Keadaan seperti itu berlangsung cukup lama dan telah melewati sejumlah pekan tanpa gejolak. Tidak ada kecurigaan yang terbit di hati orang-orang sekitar padepokan Ki Sura Tenggulun. Mereka telah terbiasa dengan para tamu pemilik padepokan dan sejauh itu mereka pun merasa aman dari penjarahan. Nama Ki Sura Tenggulun lebih disegani oleh para penyamun dibandingkan bekel padukuhan atau ki jagabaya..
Tentu saja keadaan itu dapat terjadi karena sebagian besar penyamun adalah anak murid Ki Sura Tenggulun. Mereka telah menuntaskan penyerapan olah kanuragan di padepokan miliknya dan memilih jalan yang berbeda dengan orang kebanyakan..
Di masa lalu, Sarkandi atau Ki Sura Tenggulun adalah pemangku padepokan dan ia tidak mempunyai banyak murid. Ia memutuskan untuk menutup padepokannya sejak perjumpaannya dengan Ki Sentot Tohjaya. Bertahun-tahun ia menyendiri untuk menunggu waktu yang tepat agar dapat memasuki jantung kotaraja.
Setelah memastikan suasana telah aman bagi kedua orang tamunya, Ki Sura Tenggulun meminta Ki Cendhaa Geni dan Ubandhana segera bersiap.
Kedua orang ini keluar dari halaman padepokan sebelum fajar menyapa langit timur. Mereka menyisir jalan setapak, keluar masuk hutan dan menjauh dari sawah dan ladang. Tidak ada pembicaraan yang terjadi di antara mereka berdua. Meski begitu, Ki Cendhala Geni seolah memberi petunjuk bagi Ubandhana melalui sejumlah gerakan yang ia lakukan. Petunjuk yang sangat berarti bagi Ubandhana untuk mengembangkan kemampuannya.
Matahari cukup tinggi dan menyengat, tetapi arak-arakan mendung sedikit menolong Ki Cendhala Geni dan Ubandhana yang telah memasuki dinding kota Kahuripan.
Sesuai rencana Ki Sura Tenggulun, maka dalam waktu beberapa hari setibanya di Kahuripan, mereka mendatangi satu per satu kelompok-kelompok yang mendukung Ki Sura Tenggulun. Murid-murid Ki Sura Tenggulun yang menjadi pimpinan kelompok memang mempunyai kecerdikan luar biasa. Mereka membuat jalan yang berbeda dengan kelompok lain. Mereka bersarang di dalam kota!
Ki Cendhala Geni menggunakan kekuatannya dan pengaruh Ki Sura Tenggulun untuk memaksa para pemimpin kelompok agar tunduk padanya.
Meski begitu, agaknya mereka tidak ada yang memaksa diri untuk melawan Ki Cendhala Geni. Mungkin mereka telah mendengar rencana Ki Sura Tenggulun atau mungkin Ki Cendhala Geni telah menawarkan hadiah yang menggiurkan, tetapi secara umum penyatuan itu tidak menyebabkan kekacauan yang berujung penolakan.
Melalui banyak pertemuan dan pembicaraan, Ki Cendhala Geni telah berhasil mengatur pembagian hasil dan wilayah bagi setiap kawanan, bahkan tak jarang Ki Cendhala Geni terlibat perkelahian untuk membebaskan penjahat-penjahat yang tertangkap oleh prajurit. Sepak terjang Ki Cendhala Geni dan Ubandhana telah terdengar hingga pelosok Kahuripan dalam waktu beberapa pekan saja.
Bagi mereka, kedatangan Ki Cendhala Geni adalah mimpi yang menjadi nyata. Perkelahian antar kelompok untuk berebut wilayah dan hasil tidak lagi pernah terjadi sejak kedatangan kedua orang tersebut. Bahkan Ki Cendhala Geni dalam masa yang singkat seolah menjadi seorang adipati di Kahuripan.
Dalam waktu yang tak lama, orang-orang – yang mempunyai kegemaran sama – mulai mendatangi Kahuripan untuk berbicara tentang kerja sama. Mereka menyatakan diri tunduk di bawah pimpinan Ki Cendhala Geni. Lambat laun keadaan ini menjadikan sejumlah penduduk pergi meninggalkan Kahuripan. Mereka telah merasa tidak ada keamanan di Kahuripan. Bahkan sejumlah prajurit Majapahit termasuk beberapa pemimpinnya kerap terlihat bergabung dalam kelompok itu.
Keadaaan ini telah tersiar sampai ke telinga para pemimpin Kahuripan. Berulang kali mereka menggelar pertemuan untuk membicarakan keadaan ini, namun belum juga melakukan sesuatu yang dapat mengembalikan rasa aman bagi rakyatnya.
“Mungkin ini saatnya aku meminta bantuan dari kotaraja,” kata Bhre Kahuripan, pada suatu ketika, di depan para senapati. Mereka yang mendengarnya masih diam menunggu kelanjutan kata-kata Bhre Kahuripan.
“Bukankah kekuatan kita masih dapat mengusir mereka keluar, Sri Bhatara Dyah Gitarja?” Seorang perwira berpangkat rendah yang berusia muda berdiri menghadap pemimpinnya.
“Tidak! Kekuatan kita telah berkurang semenjak Tiro Dharma membawa keluar pasukannya bergabung dengan Ki Cendhala Geni,” berkata Bhre Kahuripan dengan sedikit sesak dalam dadanya.