pekat! Pertahanan liat dan kekuatan yang sungguh dahsyat!” Agung Sedayu lurus memandang wajah Ki Prayoga yang terkurung dalam kelam. Ki Prayoga tidak mengalami pergeseran letak. Sama sekali tidak! Seluruh tenaga Agung Sedayu yang terhimpun seperti tidak terasa begitu berarti jika dibandingkan kekuatan Ki Prayoga.
Lalu, ketika kepulan debu mengabur semakin tipis, kaki Ki Prayoga telah terhunjam sedalam betis! Sekujur tubuh Ki Prayoga menjadi kaku. Otot dan urat syaraf begitu tegang hingga tak tampak dada bergerak naik turun. Agung Sedayu masih mengamati keadaan lawan.
”Ternyata ia membuat keputusan yang tidak dapat aku cegah,” desah pelan Agung Sedayu. Yang terjadi saat itu adalah kenyataan bahwa Ki Prayoga harus berpisah dengan kehidupan. Tumbukan dua tenaga inti berkekuatan dahsyat menjadi penyebab beberapa bagian dalam tubuhnya pecah. Ki Prayoga sebenarnya tidak mengerahkan tenaga melebihi batas, tetapi tenaga Agung Sedayu mampu menahan kemudian mendorong balik. Dengan demikian Ki Prayoga tanpa perlindungan dari kekuatannya sendiri , mau tidak mau, harus menerima hantaman dua tenaga besar.
Agung Sedayu menyeret kaki mendekati Ki Prayoga yang telah roboh dan membujur kaku. Sebenarnya ia sendiri tidak lebih baik daripada lawannya. Telapak tangannya memegang bagian kiri dadanya. Agung Sedayu merasakan sakit menusuk bagian dalam tubuhnya.Pertanyaan Ki Prayoga yang kemudian menjadi kata perpisahan itu memang tidak mendapat jawaban. Jika ia masih hidup, tentu ia akan bertanya pada Agung Sedayu. Ia akan berusaha mencari jawaban tentang tenaganya yang terdorong balik dengan cara yang luar biasa. Tenaga inti yang memantul lebih keras dan dahsyat itu mungkin dapat menjadi tujuannya. Ki Prayoga akan mencari jawaban dan berusaha keras menggapai lapis lebih tinggi.
Tetapi, itu sudah tidak mungkin dilakukannya. Ki Prayoga telah mati di tangan Agung Sedayu. Beberapa kali Agung Sedayu meringis kesakitan. Tetapi ia telah mendapatkan pengetahuan untuk penyembuhan dari gurunya, Kiai Gringsing. Maka yang dilakukan olehnya adalah mengatur kembali laju peredaran darah dan pernapasan. Ia membangkitkan tenaga inti yang terletak di bawah pusarnya dan menyalurkannya ke seluruh jaringan dalam tubuhnya. Ia lakukan itu setelah membenahi duduknya. Perlahan dan kepastian, ditambah butiran jamu yang selalu dibawanya, tubuh Agung Sedayu berangsur membaik. Ia bangkit berdiri dan melepas sorot mata ke arah lingkaran Swandaru. Penilaian Agung Sedayu telah berada di titik kesimpulan akhir, bahwa adik seperguruannya telah menguasai pertarungan. Meskipun ia belum dapat menutup satu pemikiran, dan Agung Sedayu sengaja melakukannya, namun Swandaru telah berada beberapa langkah di jalur yang tepat!
“Seseorang yang sulit ditemukan lagi. Ki Prayoga. Engkau adalah orang luar biasa. Mungkin kemampuanmu melebihi Ki Tumenggung Purbandaru, dan mungkin kau mempunyai lebih banyak akal darinya. Aku sama sekali tidak menduga jika nyawaku hanya terpisah oleh sebuah aliran sungai.” Agung Sedayu kembali berjongkok dan memandang wajah Ki Prayoga yang terlihat seperti masih menyimpan rasa penasaran.