Bayangan hitam itu melesat dengan kecepatan yang sulit diterima akal sehat, sejenak kemudian ia tiba di gerbang kota Pajang. Kiai Rontek tidak dapat melupakan Mas Karebet yang tiba-tiba dapat memenangkan hati Raden Trenggana. Sekalipun Kiai Rontek mengagumi ketinggian ilmu Mas Karebet, tetapi ia mempunyai dugaan bahwa lelaki itu telah membuat rencana licik dengan mengobarkan kerusuhan di Demak.
“Ia tidak akan dapat mengendalikan kawanan Ronggeng Tani jika tidak ada kesepakatan yang terjadi. Meski begitu, siasat Mas Karebet dengan mengusik kejantanan seekor banteng adalah siasat yang nyaris sempurna,” gumam Kiai Rontek dalam hatinya ketika mengingat peristiwa yang menggemparkan Demak belasan tahun silam.
Kiai Rontek tidak dapat mengerti latar belakang kawanan yang sangat tanggguh tiba-tiba saja dengan mudah ditundukkan oleh Mas Karebet. Lantas, ia teringat saat bertemu dengan Ki Ronggeng Tani di tepi alas Tambak Baya. Kiai Rontek menganggap pertemuannya dengan Ki Ronggeng Tani merupakan titik balik perjalanan hidupnya. Betapa sebelumnya ia menaruh rasa hormat dan kepercayan yang tinggi pada Mas Karebet, tiba-tiba menempatkan Mas Karebet dalam kedudukan yang rendah dalam pandangannya.
Kiai Rontek lantas mengayun kakinya, melangkah lalu melewati gerbang kota Pajang. Hari belum begitu terang meskipun orang-orang ramai melakukan kegiatan rutin mereka. Tatap tajam mata Kiai Rontek mengamati beberapa gardu penjagaan dan ia pun memperhitungkan kehadiran para peronda. Ia mengenal lingkungan bagian dalam kota Pajang, oleh karena itu, para peronda dan prajurit jaga tidak mempunyai kecurigaan atas kedatangannya. Bila orang asing memasuki kota Pajang, seketika akan mendapatkan perhatian bila mempunyai ciri pakaian yang berbeda. Namun perhatian itu tidak berlaku bagi Kiai Rontek. Ia begitu tenang menyusur jalan-jalan yang terhampat di dalam kota. Ia terlihat anggun saat menelusuri lorong-lorong sempit dan sedikit gelap di antara bangunan besar di sekitar alun-alun.
Udara begitu bersih ketika matahari bersinar cerah di tengah musim hujan. Sekali-kali Kiai Rontek berhenti untuk bercakap engan satu atau dua orang yang berpapasan dengannya. Sekali lagi, tidak ada pandang mata curiga dari mereka yang diajaknya bicara.
Berita keberangkatan Adipati Pajang menuju Demak telah tersebar di seluruh penjuru Pajang, untuk itulah Kiai Rontek memutuskan untuk bertemu dengan Adipati Pajang. Tidak tergurat keraguan atau waswas dalam hatinya meski telah membawa Pangeran Benawa keluar dari kota. Beragam kabar atau pembicaraan sekerumunan orang yang tentang penyerbuan yang menimpa padepokan Ki Kebo Kenanga, dan Kiai Rontek mendengarnya sepintas lalu. Tatap matanya, yang tersembunyi diantar ikat kepala yang tergerai, memerhatikan dengan cermat suasana di dalam kota Pajang. Tidak banyak kejadian yang menarik perhatian Kiai Rontek selain prajurit Pajang yang berbaris rapi menyusur jalan dan lorong-lorong kota untuk mengamankan keadaan.
Sinar matahari mulai menggatalkan kulit ketika Kiai Rontek telah tiba di sisi utara alun-alun kota, sejenak ia berhenti untuk menata kendali diri. Ketika dirasakannya cukup, ia bergeser mendekati istana Pajang, satu wajah yang tidak asing baginya melintas bersama seorang anak muda yang berjalan sambil menuntun kuda. Namun agaknya lelaki renta itu adalah orang yang dihormati di Pajang, beberapa orang yang berpapasan dengannya pun berhenti untuk memberi hormat.