Bab 7 - Bara di Bukit Menoreh

Bara di Bukit Menoreh 54 – Agung Sedayu Memimpin Satuan Tempur Pemukul

Orang-orang menahan tawa. Mereka paham hubungan aneh antara Sayoga dan Sukra meski mereka berdua baru saja saling mengenal.

Dharmana kemudian bangkit dari duduknya, lalu berkata, “Saya undur diri dulu supaya persiapan kami dapat dimulai lebih cepat.” Dia menganggukkan kepala pada orang-orang.

Sayoga dan Sukra akan mengikuti Dharmana beberapa saat kemudian. Mereka berdua akan bergerak ketika para pengawal sudah menempati kedudukan masing-masing seperti pesan Agung Sedayu. Selama waktu tunggu itu, pasangan yang dijuluki Alap-alap Kembar oleh pengawal pedukuhan itu akan tetap berada di kediaman Ki Demang Sangkal Putung bersama Kinasih. Julukan itu mereka dapatkan ketika mereka terlibat perkelahian di Gondang Wates dan Karang Dawa. Meski Sayoga dan Sukra menolak karena menganggap itu berlebihan tapi para pengawal tetap dengan sebutan itu sebagai penghormatan.

Matahari seolah tahu bahwa pengawal pedukuhan induk dan kademangan seluruhnya sedang berharap dirinya cepat tenggelam. Maka waktu pun terasa berlalu sangat cepat ketika Dharmana mengayun langkah menemui ketua-ketua regu yang sedang bekerja dengan keahlian masing-masing. Pedukuhan induk cukup berbeda dengan Jagaprayan yang sengaja menutup diri dari hubungan luar. Maka Dharmana pun menjalankan tugasnya seperti sedang perjumpaan yang dilakukan sambil lalu. Demikianlah yang dilakukan pemimpin keamanan pedukuhan induk untuk mengelabui kegiatan para pengawal dari mata-mata yang disebar Ki Garu Wesi. Para ketua regu pun tak segera meneruskan pesan Ki Rangga Agung Sedayu tapi menunggu beberapa waktu seolah-olah sedang menuntaskan pekerjaan. Keadaan itu berjalan hingga gelap menyelubung permukaan seluruh pedukuhan.

Saat malam tiba, para pengawal tak berhenti bekerja dalam tugasnya sebagai penjaga keamanan pedukuhan. Mereka menyampaikan rencana Agung Sedayu dengan kalimat yang mudah dipahami keluarga masing-masing. Segenap rakyat pedukuhan induk akan membatasi kegiatan serta ruang yang biasa mereka gunakan.

“Sepertinya Ki Rangga sudah menyiapkan dengan matang, Kakang,” ucap seorang perempuan pada suaminya yang juga pengawal pedukuhan ketika baru selesai mengutarakan rencana Agung Sedayu.

“Tentu kita harus berterima kasih karena rencana Ki Rangga sepertinya melibatkan seluruh penduduk kademangan, tapi sebenarnya menyelamatkan semua orang,” sahut pengawal itu.

“Lantas, bagaimana dengan Ki Demang serta Nyi Sekar Mirah? Aku kasihan. Bagaimanapun Ki Rangga tentu belum cukup puas menimang putrinya itu,” lanjut istri pengawal.

Pengawal itu menghela napas, kemudian berkata, “Kita sudah tahu Ki Rangga dan juga Nyi Sekar Mirah, Nyai. Beliau berdua tentu sudah memasukkan Ki Demang sekalian pada rencana ini. Marilah, kita berharap agar Yang Maha Kuasa tidak berhenti melindungi pemimpin kita yang bersungguh-sungguh dalam tanggung jawabnya.”

“Iya, Kakang,” sahut istri pengawal lalu mengatupkan mata dengan rangkaian kalimat yang terucap melalui dada.

Sementara itu di rumah Ki Demang Sangkal Putung, Sayoga dan Sukra sudah selesai menata ulang bagian belakang yang terpisah dari bangunan induk. Mereka berdua saling bertanya dan mencari tahu alasan Agung Sedayu yang menempatkan Sekar Mirah dan putrinya di bangunan kecil itu. Lalu mereka pun sampai pada kesimpulan yang sama : bila lawan berhasil menguasai pedukuhan induk, maka rumah pemimpin akan ditempati pula. Dengan keberadaan Sekar Mirah di bagian belakang, maka peluang untuk menyelamatkan diri menjadi lebih besar.

Kinasih pun cekatan membantu Sekar Mirah mempersiapkan segala keperluan si bayi. Waktu yang singkat tapi rupanya dapat digunakan Kinasih untuk mengenal Sekar Mirah lebih jauh melalui percakapan pendek. Dia merasa lega karena kekhawatiran sebelumnya ternyata tidak terjadi. Tiga lelaki muda utusan Agung Sedayu pun bersikap wajar dan sepenuhnya memusatkan perhatian pada bahaya. Begitu pula Sekar Mirah yang sejak awal sudah menepis kecurigaan bahwa ada hubungan istimewa antara suaminya dengan Kinasih, maka dia pun yakin dengan kejujuran gadis itu.

Ketika segala persiapan demi mendukung rencana Agung Sedayu sedang dilakukan di pedukuhan induk, Pandan Wangi pun melakukan hal yang sama. Penjelasan Agung Sedayu cepat diserapnya lalu diterjemahkan dengan baik dengan menggerakkan pengawal secara diam-diam. Yah, walaupun Jagaprayan sedang menutup diri sangat rapat tapi Pandan Wangi tetap meminta segenap pengawal untuk menjalankan perintahnya dengan senyap. Maka perubahan tempat penjagaan dan gardu pengawas lintasan segera terjadi.

