“Kita tetap akan menjalankan rencana. Lagipula sedikit latihan ini akan menambah kedalaman yang telah ada dalam dirimu. Selain itu, kita juga dapat mengamati perkembangan pedukuhan ini di malam hari sejak kedatangan tiga orang asing itu. Sepertinya mereka bukan orang biasa, tetapi mereka menyimpan kelebihan yang mungkin saja melebihi kemampuanku,” jawab ayahnya lalu melangkah keluar.
Pada wayah sepi wong, kedua ayah anak itu berjalan menyusuri jalanan yang telah lengang. Sesekali mereka berpapasan dengan para peronda yang mengenal baik kedua ayah anak itu. Bahkan mereka berdua sempat berhenti di sebuah gardu untuk bercakap-cakap dengan peronda yang berada di sana walau sebentar.
“Andai saja Ki Sekar Tawang mau menjodohkan Mangesthi denganku,” seorang penjaga berkata pada kawannya sepeninggal Ki Sekar Tawang dan anaknya.
“Lalu?” sahut kawannya.
“Lalu aku akan berhenti berkhayal setiap hari,” kata penjaga tadi sambil tertawa kecil. Ia tidak melepas tatap matanya dari punggung kedua orang yang baru saja pindah ke pedukuhan mereka.
“Ah, syukurlah. Ki Sekar Tawang tidak menjodohkannya denganmu. Karena jika itu terjadi, maka aku akan kesepian di sini.” Keduanya makin deras tertawa.
Tanpa disadari kedua penjaga itu, sebenarnya percakapan singkat mereka dapat didengar oleh Ki Sekar Tawang dan Mangesthi. Lalu Ki Sekar Tawang menoleh dan tersenyum pada anaknya, seraya berkata, ”Kau telah mendengar mereka berkata tentang dirimu. Memang sudah sepantasnya aku menunaikan kewajiban untuk perempuan seusiamu. Kau mungkin akan menduga jika telah mempunyai pilihan bagimu, dan tentu saja aku juga menduga kau telah menetapkan pilihan.”
Mangesthi menjadi merah mukanya, lalu menyembunyikan wajah dengan pandang mata tertuju pada kedua kakinya yang menapaki tanah. Perasan Mangesthi menjadi berdebar ketika ayahnya tidak melanjutkan kata-kata.
“Aku belum mempunyai pilihan, Ayah. Langkah-langkah kaki ini belum membawaku ke tujuan yang Ayah inginkan. Mungkin Ayah berpikir aku berharap pada Raden Andum Pamuji, tetapi Ayah juga mengerti bahwa hubungan kami hanya sebatas pada pelaksanaan rencana yang gagal, dan itu harus segera dilupakan,” Mangesthi berdesis dalam hatinya.
Lalu mereka tiba di pepohonan bambu yang tumbuh lebat di tepi pedukuhan. Ki Sekar Tawang mendongakkan kepalanya dan melihat bulan seperti sedang tersenyum padanya.
Ia menoleh ke Mangesthi lalu perintahnya, ” Susunlah olah gerak yang menjadi dasar ilmu Sekar Lembayung.”
Mangesthi melangkahkan kaki menuju bagian yang agak lapang dan berdiri tegak memusatkan akal budinya. Ia kemudian tegak berdiri sekokoh batu cadas. Pakaiannya yang ringkas tidak dapat menyembunyikan kesan lemah yang tampak dari tubuhnya yang semampai dan seperti kebanyakan wanita lainnya. Tetapi di balik yang terlihat dari tubuh Mangesthi sebenarnya terdapat kekuatan yang dapat memecahkan batu hitam yang cadas.
Perlahan dan penuh tenaga Mangesthi mulai melakukan serangkaian olah gerak dasar ilmu Sekar Lembayung. Keringat mulai membasahi kening Mangesthi ketika ia baru saja menapak empat gerakan. Tetapi ia terus melanjutkan selapis demi selapis seraya meningkatkan tenaganya. Ki Sekar Tawang manggut-manggut puas melihat setapak kemajuan yang dicapai anaknya.
“Ia tidak akan dapat menggapai lapisan tenaga yang saat ini ia selaraskan jika dua simpulnya masih tertutup,” kata Ki Sekar Tawang dalam hatinya.
Untuk beberapa lama Mangesthi melakukan olah gerak yang sangat pelan tetapi dalam lambaran tenaga cadangan yang sangat kuat. Di tengah keadaan seperti itu, ia merasakan kekuatannya meningkat berlipat. Ia dapat merasakan angin yang berhembus dari setiap olah geraknya. Sedemikian kuat lambaran tenaganya, hingga tanpa terasa tanah yang dipijaknya menjadi garis yang melingkar-lingkar dan membenamkan kakinya sampai batas mata kaki.
Rasa bangga terpancar dari tatap mata Ki Sekar Tawang, untuk kemudian ia mendongakkan kepala. Bulan dan bintang telah bergeser dari tempatnya. Lalu ia berkata, ”Kita akhiri bagian ini. Dari semula gerakan-gerakan itu akan berguna untuk penyesuaian seluruh urat syarafmu. Namun itu bukan berarti engkau akan berada di lapisan yang sama dengan Agung Sedayu. Jauhkan pikiran semacam itu. Berbahaya. Sungguh, ayah berkata sebenarnya padamu.”
Mangesthi lantas menuju pada gerak penutup yang menjadi bagian awal dari imu Sekar Lembayung. Sejenak kemudian KI Sekar Tawang bersama Mangesthi berjalan kembali melalui jalan yang berbeda menuju pedukuhan.
****