Padepokan Witasem
Pajang, Gajahyana, majapahit, Lembu Sora, bara di borodubur, cerita silat jawa, padepokan witasem, tapak ngliman
Bab 3 Pendadaran

Pendadaran 11

”Kita salah memasuki tempat,” sahut Liem Go Song sambil menggandakan tenaga melindungi jalur pendengarannya. Sedangkan Feng Kong Li bersiap menyerang Ki Wisanggeni meski lebih banyak memperhatikan cara pengawal memegang senjata dan sikap tubuh mereka.

Keadaan yang menimpa empat orang itu tidak terjadi pada pengawal kademangan. Mereka masih berada dalam garis kepungan. Sebenarnya para pengawal itu telah dapat menilai tiga kawan Toa Sien Ting dengan melihat Toa Sien Fing bertempur. Tetapi pengawal-pengawal ini adalah orang Grajegan. Bagi mereka kesetiaan kepada pemimpin adalah kehormatan tertinggi. Untuk itu mereka tidak merasa gentar melaksanakan perintah Ki Wisangeni.

Sebelas pengawal kademangan ditambah tiga penjaga regol rumah Ki Demang mulai membuka gelar. Kepungan itu semakin rapat, dan mereka membuat banyak gerakan untuk mengganggu perhatian lawan-lawannya. Para pengawal saling bertukar tempat dengan meloncat. Terkadang mereka maju dan mundur bergantian.

Sebagian besar para pengawal bersenjatakan pedang. Sebagian lagi menggunakan rantai yang panjang dengan belati pada kedua ujungnya. Pengawal bersenjata rantai inilah yang sesekali menyentakkan rantai berujung belati kecil. Mereka cekatan memainkan rantai seperti lecutan cambuk. Tetapi tidak satu pun lecutan itu dilakukan dengan kesungguhan. Sedangkan,, lawannya paham apabila sikap mereka adalah pancingan saja sehingga nalar budi mereka masih terpusat ke Ki Wisanggeni.

loading...

Demikianlah hingga kemudian Ki Sarwa Jala keluar lalu turun halaman. Langkah kakinya mantap menyentuh tanah. ”Benar yang dikatakan Ki Wisanggeni. Kepungan ini adalah pendadaran sesungguhnya,” kata Ki Sarwa Jala mantap.

Ki Wisanggeni segera menghentikan tawa ketika  mendengar kata-kata Ki Sarwa Jala. Ia melompat turun dari kuda lantas berdiri bersebelahan dengan Ki Sarwa Jala.

Ki Sarwa Jala meneruskan, ”Meski begitu, aku dapat menaksir kemampuan kalian. Aku pun sedikit banyak telah mengenali kalian. Sekarang aku mewakili Ki Demang, silahkan kalian naik pendapa. Ki Wisanggeni akan berbicara beberapa hal penting dengan Ki Sanak semua. Bukan begitu, Ki Wisanggeni?” kata Ki Sarwa Jala dan anggukkan kepala Ki Wisanggeni sudah memberi pertanda bagi empat orang itu.

”Silahkan,” kata Ki Wisanggeni memberi jalan. Para pengawal kademangan membuka kepungan lalu kembali ke barak setelah menerima perintah Ki Wisanggeni.

Ki Sarwa Jala berjalan paling depan, diikuti empat orang asing dan di belakang mereka adalah Ki Wisanggeni. Kemudian mereka berbicara banyak tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan mengembangkan kademangan. Termasuk gelar perang yang dapat diterapkan dalam pengawalan para pedagang.

Pembicaraan di pendapa itu membuat Ki Demang semakin yakin kemajuan yang dapat digapai. Liem Go Song memiliki pikiran yang tidak kalah tajam dari Ki Wisanggeni. Tung Fat Ce sendiri mengagumi kecakapan Ki Wisanggeni yang mungkin setara dengan Kao Sie Liong – pikirnya.

Tanpa terasa hari telah memasuki senja. Di jalan depan rumah Ki Demang, orang yang pulang dari sawah saling tegur sapa berlalu lalang. Mereka telah menunaikan satu karya baru di hari itu. Lelah dan penat seolah tidak dirasakan oleh mereka, para petani itu menempatkan harapan terbaik setelah satu kerja yang baik usai ditunaikan.

Sementara Ki Juru Manyuran menyilahkan tetamunya untuk membersihkan diri dan beristirahat sejenak. Gandok sebelah kanan dan kiri telah disiapkan bagi mereka. Untuk kemudian ketika malam tiba, seusai makan malam, pembicaraan berlanjut. Mereka saling mengukur dan menilai gagasan-gagasan yang muncul dari setiap orang. Hingga akhirnya Ki Demang menutup pertemuan itu.

”Baiklah, kita akhiri pertemuan kali ini. Dan Ki Sanak semua dapat mulai menempati barak pengawal di sebelah timur pedukuhan. Besok pagi, Anda sekalian akan dijemput oleh pengawal dan diantar pula olehnya.”

Ki Wisanggeni bangkit berdiri lalu menyalami Liem Go Song sambil berucap, ”Curahkan segenap kemampuan Ki Sanak demi kademangan ini. Ki Demang, Ki Sarwa Jala dan aku sendiri tidak akan mempersoalkan kehadiran kalian selama Ki Sanak sekalian selalu baik-baik saja.”

”Kami mengerti keinginan Ki Demang dan para kiai. Agaknya mungkin di kademangan ini kami akan berlabuh terakhir kalinya,” kata Liem Go Song.

”Dan bila semua berjalan sebagaimana harapan, kami akan menjadikan kademangan ini seperti kampung halaman sendiri. Kebaikan Anda dan para kiai tidak akan dapat ditukar dengan nyawa kami semua,” Tung Fat Ce menambahkan.

”Semoga begitu. Kami akan berpikir dan berharap yang baik-baik saja,” Ki Sarwa Jala menanggapi.

Kemudian mereka saling meminta diri dan berpisah menuju tempat semula. Ki Wisanggeni memacu kudanya menuju barak pengawal. Begitu pula empat orang asing bergegas kembali ke penginapan.

Malam datang menyelimuti hingga fajar merekah.

 

Bersambung : Bab 4 Tapak Ngliman

Wedaran Terkait

Pendadaran 9

kibanjarasman

Pendadaran 8

kibanjarasman

Pendadaran 7

kibanjarasman

Pendadaran 6

kibanjarasman

Pendadaran 5

kibanjarasman

Pendadaran 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.