Aku penuhi gelas-gelas dengan arak yang memabukkan pada malam gelap. Meringkuk bagai bayi yang merindukan air susu ibunya. Hatiku resah dalam belaian puluhan hawa.
Aku Rahwana, penguasa Alengka dengan kekuatan seribu dewa.
Kekuasaan membuatku gila, bengis pada darah penghianat. Kejam pada mereka yang pemalas. Pedangku membara untuk mereka yang culas.
Bentengku kokoh dengan ribuan prajurit tangguh. Dari barat ke timur, utara ke selatan adalah wilayah kekuasaanku. Semua tunduk pada seruanku. Seruan untuk mendapatkan satu mutiara yang utuh tersimpan dalam hatiku.
Fajar telah terbit. Sama sekali aku tidak menyangka titisan sang dewi telah tergadai pada cinta pemenang sayembara. Dadaku bergemuruh dan membara, aku akan merebutnya.
Dan memang aku merebutnya. Terkadang aku merasakan bahwa upayaku tak lebih dari gores pasir di pantai. Begitu mudah jejak kaki itu hilang saat kau memalingkan wajah dariku.
Aku dapat merasakannya!
Tetapi, oh Shinta, aku tidak menyentuhmu karena aku menghormatimu. Aku menempatkanmu tinggi. jauh lebih tinggi daripada bintang-bintang di khayangan.
Aku menjadi buta karenamu. Aku mencintaimu.
Hari-hariku penuh bara antara menjaga Alengka dan hatimu. Sepenuh hati aku menjagamu dalam hatiku karena aku hanya mampu merasa kemegahan tiada tara.
Cinta
Dan kau adalah Shinta, candu yang tiada akhirnya.
Aku Rahwana, raksasa gagah memiliki kekuatan para Dewa, tapi hatiku tetap manusia yang tunduk pada ketenangan jiwamu Shinta
Tak pernah kurasakan deburan gelora pada Dewi-Dewi Khayangan sebesar cintaku padamu.
Aku penuhi keinginanmu, tapi aku akan melawan Rama satu lawan satu. Pertikaian tak terelakkan demi mendapatkamu seutuhnya.
Saat akhir hidupku, aku melihat getar dari sorot sedih dua bola matamu. Cahaya wajahmu.
Aku melihatnya.
Aku merasakan gelora hatimu. Kau bangga, aku merebut cintamu dengan jalan kesatria. Pertanyaan itu telah mendapatkan jawaban, Shinta.
Oleh Dyna Fatmawati yang meliriskan Rahwana dalam kisah legendaris, Ramayana.
Sumber gambar www. trivialmetal.wordpress.com/2015/08/17/rahwana/