Padepokan Witasem
Api di Bukit Menoreh, Agung Sedayu, Kiai Gringsing, cerita silat
Bab 4 Kiai Plered

Kiai Plered 40 – Pedukuhan Janti

“Mungkinkah mereka bertiga berasal dari padepokan yang sama?” bertanya Sayoga dalam hatinya saat melihat tiga pengeroyoknya ternyata mengeluarkan senjata yang sama. Masing-masing memegang seutas rantai yang belum terurai seluruhnya. Perbedaannya ada pada ujung rantainya. Ada yang berbandul bulat dengan tebaran ujung lancip seperti bola berduri, kail dan besi berbentuk segitiga.

Sayoga dapat melihat jelas bahwa tiga penghadangnya berusia lebih muda dibandingkan orang yang menjadi lawan Dharmana. “Yang berada di tengah mungkin tak jauh dengan umurku,” tebak Sayoga dalam benaknya.

Bentakan dahsyat dari orang yang berada di sisi kanan menjadi awal serangan yang dilakukan serentak oleh tiga pengeroyok Sayoga. Mereka berpencar tiga jurusan, berjarak tiga langkah dari setiap orang, lurus menerjang Sayoga yang telah bersiap dengan pedang kayu menyilang di depan dada. Tiga mata rantai menyambar tubuh Sayoga dengan tiga sasaran yang berbeda. Dari orang berada di tengah dan lurus menghadap Sayoga, ujung rantainya meluncur ke dahi Sayoga. Ujung rantai yang lain dari sebelah kiri mematuk lambung anak muda Menoreh, sementara sambaran tidak kalah gawat datang dari atas mengincar ubun-ubun kepala Sayoga!

Sayoga masih menunggu tiga serangan bahaya itu lebih dekat dengannya. Ia tidak melompat mundur untuk menghindar karena dugaanya adalah dirinya akan kembali berada dalam lingkaran meski lolos dari bahaya. “Orang di sebelah kanan dan kiri akan berbagi tempat, dan aku akan terperangkap di tengah,” pikir Sayoga.

loading...

Sayoga masih menanti agar kian mendekat. Pada jarak yang tidak dapat dikatakan dekat, Sayoga cepat mengganti gerakan dasar untuk mengelakkan titik bahaya dari serangan orang yang berada di tengah.

“Kiri!” teriak orang tertua. Kata yang diserukannya adalah perintah untuk orang yang berada di sebelah kiri Sayoga agar cepat menyergap mangsa dengan perubahan sasaran.

Pekik tajam melengking dari tenggorokan Sayoga. Ia menerjang pemuda yang diincarnya, mendahului sergapan yang datang dari sisi kiri. Dalam waktu itu senjata Sayoga berputar, menangkis sengatan yang mengarah ubun-ubun! Selagi tubuhnya melayang deras, Sayoga melancarkan serangan pada lawan yang datang dari depan. Ia mengulurkan tangan berusaha mencengkeram rantai yang menghantamnya dan berusaha membetotnya agar lepas.

Pemuda itu terkejut! Tidak menyangka Sayoga begitu berani membalas serangannya dengan merebut rantainya. Namun bila ia mempertahankan senjata, itu berarti bagian bawah tubuhnya terbuka. Dan Sayoga akan mudah menghantam lambungnya dengan tendangan yang sangat kuat. Gerakan Sayoga memaksa seorang lainnya membatalkan serangan. Orang itu harus melindungi kawannya dari serangan balasan yang sangat berbahaya itu.

Ki Tarkib, nama orang itu, mengubah haluan senjatanya. Mengarahkan pada batang pedang Sayoga, membelitnya disertai kepalan tangan pada tengkuk Sayoga.

Namun Sayoga begitu gesit mengubah kedudukan. Menggeser langkah ke arah lain, menarik kaki, membatalkan tendangan tanpa melepaskan rantai yang tengah dipegangnya erat. Sepenuh tenaga ia membetot senjata lawannya yang berusia paling muda di antara tiga pengeroyoknya.

Seketika Sayoga menyerang Ki Tarkib dari sudut lain. Begitu trengginas ia menghujani Ki Tarkib sambil membelakangi orang tertua dari musuh-musuhnya.

Melihat Sayoga yang secara mengejutkan dapat lepas dari terjangan bola bergerigi, lelaki yang berusia hampir setengah baya itu melontarkan senjata ke bagian samping tubuh Sayoga. Lontaran yang ternyata teraliri tenaga inti telah mengubah rantai itu sekaku tombak baja!

Ia memekik begitu seram. Lebih mirip auman binatang buas yang menggema dari kedalaman perut hutan.

Sayoga berloncatan, menjauh, menghindari serangan yang kali ini datang beruntun. Bertubi-tubi mendera pertahanannya yang berlapiskan putaran pedang kayu yang sangat cepat dan kuat.  Hingga begitu jauh Sayoga mampu mengimbangi setiap tekanan, namun ia sadar bahwa tidak selamanya dapat bertahan. Lambat laun ayunan pedangnya akan jebol dan perlawanannya segera berakhir menyedihkan!

Maka Sayoga mengerahkan seluruh kemampuannya. Tenaga cadangan yang terkandung dalam ilmu Serat Waja mulai berputar-putar di bagian dalam tubuhnya. Rantai besi Ki Tarkib, yang ketika itu menyilang di depan perutnya, ditangkis dengan pedangnya. Ketika senjatanya terlambari Serat Waja, maka senjata berbahan besi Ki Tarkib pun melekat pada pedang kayu Sayoga!

Tekanan yang dilancarkan Sayoga tidak dapat berlangsung lama. Lelaki muda yang bertangan kosong, berpikir pendek dengan melemparkan tubuh ketika Sayoga membelakanginya.

“Panengah! Hentikan!” perintah Ki Tarkib yang dapat menduga bentuk serangan Panengah yang hilang kepercayaan diri ketika senjatanya dapat direbut Sayoga dan terlempar jauh-jauh.

Sekelebat bayangan melesat lebih cepat di sisi Sayoga. Anak muda Menoreh itu melihat pergerakan dahsyat yang menghampirinya, ia bergeser tempat, lalu dilihatnya bayangan itu menolakkan tubuh Panengah dengan tepukan keras di pundaknya.

Panengah terlempar keluar lingkar petarungan.

“Cah gendeng!” maki lelaki tua itu.

Wedaran Terkait

Kiai Plered – 83 Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 9 – Pedukuhan Janti

kibanjarasman

Kiai Plered 88 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 87 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 86 – Randulanang

kibanjarasman

Kiai Plered 85 – Randulanang

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.