Padepokan Witasem
Prosa Liris

Liris : Merenda Rasa Sakit

Aku, rasa sakit yang tersembunyi di sebuah celah. Selalu siap muncul di saat yang tepat. Mencari mangsa untuk bisa aku sikat.

Sore ini, aku sedang mengincar seorang wanita. Dia, selalu bisa menepis hadirku. Aku akan coba mengganggunya kembali.

Aku lihat dia meringis sambil memegang perut bagian atas.

“Auh! Aku mual, pengen muntah!”

loading...

Wajahnya mulai pias. Aliran darah menjauh dari wajahnya. Badan gemetar, jalan sempoyongan.

“Aku hanya butuh istirahat setelah minum obat,” katanya pada suami yang mencoba menolong.

 

Aku melihat dia mulai menata tempat untuk merebahkan tubuhnya. Bantal dia tata tinggi, dan dia pun merebahkan tubuh di samping anak gadisnya. Tangannya menepuk-nepuk paha gadis kecil.

“Mama masih sakit?” tanya anak gadis.

“Enggak, sudah mendingan kok. Bobok ya,” kata dia sambil tersenyum.

“Senyummu tak akan lama,” bisikku dengan senyum culas tergambar di wajah.

 

Perlahan aku mulai memasuki rongga perutnya. Meremas di bagian kanan bawah perutnya. Wanita itu tetap diam, wajahnya semakin meringis. Aku tahu, dia merasakan kedatanganku. Aku mulai memunculkan rasa sakit dalam tubuhnya. Tangan kirinya mulai menekan ke arah kedatanganku. Tangan kanannya masih terus menepuk paha anaknya. Dia masih berusaha menahan hadirku. Keringat dingin semakin membanjiri tubuhnya. Badannya gemetar. Dia sembunyikan di balik selimut yang menutupi tubuh.

Namun senyum masih dia tampakkan di wajah. Dia mencium kening anaknya.

“Tidur, Sayang,” katanya sambil memalingkan wajah dari pandangan anak gadisnya.

Matanya mulai mengembang, setitik embun turun di ujung mata.

Mulutnya komat kamit sambil terus menekan tempatku berada.

Aku pun semakin bahagia. Menari-nari dan terus bergerak tanpa henti.

Aku tertawa.

Hahahahahaha…. Aku akan terus di sini! Mempermainkan dirimu!

“Jangan sekarang, kawan,” katanya memelas.

Membuat aku sedikit melemah.

“Kenapa? Aku akan terus datang padamu,” kataku tegas.

Dia tersenyum, “Aku tahu, kau akan selalu datang kepadaku. Pernahkah aku menolakmu? Aku hanya meminta jangan serang aku sekarang. Bermainlah di sini, tapi jangan lakukan penyerangan sekarang.”

Ah!

Kamu ga asik!

Aku sedang bahagia, dan kau tak mau bermain denganku!

Kataku berteriak.

“Bukankah kita sudah berteman sekian lama?”

Kembali dia mengajak aku mengobrol.

 

Dia, wanita itu memang berbeda. Sekian lama aku bersama. Tidak sekalipun dia menolak kedatanganku. Tetapi dia berkenalan dan menjadikan aku kawan bercerita.

Pernah suatu kali saking senangnya aku bermain di tubuh ringkih itu, aku membuatnya pingsan. Tetapi dia tidak pernah mengeluh. Dia katakan, aku menerima dirimu sebagai bagian dari hidupku. Sebagai teman untuk berjuang dalam rangkaian ombak kehidupan.

Dia, membuat aku lemah.

Datanglah seperti bintang yang menemani bulan. Mereka akan pergi seiring munculnya mentari.

Aaaaarrrrgggghhhh!!!!

Dia membuat aku bodoh!

Baiklah! Aku terima tawaranmu, wanita ayu.

Aku akan menemanimu hingga esok pagi.

“Jangan lupa pergi saat esok menjelang,” dia kembali meminta.

“Baiklah,” jawabku kesal.

 

Maka pagi ini, aku benar-benar bersiap untuk pergi sementara.

“Mengapa kau belum pergi?” tanyanya.

“Tunggulah sebentar, aku segera meninggalkan dirimu sendiri,” kataku.

“Cepatlah pergi, sahabatku. Kau boleh datang, tetapi jangan terlalu sering. Dan jangan menyerangku. Bukankah kau sayang padaku?” tanyanya.

 

Hhhmmmmm…. Dia memang berbeda. Aku selalu mendatanginya, selalu mengganggunya. Tetapi dia selalu menerimaku tanpa keluhan. Dia selalu mengobrol denganku. Seringkali aku malu. Tetapi aku akan kangen kalau tidak bertemu dia.

Aku, rasa sakit yang mendera. Selalu datang pada waktu tidak terduga. Menemui kalian yang tidak menjaga diri. Bermain di dalam tubuh adalah kesenanganku.

Aku, rasa sakit yang akan merenda sakit agar kalian tahu bahwa kalian masih hidup. Agar kalian tahu arti berjuang untuk hidup.

Berjuanglah! Aku akan menemanimu.

 

Wimala Anindita,

Bandung 190719

Wedaran Terkait

Songsong Bukan Puisi

admin

Sikil nJeber..

admin

Puisi :Peluk Senja di Lereng Lawu

admin

Puisi :  Aku Dalam Birumu

amazingdhee

Puisi : Tertikam Rasa/Lina Boegi

admin

Puisi : Temaram/Winy

admin

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.