Dia terbahak-bahak.
Menggema. Menggetarkan pohon-pohon kering di pekarangan Pak Kemplo.
“Eladalah (kata seru Jawa)! Tobat tobat!” seru Pak Kemplo berlarian dengan dua tangan memegang kening.
Orang-orang yang berada di gardu kampung berlari menyongsongnya.
“Enten menapa (ada apa) Pak?” bertanya orang-orang bergantian.
Pak Kemplo mendadak diam.
Satu demi satu orang dipandangnya bergantian.
“Kalian?” Kembali ia diam. Pak Kemplo mendekatkan wajahnya pada orang-ornag yang mengerumuninya. Dekat dan sangat dekat hingga ujung hidung nyaris bersentuhan.
Ia tergelak. Meloncat mundur lalu bernyanyi.
“Tang ting tung
Lang leng lung
Bang bing bung
Plak keplak gedundung”
Ia meracau namun berirama. Ia bernyanyi namun dengan kata-kata tiada arti.
Pak Kemplo berhenti bernyanyi.
Tak lagi menari.
Telunjuknya menuding pada sekelilingnya.
“Gedang godog.
Gerang goblok”
Kembali ia menari lalu berlari meninggalkan orang yang terpukau dengannya.
Ya. Pak Kemplo.
Pejalan kaki yang tak lelah menyisir trotoar jalanan kota.
Menertawakan sekelompok orang yang belum berhenti menari.
Gamblang memungut belulang.
Polos bertempel belatung.
Sayup-sayup masih terngiang suara Pak Kemplo.
“Gedang godog.
Gerang goblok”