Pada waktu itu, menjelang malam, pasukan dari kotaraja menyelinap masuk pedukuhan melalui jalan yang berbeda. Pangeran Selarong memecah pasukannya menjadi beberapa regu lalu pengawal pedukuhan akan memandu mereka untuk menempati kedudukan seperti arahan Agung Sedayu. Selain itu, Pangeran Selarong memerintahkan untuk menyamarkan agar lawan sulit membedakan mereka dengan pengawal pedukuhan. Sebelum itu, Agung Sedayu dan Pangeran Selarong sepakat akan menggabungkan dua pilar mereka dalam satuan tempur dengan gelar yang dapat dimengerti pengawal pedukuhan. Oleh sebab perpaduan siasat itu, maka pergerakan pasukan kotaraja pun mengalir cukup baik hingga pelosok pedukuhan.

Sepanjang malam yang suram itu dan satu hari berikutnya, Pedukuhan Jagaprayan tidak menampakkan gelagat yang menarik perhatian. Semua bagian kehidupan tetap berlangsung dengan wajar.

Tepat pada hari kedua ketika matahari duduk tenang di singgasananya, Agung Sedayu meninggalkan pusat pedukuhan dengan penyamaran sebagai pedagang. Dia berkuda di atas jalur yang memutari Jagaprayan lalu terhubung dengan Watu Sumping melalui jalan setapak yang cukup terjal. Tapi dia akan meninggalkan kuda, lalu meniti jalan terjal itu dengan berjalan kaki. Demikianlah sebelum sore datang menyapa pedukuhan, senapati pasukan khusus itu sudah berada di tempat terlindung. Dia sedang menunggu satu atau lebih dua orang di situ. Setelah beberapa waktu berjalan, pendengaran Agung Sedayu menangkap getar langkah yang cukup halus. Ada orang sedang bergerak mendekati tempatnya bersembunyi.

Yang pertama terlihat olehnya adalah Sayoga dan Sukra. Anak muda yang memang kerap bersama-sama itu masih saja berjalan berdampingan. Di belakang mereka adalah Kinasih yang derap langkahnya tampak tegas tapi tetap dalam keanggunan.

“Mereka sudah datang,” ucap Agung Sedayu dalam hati. Dilihatnya tiga anak muda itu berhenti lalu memandang lingkungan sekitar. Bagus, mereka cukup berhati-hati, pikir Agung Sedayu.

Dari pedukuhan induk, Sayoga menarik napas panjang sambil mengamati suasana sekitar mereka. Demikian pula Sukra dan Kinasih. Masing-masing sedang berusaha menguasai pikiran dan perasaan yang sedikit menggelepar karena sentuhan dari rasa tegang. Mereka mengemban tugas khusus yang sangat berat. Mereka bukan penggembira dari perang yang bakal terjadi. Justru mereka sangat sadar bahwa merekalah ujung tombak dari seluruh rencana yang disiapkan Agung Sedayu bersama Pangeran Selarong dan Pandan Wangi.

Yang terhormat Pembaca Setia Blog Padepokan Witasem.

Kami mengajak Panjenengan utk menjadi pelanggan yang lebih dulu dapat membaca wedaran Kitab Kyai Gringsing serta kisah silat lainnya dari Padepokan Witasem. Untuk mendapatkan kelebihan itu, Panjenengan akan mendapatkan bonus tambahan ;

Kitab Kyai Gringsing (3 Jilid PDF) dan Penaklukan Panarukan serta Bara di Bukit Menoreh (KKG jilid 4) bila sudah selesai. Caranya? Berkenan secara sukarela memberi kontribusi dengan nilai minimal Rp 25 rb/bulan melalui transfer ke

BCA 822 05 22297 atau BRI 31350 102162 4530 atas nama Roni Dwi Risdianto. Konfirmasi transfer mohon dikirimkan ke WA 081357609831

Tanya Jawab ; T ; Bagaimana jika Kitab Kyai Gringsing Buku ke-4 sudah selesai? Apakah akan ada kelanjutannya?

J ; Kami selalu berusaha memberikan yang terbaik demi keberlangsungan kisah..

Demikian pemberitahuan. Terima kasih.

Ketegangan perasaan mereka bertiga semakin bertambah setelah beberapa lamanya belum terjadi sesuatu. Mereka sedang menunggu Agung Sedayu, tapi mengapa senapati itu belum menampakkan diri lalu menemui mereka? Setiap dari mereka bertanya-tanya pada diri sendiri lalu mencari jawaban masing-masing. Kinasih segera mengingat ketajaman pendengaran Agung Sedayu yang luar biasa. Sukra pun menduga bahwa orang yang dicintainya itu sedang menghadapi sesuatu di luar jangkauannya. Sayoga telah menimbang bahwa lingkungan yang dipilih senapati pasukan khusus itu adalah yang terbaik. Itu adalah tempat yang sulit dan jarang dijamah oleh orang biasa atau berkepandaian cukup. Jika bukan karena sangat terdesak atau tujuan yang luar biasa, mengapa seseorang harus bersusah payah mencapai tempat ini?

Kisah Terkait

Bara di Bukit Menoreh 69 – Pertarungan Maut : Amuk Swandaru

kibanjarasman

Bara di Bukit Menoreh 32 – Perempuan yang Bernama Pandan Wangi

kibanjarasman

Bara di Bukit Menoreh 40 – Agung Sedayu Mengintai Jagaprayan

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.