“Aku tidak mau percaya begitu saja pada kabar ini!
Tapi kemana aku harus mencari tahu kebenarannya? Lalu, bagaimana kalau berita ini memang benar? Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku melepaskan Ratri begitu saja tanpa pernah tahu permasalahan yang sebenarnya? Bagaimana dengan hatiku yang terlanjur dibawanya?” tanya di dadaku bersahutan.
Cinta tidak pernah salah. Aku bahkan tidak bisa memilih kapan dan kepada siapa aku jatuh cinta. Rasa ini tumbuh begitu saja tanpa aku minta.
Semenjak itu, saat hati ini menjadi galau dan ketika matahari menjadi saksi yang melihatku membeku, hampir setiap hari aku mondar-mandir di sekitar kelasnya. Berputar-putar layaknya pesawat yang sedang mencari tempat untuk mendarat. Aku berpura-pura mencari seseorang, beralasan hendak ke kamar kecil, atau menuju kantin dengan mengambil jalan memutar.
Aku berkeliaran tidak jelas seperti orang tidak waras kehabisan obat, karena berharap bisa melihatnya walau sedetik saja. Hanya itu, untuk melihatnya! Demi sepasang mata indah miliknya!
Rido temanku, diam-diam menangkap perubahan tingkahku.
“Rupanya ada yang sedang jatuh cinta,” ujarnya menggoda.
“Siapa? Aku? Jangan ngawur, ya!” Aku mengelak.
“Aku kira kamu tidak tertarik pada wanita.” Rido tertawa.
“Eh, aduh!” teriaknya saat penghapus papan tulis yang aku pegang mendarat keras di kakinya.
Seperti umumnya wanita, Ratri juga mempunyai seorang teman dekat yang beberapa kali aku lihat menemani. Kalau tidak salah namanya Wuri. Mereka kerap terlihat bersama dan tampak akrab walau penampilan keduanya sangat berbeda.
Ratri berkulit bersih, tubuhnya langsing serta pendiam. Sedangkan Wuri berkulit sawo matang, bertubuh subur dan periang. Melihat keduanya, ingatanku melayang pada cerita Dewi Srikandi dan Gendhuk Limbuk yang pernah aku baca. Mereka berdua mirip. Aku menangkap kesan, Wuri senantiasa berusaha melindungi Ratri, persis seperti sifat gendhuk Limbuk yang tanpa pamrih selalu siap berkorban membela kepentingan ndoro[1] putrinya.
Apa mungkin karena latar belakang Ratri yang membuat Wuri bersikap seperti itu?
Ah, harusnya aku yang melindungi Ratri. Bukan Wuri atau siapapun juga!
[1] Tuan