Agung Sedayu menghadapi lawan yang seimbang. Ki Prayoga mampu mengimbangi tataran ilmu pemimpin pasukan khusus dengan lugas dan tangkas. Benturan-benturan yang terjadi membuat uadara sekitar semakin panas dan terkadang bumi terasa bergetar setiap tenaga cadangan mereka harus bertumbuk. Pada waktu itu, keduanya saling mendorong mundur lawan dengan bergantian. Kadang-kadang Agung Sedayu mampu mengurung dan menekan Ki Prayoga, namun tak jarang Ki Prayoga sanggup mendesak Agung Sedayu dan mengekang laju serangannya.
Dan mungkin pertarungan itu akan berlangsung hingga pagi menjelang atau mungkin akan lebihlama lagi. Tetapi keadaan mulai berubah.Mendadak angin menderu-deru keluar dari kibas tangan kiri Agung Sedayu. Ia mulai melepas Tapak Karang dari balik putaran cambuk. Terkadang ia menarik mundur senjatanya agar Tapak Karang terlontar dengan kuat.Namun sejauh itu, Ki Prayoga mampu mengimbanginya dengan tandang yang cukup tangkas. Golok kembarnya sekali-kali mampu mengurung putaran cambuk senapati tanggon pasukan khusus Mataram. Angin pukulan Tapak Karang dapat dibendung cukup baik olehnya.
Dalam waktu itu, Agung Sedayu dengan cepat meningkatkan lapisan tenaga. Ia bergerak semakin cepat hingga seperti kelebat bayangan demit. Namun Ki Prayoga selalu dapat mengikuti pergeseran demi pergeseran yang dilakukan Agung Sedayu. Kemampuannya yang pesat karena petunjuk dari Pangeran Benawa menjadikan Agung Sedayu lebih mapan. Ia lebih tenang setiap melakukan perubahan atau meningkatkan serangan. Bahkan pertahanannya semakin kuat karena pergeseran langkah yang ringkas namun dalam perhitungan yang masak. Karena itu, lambat laun Agung Sedayu lebih bebas dalam melepaskan tenaga yang bersumber dari Tapak Karang. Sekarang, lontaran Tapak Karang mengoyak Ki Prayoga. Berulang ia terhambat untuk bergerak cepat karena dorongan tenaga cadangan Agung Sedayu sangat kuat.
Untuk sesaat ia harus merambat dan Agung Sedayu menghukumnya dengan satu sabetan mendatar!
Ki Prayoga menarik kaki kirinya untuk menghindar tebasan cambuk Agung Sedayu, namun angin pukulan Tapak Karang terlalu kuat untuk ditahan!
Ki Prayoga terhuyung mundur!
Agung Sedayu menjejak kakinya dan meluncur deras menerjang dahsyat. Tidak ada pilihan bagi Ki Prayoga selain membidik lawan dengan goloknya. Satu lontaran deras menyambut terjangan Agung Sedayu sementara Ki Prayoga terdorong jatuh. Lemparan golok terpental setelah menghantam pertahanan Agung Sedayu. Putaran cambuknya terlalu sulit untuk ditembus oleh sebuah lontaran meski dilambari tenaga cadangan. Ki Prayoga cepat melejit bangkit namun Agung Sedayu sudah begitu dekat. Saat cambuknya membentur golok Ki Prayoga, geliat Agung Sedayu begitu luwes lalu satu tendangannya mampu menyentuh dada Ki Prayoga. Kembali Ki Prayoga terpental jatuh dan senjatanya terlepas.. Dan seakan tidak merasakan sesak di dada, ia cepat bangkit. Tata geraknya berubah. Kini ia lebih merunduk dengan dua lutut merenggang dan menyentuh tanah.
“Seorang pengecut akan menghadapi lawannya dengan senjata, meski lawannya bertangan kosong. Tetapi aku bukan penakut, Agung Sedayu!”
“Aku seorang senapati Mataram. Aku akan menangkap dan menghukummu atas kekacauan ini. Tanpa senjata!” Ia melilitkan cambuk ke pinggangnya. Sejenak Agung Sedayu memandang sekelilingnya, ia juga sekilas melihat perkelahian Swandaru Geni.
“Kesombongan akan membunuhmu, Ki Rangga!” Rahang Ki Prayoga mengatup keras. Sorot matanya tiba-tiba berubah. Kehampaan mendadak keluar dari balik pandang mata Ki Prayoga. Sesaat tubuh Agung Sedayu membeku. Ia tidak dapat menggerakkan sedikitpun. Seolah dalam cengkeram tenaga berkekuatan raksasa. Sedangkan Ki Prayoga juga sama sekali tidak bergerak. Meski begitu keadaannya, keanehan masih terjadi. Betapa sorot mata hampa itu mampu mengunci Agung Sedayu.
“Dahsyat! Ilmu yang berbeda denganku. Pancaran ilmu Ki Gede Telengan juga tidak seperti ini!” desis Agung Sedayu dalam hati. Agung Sedayu masih bergeming. Dalam waktu itu, ia membandingkan dengan ilmunya. Pandang mata yang meremas jantung dan mampu megeluarkan sinar yang mematikan. Tetapi ilmu Ki Prayoga berbeda. Cengkeraman bertenaga raksasa itu dirasakan olehnya mulai membelit. Tulang dan dada Agung Sedayu seperti berada dalam lilitan ular sanca raksasa. Lilitan Ki Prayoga semakin kuat. Tulang dada Agung Sedayu bertambah sulit untuk menampung udara.