Aku mengayun rindu ketika melihat lentik jemarimu.
Terlukis dua atau tiga angsa di bawah tirai pipimu.
Aku berkata padamu, “Jangan engkau tinggalkan sepi. Kesunyian bukanlah suara hati.”
Sekali, dua kali, engkau menyibak anak rambut yang jatuh di keningmu.
Ada sekelumit rindu yang menggelayut di matamu.
“Apakah aku yang kau rindukan?”
Tidak! Gelayut rasa itu hanya boleh dalam tanya saja.
Sungguh dia tak akan mampu mengucap kata, meski itu benar adanya.
Demi sebongkah rasa lain yang harus ia jaga, sekarang dan selamanya.
Hingga pelangi tetap berayun manja pada senja.
loading...
bresama Holy Melisa dalam Kelas Dasar Prosa Liris Januari 2020