Padepokan Witasem
Langit Hitam majapahit, silat Bondan, Padepokan Witasem, Gajah Mada, Majapahit
Bab 12 Persiapan

Persiapan 8

“Sampaikan pesanku pada pemimpin kelompok agar menempati kedudukan yang telah direncanakan. Jika mereka menyerang saat ini, kita akan menjepit mereka. Siapkan senjata kalian!“ perintah Ken Banawa.

Semua orang yang mendengar perintah itu menganggukkan kepala lantas bersiap diri untuk perintah selanjutnya.

“Lihat! Apakah Anda juga melihatnya, Tuan Senapati? Ada beberapa obor yang menuju kemari. Tampaknya beberapa penunggang kuda keluar barisan pasukan mereka,” kata seorang pengawas.

Ken Banawa membelokkan kuda menghampiri pengawas. Ia melihat jauh ke arah yang ditunjukkan oleh pengawas.

loading...

“Bondan, Gumilang, Ra Caksana kemarilah! Mari temani aku menyambut mereka. Berikan obormu!” perintah Ken Banawa kepada Bondan dan yang lainnya. Mereka berempat keluar dari Pedukuhan Karangan dan menyongsong kedatangan para penunggang kuda dari pihak seberang.

“Selamat malam, Tuan Senapati,” kata seseorang dari pihak Ki Sentot dan tampaknya orang ini adalah pemimpin dari para penunggang kuda yang keluar dari perkemahan.

“Selamat malam, Ki Sanak. Pesan apa yang menjadi sebab Ki Sanak sekalian keluar dari barisan?” tanya Ken Banawa lugas.

“Kami menyampaikan pesan dari pemimpin kami, Ki Sentot Tohjaya, untuk Ki Demang Sumur Welut dan rakyatnya. Siapakah kalian?” kata pemimpin tadi.

“Siapakah Ki Sanak sekalian yang menemui kami di malam gelap?” tanya Ken Banawa tanpa merasa perlu menanggapi ucapan orang tadi.

“Aku adalah Ki Jayanti.” Ia menghentikan ucapannya dengan wajah memerah. Biadab! Tidak tahu sopan santun, pikirnya. Lalu ia berpaling pada seorang lelaki yang menarik perhatiannya. “Mendekatlah, Anak Muda. Supaya kau dapat melihat dengan jelas muka orang tua yang mungkin besok akan bertemu denganmu di padang ini,” kata Ki Jayanti kepada Bondan.

Bondan mendekat dengan kesiagaan tinggi.

Sebuah kapak terlihat dalam keremangan api dari obor.

“Engkaukah itu Ki Cendhala Geni?” desis Bondan dengan suara bergetar menahan amarah. Bondan ternyata masih belum melupakan kepala Ranggawesi yang diinjak dengan angkuh oleh Ki Cendhala Geni.

“Benar, Anak Muda. Setelah Ranggawesi, besok pagi adalah giliran kepalamu yang menggelinding di sini,” kata Ki Cendhala Geni menebar ancaman.

“Tahan, Bondan!” Ken Banawa segera memerintahkan Bondan untuk menahan diri ketika melihat tangan Bondan bergerak pelan menarik keris.

Bondan pun surut dan berlalu sambil menatap tajam Ki Cendhala Geni. Gumilang melihat manik mata Bondan seperti sebuah nyala api yang sanggup membakar setiap benda yang terlihat olehnya.

Kemudian Ken Banawa berkata, ”Baiklah, Ki Jayanti. Silahkan utarakan pesan Ki Sentot kepada Ki Demang Sumur Welut. Aku akan sampaikan secepat mungkin.”

“Katakan kepada Ki Demang untuk menyerah. Kami akan memperlakukan rakyat Sumur Welut sebagaimana biasa. Dan untuk para prajurit Majapahit dan pengawal Sumur Welut tidak akan ada hukuman. Bahkan kami telah menyiapkan kebutuhan mereka,” kata Ki Jayanti kemudian, ”demikianlah pesan Ki Sentot kepada Ki Demang Sumur Welut.”

“Kecuali seorang anak muda yang bernama Bondan. Maka ia wajib menyerahkan kepalanya kepada Ki Cendhala Geni,” kata Ki Cendhala Geni diiringi derai tawa yang membahana.

Belum selesai Ki Cendhala Geni mengatupkan bibir, sekelebat bayangan sangat cepat menerjangnya.  Tubuh Ki Cendhala Geni lekas melenting jungkir balik di udara, sekejap kemudian terdengar dentang senjata beradu dan mengeluarkan percik api. Penuh amarah, Bondan menyerang Ki Cendhala Geni hingga memaksanya memutar kapak menyambut serangan Bondan.

“Hentikan, Bondan!” Ken Banawa berkata sambil menerobos ke tengah pertarungan.

Demikian pula Ki Jayanti segera melakukan hal yang sama dengan Ken Banawa.

“Dungu!” bentak Ki Jayanti kepada Ki Cendhala Geni, selanjutnya, ”engkau akan menggagalkan rencana Ki Sentot dengan ucapanmu yang bodoh.”

“Persetan!” Ki Cendhala Geni bersungut-sungut lalu kembali menuju kudanya.

Sesaat setelah keduanya menghentikan pertarungan, Gumilang mengajak Bondan menjauhi tempat pertarungan.

“Marilah, kita pergi dari sini. Besok mungkin tenaga kita akan lebih banyak dibutuhkan daripada mengurus satu orang saja,” kata Gumilang sambil mengajak Bondan kembali ke gardu pengawas.

“Baiklah, Ki Jayanti. Dan sampaikan jawaban Ki Demang kepada Ki Sentot Tohjaya,” kata Ken Banawa sebelum menaiki kuda, ”katakan pada-nya, Sumur Welut tidak akan tunduk pada kalian, tidak akan menyerahkan siapapun dan apapun kepada kalian. Sumur Welut akan membakar dirinya bersama dengan lereng-lereng bukit sejauh mata memandang.”

Wedaran Terkait

Persiapan 9

kibanjarasman

Persiapan 7

kibanjarasman

Persiapan 6

kibanjarasman

Persiapan 5

kibanjarasman

Persiapan 4

kibanjarasman

Persiapan 3

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.