Rintik hujan turun perlahan tapi langit tidak menggaungkan suara guruh yang mengguntur. Sesaat kemudian, sambil merenungi pemikiran-pemikiran Panembahan Senapati yang disesapnya dari para sesepuh Mataram,
Iring-iringan panjang orang-orang Padepokan Sanca Dawala bergerak menyusur bagian luar wilayah Pajang. Mereka berjalan semakin dekat dengan pedukuhan Ki Juru Manyuran. Sementara itu, Mpu Rawaja
Namun Arya Penangsang cukup waspada. Meski tidak melihat cara lawan saat akan menyerang dari belakang, Arya Penangsang menggeser kaki sebelah, sedikit menekan lutut, lantas menerjang
Sebatang pohon besar yang terletak di tepi parit sepertinya sedang menawarkan tempat yang lebih baik bagi Agung Sedayu. Bila ia bergeser mendekati pohon lalu merapatkan
ANAK-ANAK berlari-larian di sekitar tratag. Beberapa orang sudah mulai berjualan makanan dan minuman untuk anak-anak. Tetapi mereka tidak membawa dagangan sebanyak biasanya jika ada keramaian,
Simbara bukan lelaki muda yang banyak ditempa pengalaman tempur. Ia tidak dapat dibandingkan dengan Sukra yang sudah melewati berbagai kekacauan yang melanda Tanah Perdikan Menoreh.
“Apakah kita sudah dapat beralih ke pembahasan siasat, Pangeran?” tanya Ki Ramapati. “Saya ingin menyimpulkan akibat pergerakan Ki Sor Dondong serta Ki Garu Wesi di
Kecuali itu, bila Lawa Ijo telah menyatakan diri untuk mengambil bagian dalam pertemuan itu, pastilah bahwa pagi-pagi ia telah mempersiapkan diri. Ini berarti bahwa Lawa
Aku tapaki lagi tangga-tangga stasiun. Aroma bermacam-macam terendus indra penciuman. Bau keringat para budak korporat bercampur pengharum badan pun silih berganti melintasi hidungku. Ditambah aroma
Dalam pikiran Ki Sekar Tawang, Mataram memang sudah berada di dalam jangkauan. Rintangan berat yang mengelilingi Panembahan Hanykrawati tidak tampak lagi. “Meski Mas Rangsang menjadi
error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.