Padepokan Witasem
Api di Bukit Menoreh, Agung Sedayu, Kiai Gringsing, cerita silat
Bab 2 Jati Anom Obong

Jati Anom Obong 5

Sayoga yang menyimpan karunia terpendam dalam dirinya segera menyesuaikan diri dengan gelombang serang berbahaya dari Ki Sarjuma serta Ki Malawi. Walaupun ia tidak memiliki ilmu selain Serat Waja dan hanya menerima turunan dari perguruan ayahnya, tetapi Sayoga mampu mengembangkan dan menjadikan keduanya berpadu. Gerakan Sayoga menjadi sulit diduga sekalipun pijak kakinya masih belum beranjak dari dasar gerakan perguruan Ki Wijil.

Langit kemudian mencurahkan air yang cukup deras. Pertarungan yang tidak sepadan pun berlangsung semakin sengit. Ciprat lumpur sesekali berubah menjadi senjata rahasia di tangan Ki Malawi yang terkadang memukulkan senjatanya ke permukaan tanah yang becek. Setiap percik lumpur mendatangkan rasa pedih setiap kali mengenai bagian tubuh Sayoga. Menyadari bahaya yang mengancam dirinya, Sayoga bergeser mendekati bagian yang pepohonan tumbuh lebih rapat. Ia menggunakan batang pohon sebagai tempat untuk mengurangi tekanan dua orang lawannya.

“Berasal darimanakah ilmu yang kau miliki, anak muda?” seringai bengis terlihat dari wajah Ki Sarjuma yang memburu Sayoga di sela pepohonan.

“Mata yang tak pernah terbuka telah nyata menjadi beban bagimu, Ki Sanak!” sahut Sayoga seraya melempar ranting pada lawannya.

loading...

“Aku belum pernah menemui seorang pun yang seusia dirimu dari perguruan besar tapi mampu menahanku sejauh ini,” tukas Ki Sarjuma tanpa mengurangi terjangan. Gelombang serang Ki Sarjuma yang begitu hebat sebenarnya berada di atas kemampuan Sayoga untuk mengimbanginya. Tetapi kecerdasan Sayoga yang mampu menggeser lingkar pertarungan ke bagian yang rapat pepohonan teah menempatkan satu kesulitan tersendiri bagi Ki Sarjuma.

“Benar katamu, Ki Sarjuma!” sahut Ki Malawi yang kemudian membentak nyaring mengulurkan rantai bermata trisula pada Sayoga. “Anak ini ternyata harus dibinasakan lebih cepat.”

Sayoga tertawa pendek. Ia melenting dan berloncatan dari dahan ke dahan, dari ranting ke ranting dan tak jarang ia menyusup di antara sela pepohonan. “Berapa kali Ki Sanak berdua mengulang kata-kata itu?”

“Sombong!” geram Ki Sarjuma yang masih tidak mau mengakui bahwa Sayoga ternyata telah menjadi lawan yang cukup liat. “Aku tidak bermain kata-kata, anak sial!”

“Aku tidak akan menyesali apa yang akan terjadi,” kata Sayoga yang tangkas menahan gempuran Ki Sarjuma, ”kalian akan menyesal karena telah menghadangku hari ini!”

Sayoga kini telah sepenuhnya telah melambari seluruh bagian tubuhnya dengan Serat Waja. Sedikit ia meloncat surut, Sayoga mulai menerjang Ki Malawi yang lebih dekat dengannya. Arus serangan Sayoga begitu kuat dan cepat hingga ujung pedang kayunya nyaris menyentuh kening Ki Malawi.

Ki Malawi menjatuhkan diri dan bergulingan menjauh, keinginan Sayoga untuk memburunya terhalang oleh pusaran senjata Ki Sarjuma yang begitu keras menerjangnya. Ki Malawi seperti minyak yang tersulut api ketika pakaiannya berlepot lumpur. Rasa malu luar biasa mendera Ki Malawi. Ia merasa terhina karena harus berkotor kain justru ketika harus melawan seorang anak muda yang belum berpengalaman tinggi dalam pertarungan. Ki Malawi meloncat bangkit lalu serta merta turut mengurung Sayoga dengan putaran rantainya.

Tidak banyak yang dapat dilakukan Sayoga selain menghindar dan berloncatan menjauh dari gelombang serang Ki Sarjuma dan Ki Malawi yang semakin meningkat sengit. Dua orang pengikut Raden Atmandaru ini sudah tak lagi memperhatikan keadaan dalam diri mereka masing-masing. Keduanya seperti teringat oleh sebuah pesan dari pemimpin mereka di Kademangan Mangunreja bahwa imbalan besar bagi setiap tertangkapnya penyusup dari Mataram.

Dalam waktu itu, Sayoga sudah tak lagi melakukan percobaan untuk keluar dari tekanan berat yang melanda dirinya. Sayoga lebih banyak mengamati olah gerak lawan-lawannya dan mengamati celah kelemahan dari masing-masing lawannya walaupun ia harus banyak berloncatan menghindar, sesekali ia berlari memutari satu dua pohon untuk mengelak serangan Ki Sarjuma dan Ki Malawi.

“Apakah kau takut dengan kematian?” bertanya Ki Sarjuma. ”Jika seperti itu, menyerahlah! Aku akan mengampuni dan membawamu ke hadapan Panembahan kami. Lalu hadiah yang sangat besar akan menanti kami bila kami katakan bahwa kau adalah penyusup yang dikirimkan oleh Mataram.”

Wedaran Terkait

Jati Anom Obong 9

kibanjarasman

Jati Anom Obong 8

kibanjarasman

Jati Anom Obong 70

kibanjarasman

Jati Anom Obong 7

kibanjarasman

Jati Anom Obong 69

kibanjarasman

Jati Anom Obong 68

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.