Padepokan Witasem
Api di Bukit Menoreh, Agung Sedayu, Kiai Gringsing, cerita silat
Bab 2 Jati Anom Obong

Jati Anom Obong 50

Suara burung kedasi menegur Agung Sedayu agar ia kembali sadar pada kedudukannya. Senapati khusus Mataram ini bangkit, beranjak memeriksa lingkungan sekitar gelanggang perang tanding.

“Swandaru?” Nama itu segera mengisi ruang batinnya saat ia gagal menemukan tubuh suami Pandan Wangi. Agung Sedayu memperhatikan satu demi satu orang yang terkapar di sekelilingnya.

“Ke mana temanmu membawa adikku pergi?” setapak kaki murid Kiai Gringsing berada di dada Ki Mandira yang terkapar.

“Berbahagialah, Senapati Pasukan Khusus. Adik seperguruanmu tidak lagi menjadi pesaing yang harus kau perhitungkan,” seringai licik melebar pada bibir lelaki setengah abad itu.

loading...

“Ia adikku,” desis tajam Agung Sedayu.

Sekali Ki Mandira terbatuk. “Ia adalah orang yang akan mengunggulimu dari segi ilmu perguruan Kiai Gringsing. Ia terlibat rencana dalam pembakaran di Tanah Menoreh. Dan kau harus tahu bahwa Swandaru adalah pengatur siasat terbaiknyang aku kenal.”

Agung Sedayu menatap erat kedua manik mata Ki Mandira dalam gelap. Ia menarik kakinya turun. Sambil duduk di atas tumitnya, Agung Sedayu menyimak penuturan Ki Mandira. Ia berkata,” Beri aku uraian yang jelas sehingga menjadi terang bagiku jika Swandaru adalah seorang pemegang belati yang bersembunyi.”

Ki Mandira tidak percaya dengan kata-kata Agung Sedayu. Meski terdengar suara Agung Sedayu yang penuh penekanan dan meyakinkan bahwa ia telah percaya, tetapi Ki Mandira merasa belum cukup. Katanya,”Aku tidak mudah engkau bodohi, tikus Mataram. Bagaimana mungkin kau tidak tahu gerak tingkah adik seperguruanmu sendiri?”

“Ki Sanak. Aku bukan pengasuh Swandaru. Bukan orang yang mendapat tugas dari Panembahan Hanyakrawati untuk mengawasinya sepanjang hari. Justru aku mendapatkan semacam pencerahan ketika kau bicara tentang Menoreh,” Agung Sedayu berkata dengan tangan terkepal. Bibirnya bergetar dengan suara yang seperti menahan gemuruh bising di balik rongga dadanya. ” Banyak kejanggalan yang terjadi sebelum peristiwa itu terjadi. Pengawasan ketat para pengawal menjadi kendur seolah terbuai oleh ketenangan yang dirasa begitu lama. Kau mungkin telah mendengar bahwa tidak ada satu pun kejahatan yang terjadi di sana sampai kebakaran itu terjadi.”

“Betul. Kalian sangat piawai mengendalikan ketenteraman Tanah Perdikan.”

“Kemudian tidak ada petugas sandi Mataram yang mengetahui rencana jahat itu. Kami, oh, bukan tetapi aku telah terlewat mengenai keadaan itu.” Agung Sedayu memandang tanah basah di bawah kakinya ketika hatinya berkata sendiri.

Ki Mandiri tajam menyorot wajah lawan bicaranya. Ia mencoba menggerakkan tubuh, kemudian bibirnya bergerak, “Mulailah untuk belajr menerima kegagalan, Agung Sedayu. Kebakaran pasar induk dan perkelahian yang terjadi di tempat ini adalah tanda bahwasanya engkau tidak mampu. Mungkin sebangsal dalih akan kau gunakan untuk mengelabui mata orang-orang, tetapi kenyataan adalah kenyataan. Dan sekarang, sebaiknya engkau bersiap untuk mati perlahan.” Ia memaksa diri untuk tertawa. Menghempaskan gejolak perasaannya melampaui puncak Merapi dan Ki Mandira tergagap lalu mati.

Tidak ada yang dapat diperbuat oleh suami Sekar Mirah selain menatap mata kosong tanpa cahaya yang membeliak di dekat kakinya. Sehampa tatap mata Ki Mandira, Agung Sedayu terkulai ketika separuh hatinya lenyap bersamaan dengan hilangnya Swandaru Geni.

###

Di Jati Anom.

“Kita telah menerima banyak laporan dari petugas sandi yang berkeliling di sekitar Tanah Perdikan,” Ki Untara berhenti sejenak. Tatap matanya belum beranjak dari punggung para petani yang berjalan meninggalkan barak pasukannya. Kemudian katanya, “Sejumlah orang yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil telah memasuki Menoreh.” Ia mengerutkan kening sambil menunggu Sabungsari mengucap kata-kata. Namun orang ditunggunya untuk bersuara masih terlihat tengah memijat kening.

Lalu Untara berkata lagi, “Aku tidak ingin kita terlambat melakukan pencegahan. Tetapi apabila  mereka tahu pergerakan Mataram, bisa jadi dan boleh jadi, mereka menjadi buta dalam menyerang. Seperti pembakaran pasar dan pemukiman. Keadaan semacam itu tentu sangat mudah mereka lakukan.”

Sabungsari mengangguk, dia mengerti alasan pemimpinnya namun satu atau dua ganjalan tiba-tiba muncul dalam hatinya.” Dan di mana mereka menempatkan diri? Tentu bukan sesuatu yang mudah dilakukan oleh orang yang tidak terlatih. Menyembunyikan sekelompok orang dalam jumlah besar walau terpisah? Sedikit orang yang dapat mengatur siasat seperti itu. Ki Patih Mandraka, Raden Atmandaru dan Ki Untara adalah sebagian kecil orang yang mampu melakukannya. Dua nama adalah sebuah kemustahilan jika berbalik punggung. Sedangkan Raden Atmandaru telah jelas letak kaki dan tangannya, tetapi siapa orang yang berada di bawah kendalinya?” gumam hati Sabungsari menggema dalam kesunyian yang menghampiri mereka berdua.

Wedaran Terkait

Jati Anom Obong 9

kibanjarasman

Jati Anom Obong 8

kibanjarasman

Jati Anom Obong 70

kibanjarasman

Jati Anom Obong 7

kibanjarasman

Jati Anom Obong 69

kibanjarasman

Jati Anom Obong 68

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.