Kamu Bisa
Ninin, Nur, Pearl, Puji, Upik
Puspa, Rengganis, Riris
Sari, Sekar, Betty, Rini, Wulan
Anakku. Kamu tidak lahir sebagai siksa bagiku. Orang banyak telah mengatakan tentang buruknya kehidupan. Menjadi penjahat bukan tujuanmu dilahirkan.
Kamu, yang mempunyai bakat agung, pernah berkata padaku, ibumu,”Aku ingin terbang melintasi bulan!”
Namun, seribu mata memicing tak percaya. Lidahmu begitu petah, mengucapkan kata tak pernah jelas.
Anakku, aku hanya berharap. Saat memandang ke dalam bening matamu, aku melihat harapan terlukis jelas di sana.
Aku selalu percaya, di dunia ini tidak ada kebetulan. Tidak ada pula yang sia-sia. Semua terwujud dengan maksud dan kegunaan yang termaktub dalam perjanjian agung.
Kutilang hinggap membantu dadap kawin. Angin berembus menolong dandelion merantau. Semuanya memiliki arti. Bahkan kecoak pun pasti memiliki guna. Dan kamu, kamu pasti terlahir untuk sesuatu yang besar dan dahsyat.
Ujaran mereka memang pedas. Sering tajam, mengiris perih. Tapi jangan biarkan hatimu lemah. Jangan hiraukan!
“Ibunya cantik, anaknya kok hitam.”
“Bapaknya pintar, anaknya kok dungu.”
“Kakaknya alim, adiknya kok nakal.”
Tutup kupingmu!
Kamu lebih dari bacot nyinyir mereka yang sok tahu. Yakini itu.
Anakku, rentangkan tanganmu selebar kau bisa. Peluklah semua mimpimu dengan tertawa.
Abaikan saja dengung cemooh yang mematikan semangat. Teruslah menapak dengan sepenuh hati.
Kau, dan seluruh masa gemilangmu…
Biarkan dunia melihat dan mengakui bahwa kau yang terlihat lemah ternyata menjadi kuat, kau yang terlihat lusuh ternyata sangat indah, dan kau yang terlihat hina ternyata sangat istimewa.
“Kemarilah, Nak. Tapakkan kakimu menuju ibu. Sambut rapal do’a dan tiupan di atas ubun-ubunmu.”
Anakku, ketika sepatah kata tak juga terucap sempurna dari bibirmu. Seribu cerca menyembur dari jiwa-jiwa tanpa hati.
Tetaplah tegak berdiri!
Sehelai daun kering tak akan luruh tanpa seizin-Nya. Aku percaya hadirmu adalah karunia. Senyummu menjadi penyejuk jiwa.
“Kepakkan sayapmu, burung pipitku! Rembulan setia menantimu!”
“Kau anak siapa? Pergi! “
Teriris perih hatimu, aku tahu itu. Kemudian titik-titik bening itu akan mulai menghujani pipimu.
“Apa salahku Bunda?”
“Kau tak salah Nak, mereka hanya berusaha mendidikmu dengan kata pedas, agar kau bisa tumbuh dengan mandiri tegas, ” meski serak dan berusaha agar air mata ini tidak keluar.
Percayalah Nak, Tuhan Maha Baik, Maha Adil. Tidak ada ada yang tak manfaat, semua yang Ia ciptakan, termasuk kamu. Kamu adalah cahaya, maka teruslah berpendar tanpa peduli ada bagian bumi yang mengolokmu.
Berjalanlah dan lewati mereka.
Tunjukkan!
Kamu adalah anakku, kamu bisa!
2 comments
Sukak Ki Guru…. ?
I love it ??….Amazing