Adalah Pangeran Benawa, yang tidak mengetahui kedatangan Ki Buyut, mengawali serangan dengan satu gebrakan hebat. Ia telah menghafal olah gerak harimau itu dalam waktu yang singkat, dan kini Pangeran Benawa menyerang harimau itu dengan cara yang menakjubkan. Gerakan-gerakan yang nyaris sama namun lebih cepat dari harimau itu sendiri ternyata ampuh untuk menebar kebingungan bagi sang penguasa hutan. Pangeran Benawa menerkam, melompat, bahkan ia dapat dianggap telah berhasil meniru cara berkelahi binatang buas itu dengan baik. Lebih dari itu, sikap tubuhnya ketika berdiri pun hampir seperti binatang berkaki empat dengan dua tangannya yang membentuk cakar. Dengan kecerdikannya, Pangeran Benawa sekali-kali menggunakan ilmu meringankan tubuh dalam pertarungan itu, maka tak jarang tubuhnya lenyap dari pandangan harimau yang berulang kali harus memutar tubuh sehingga tampak seperti berkejaran dengan ekornya sendiri.
Memang yang terjadi saat itu adalah Pangeran Benawa mampu menyerap unsur baru dari gerakan yang sebenarnya asing baginya. Kucing besar itu kian mengganas karena aliran serang Pangeran Benawa yang datang beruntun. Namun sekali-kali taringnya mampu menembus dinding tebal Pangeran Benawa yang berkelahi dengan tekad kuat. Olah gerak Pangeran Benawa nyaris tidak ada bedanya dengan yang dilakukan oleh kucing hutan yang berukuran sama dengan seekor anak lembu. Bahkan ketika harimau itu mengangkat kedua kaki depan maka tubuhnya begitu kokoh dan lebih tinggi dari Pangeran Benawa. Di sisi lain, Pangeran Benawa pun merasa terkejut dengan kemajuan yang dicapainya sementara ia sama sekali tidak merasa melakukan latihan yang cukup keras. Meski begitu, ia dapat merasakan bahwa tubuhnya kini menjadi lebih ringan dan lebih bertenaga.
Hingga pada suatu ketika, kucing besar itu mengayun kaki depan dengan kuku yang berkilat-kilat.
“Kau benar-benar ingin memangsaku!” Pangeran Benawa berseru keras sewaktu ketika cakar harimau itu menembus kain yang ia kenakan. Hangat darah mengalir mulai menggoyahkan keteguhan hati Pangeran Benawa. “Mungkinkah aku akan disantap olehnya?” tanya hati Pangeran Benawa yang beradu pandang dengan sepasang mata beringas harimau yang mencium bau darah calon mangsanya.
Dari tempat lain, Ki Buyut terkejut ketika melihat cucunya yang berlumuran darah tampak sedikit merendahkan tubuh. Satu kaki ditarik lurus ke belakang, satu kaki berbentuk siku tegak lurus dengan dadanya, sedang dua lengan Pangeran Benawa membentang penuh. Dengan jari tangan mengembang, Pangeran Benawa menatap tajam harimau yang menjadi lawannya. Tidak ada pergeseran gerak sewaktu harimau memutari Pangeran Benawa. Bocah tangguh itu masih dalam kedudukan tubuh yang sekokoh batu gunung.
“Deru kematian harus dapat dilewatinya. Ia harus mampu melakukan gerakan yang menjadi pembuka dari bagian akhir Jendra Bhirawa,” gumam Ki Buyut dengan kepala mengangguk-angguk, ”binatang itu seperti mempunyai kecerdasan khusus. Ia tak terburu-buru menerkam lawannya. Oh, sungguh, perkelahian ini tidak akan terjadi lagi dalam seratus tahun mendatang! Dan sekarang Jaka Wening harus mampu mempengaruhi kucing itu melalui segenap ilmunya.”
Walau terkejut, Ki Buyut mengamati tanpa khawatir. Bahkan sepertinya menikmati perkelahian antara cucunya dengan harimau loreng yang tergelar di hadapannya. Dalam penilaian Ki Buyut, olah gerak Pangeran Benawa yang menirukan harimau itu memang belum dapat dikatakan sempurna, namun ia merasa bangga bahwa cucunya ternyata mampu menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar.
Pertarungan lambat laun semakin memudar. Harimau itu perlahan memutari Pangeran Benawa seolah sedang mencari titik lemah dari putra Jaka Tingkir. Meski demikian, Pangeran Benawa tidak bergeser walau setapak! Ia tetap dalam kedudukannya semula namun peristiwa menakjubkan pun terjadi.
Sikap tubuh yang kokoh tiba-tiba mengeluarkan gelombang tenaga yang sangat kuat. Walau tidak berdesir dan mengeluarkan angin, gelombang tenaga itu dengan hebat telah menahan gerak maju harimau. Bila gelombang tenaga itu melintasi bagian punggung harimau, maka yang dirasakan oleh kucing besar itu adalah himpitan yang sanggup menekan bagian perutnya hingga nyaris menyentuh tanah! .
Harimau bergerak semakin lamban. Napasnya mulai putus-putus seolah ada sesuatu yang tidak terlihat tengah mencekik lehernya! Ia tak mampu lagi menggeram, apalagi mengaum!