Kapal-kapal pasukan Ki Sentot pun bergerak meninggalkan dermaga dalam kelompok-kelompok kecil. Jarak keberangkatan antar kelompok telah diatur sedemikian rupa hingga benar-benar luput dari pengawasan para penjaga perairan Majapahit. Bentuk kapal telah disamarkan hingga seperti kapal para saudagar yang biasa melintasi muara Kalimas.
Menjelang tengah hari, kelompok pertama dari kapal-kapal yang berisi pasukan Ki Sentot itu berbelok ke utara, memasuki perbukitan Gunungsari melalui sebuah sungai kecil. Iring-iringan ini berhenti di tepi sebuah hutan kecil yang berjarak belasan tombak dari bibir sungai.. Sejumlah orang bergegas turun dan menyebar cepat untuk mengamati lingkungan perbukitan.
Rombongan yang kedua berhenti tidak jauh dari yang pertama.
Lalu mereka mendirikan perkemahan sesuai petunjuk dari para pengamat dari rombongan pertama. Hari berangsur gelap ketika pasukan Ki Sentot merayap memenuhi perbukitan Gunungsari dengan perkemahan yang bertebaran di lereng-lereng bukit kecil.
*****
Pada malam keberangkatan kapal, Ken Banawa telah memerintahkan petugas sandi untuk mengambil tempat agar dapat mengawasi kapal-kapal yang mempunyai tanda-tanda mencurigakan. Saat bintang besar di langit malam itu mulai bergeser ke barat, Ken Banawa telah menerima laporan bahwa ada sejumlah kapal yang bergerak memasuki sungai kecil di sekitar perbukitan Gunungsari. Secara terus menerus Ken Banawa mendapatkan laporan yang sama termasuk jumlah kapal yang mendekati lingkungan perbukitan.
Ken Banawa telah menempatkan beberapa orang untuk melakukan pengintaian di lingkungan perbukitan Gunungsari. Pada pagi harinya sudah tersiar kabar di pasar-pasar dan rumah-rumah orang Sumur Welut, bahwa pasukan Ki Sentot telah berkemah di lereng-lereng bukit kecil di sebelah selatan padukuhan Karangan.
Persiapan dengan cepat menyergap suasana kademangan.
Sejumlah halang rintang yang terbuat dari bambu dan dahan berduri mulai dipasang pada garis depan berhadapan dengan perkemahan lawan. Sebagian prajurit Majapahit dibantu oleh anak-anak muda dari dua kademangan mulai mengungsikan wanita dan anak-anak. Jerit tangis kesedihan pun memenuhi udara Sumur Welut. Sangat menyayat.
Perpisahan menjadi bahan utama pembicaraan banyak orang. Sebagian besar dari anak-anak harus berpisah dengan kakak, ayah atau kakeknya. Wajah-wajah cemas dalam sekejap memenuhi setiap jengkal tanah Sumur Welut. Hiruk pikuk orang dengan berbagai macam urusan pun memecah angkasa. Dan sebagian mereka pun tahu bahwa hari depan mereka akan ditentukan dari yang mereka lakukan saat ini. Saat musuh sudah berhadapan dengan mereka.
Demikianlah setiap orang di Sumur Welut dilanda kesibukan yang diiringi dengan rasa cemas, sebagian orang dipenuhi dengan rasa marah kepada Ki Sentot. Karena mereka tidak tahu alasan Ki Sentot dengan mengerahkan pasukannya ke Sumur Welut, dan mereka juga tidak tahu penyebab perang. Apa alasannya? Pertanyaan ini mengambil ruang sangat luas dalam benak mereka. Apakah karena kedudukan? Atau harta benda? Atau perempuan? Tidak seorang pun mendapat jawaban. Yang mereka tahu adalah perang akan terjadi.
“Beristirahatlah, Bondan. Tenagamu akan dibutuhkan malam nanti. Sementara ini biarkan Gumilang melakukan pekerjaannya dengan bantuan bala prajuritnya,” kata Ken Banawa.
“Sulit untuk berdiam diri melihat keadaan orang-orang ini, Paman,” ucapBondan sambil menebar pandangan di sekelilingnya. Orang-orang berlarian dengan urusan masing-masing. Namun Bondan tetap harus mengabaikan rasa gelisahnya ketika membayangkan kecemasan yang menghampiri setiap wajah pengungsi yang dilihatnya. Ia harus membulatkan tekad bahwa malam nanti harus melakukan sesuatu yang dapat membantu memberikan rasa aman pada rakyat Sumur Welut.
Maka Bondan pun bergeser menuju tempatnya biasa beristirahat siang hari di dekat rumpun bambu yang bersebelahan dengan sebuah parit.
*****
Sebaliknya pada sepanjang hari itu tidak terlihat kesibukan yang berarti di perkemahan pasukan Ki Sentot. Beberapa senapati hanya mengingatkan kewaspadaan dan perintah untuk menunggu keputusan lanjutan Ki Sentot.
Udara tidak begitu dingin ketika angin yang datang dari barat menyentuh mereka ketika benderang telah beranjak pergi. Meninggalkan ilalang yang mulai dipenuhi serangga malam. Seperti tidak mau kalah dengan bintang di langit, pelita-pelita kecil berupa api unggun mulai menerangi padang rumput di perbukitan Gunungsari.
Di sebuah kemah yang besar, Ki Sentot mengadakan pertemuan dengan sejumlah senapati. Hadir pula Ki Cendhala Geni dan Ubandhana di dalam kemah tersebut. Mereka sedang merundingkan siasat yang akan digelar esok hari.