Meraih.
Ketika aku terhempas jerit suara kebisuan, beberapa terlihat rapuh. Termasuk kamu yang melihatku sedang melayang. Ringan, begitu kau katakan.
Pusaran keheningan kian mencekam. Oh, tubuhku mengawang ke udara. Bait-bait lirih terdengar dari suaranya yang sumbang, “Bila kamu jatuh mereka akan bungah, bila kau tumbang mereka berteriak girang.”
Lalu, aku mengalihkan pandang padamu. Kau biarkan anak rambut bermain di dahi dan mulutmu komat-kamit merapal doa.
“Aku harus bagaimana?” Pertanyaanku hanya terpental ke awan, tiada jawab.
Aku masih melayang, mencari jawab Kau tertawa sengau. Hening mencengkeram semesta.
“Kenapa kau tanyakan sesuatu yang tidak memerlukan jawaban?
Aku terdiam. Sementara sisi hatiku membenarkan ucapanmu. Sesungguhnya jawaban yang aku cari, berada dalam hatiku sendiri.
Namun hatiku hampa, tak ada jawab yang membahana. Semuanya hanya angan tanpa nyata.
“Aku hanyalah debu yang terbang melayang terbawa angin,” sendu menyeruak dalam kalbu.
Menggenggam,
Namun tak ada yang terpegang.
Tak bersisa debu itu hilang tanpa sedikitpun meninggalkan kenangan.
Tak ada yang benar benar kita miliki di dunia ini, begitu juga dengan rindu yang masih ranum dalam hati.
Meski sepi aku tetap membiarkan ia ada di sisi.
Sepi.
Sunyi.
Senyap.
Kosong.
“Mak, aku lapar. Emak masak apa?” tiada sepatah kata keluar dari mulut emak. Hanya punggung tangannya berulang kali menyeka hidung dan mata. Dan sebelah tangannya terus mengulek bumbu.