Padepokan Witasem
Bab 1 Berlayar dari Tuban

Berlayar dari Tuban 5

Ekspedisi Pamalayu

Bab 1. Berlayar dari Tuban

Bagian 5.

AYODHA, Dasarata, dan Sinabung menetap sementara di sebuah dukuh kecil yang masih berada di wilayah Kambang Putih. Di sana, mereka menyewa sebuah kamar penginapan yang disediakan oleh balai desa. Selain lebih menghemat biaya, dengan menyewa satu kamar saja membuat mereka lebih mudah mengatur segala rencana serta siasat kapan saja. Perlulah diketahui bahwa mereka tidak sedang berlibur di sana.

Dusun tersebut boleh dikata cukup asri dan permai. Sawah-sawah terpetak rapi, seiras dengan jalur-jalur irigasi yang membawa air segar di sekitarannya.

Kerbau dan sapi berjalan dalam barisan yang teratur, mereka berada di tangan penggembala-penggembala cilik yang sungguh lihai menggiring hewan ternak.

Ayam-ayam jantan berkokok hampir di sepanjang hari; sedang ayam-ayam betina bersama kanak-kanaknya lebih sering mengaisi tanah mencari makanan.

loading...

Dan janganlah sampai melupakan gadis-gadis di dusun itu yang sungguh teramat jelita! Dengan paras Ayodha yang menawan serta tubuhnya yang kekar bagaikan harimau telah membuat mereka selalu menyapanya dengan manis ketika berpapasan. Berulangkali Dasarata dan Sinabung menasihati pemuda itu agar tidak tergoda barang sedikitpun, sebab itu dapat saja mengganggu jalannya penugasan.

Setelah tiga hari berselang mereka menetap di penginapan itu, Dasarata dengan raut wajah keras meminta Ayodha dan Sinabung untuk berkumpul. Tentu saja permintaan tersebut membuat kedua pemuda itu menjadi cukup heran, sebab tak biasanya Dasarata meminta mereka berkumpul dengan air muka seserius itu.

“Ini sulit dipercaya, tetapi agaknya surat kita telah menemui balasan.” Dasarata membuka pertemuan itu, seperti biasanya, tanpa basa-basi.

Ayodha dan Sinabung langsung tercengang mendengar ucapan itu. Bagaikan petir baru saja meledak tepat di atas kepala mereka. Bagaimanakah tidak? Surat yang mereka kirimkan tiga hari lalu seharusnyalah baru sampai esok hari, dan itu saja sudah merupakan hal yang sangat luar biasa, tetapi bagaimana bisa balasannya sampai pada hari ini pula? Sangat tidak masuk akal!

“Balasan berupa apa? Dan mengapa begitu cepat?” Sinabung yang bertanya, Ayodha hanya mengangguk kecil sebagai pertanda bahwa dirinya mempertanyakan hal yang sama pula.

“Tentang mengapa balasan dapat tiba begitu cepat, aku sendiri tidak sungguh mengetahuinya dan tidak pula berani memberi jawaban hasil penerkaan,” kata Dasarata sambil menggelengkan kepalanya perlahan, “dan perkara berupa apa balasan itu, lebih baik aku menceritakannya saja ….”

 

***

 

MESKIPUN tinggal di penginapan yang telah menyediakan makanan serta air bersih, tetapi tetap ada saja kebutuhan lain yang mesti Dasarata tak bisa dapatkan di penginapan. Untuk itulah, dirinya memutuskan pergi ke pasar yang ada di dusun tersebut demi mendapatkan keperluan tambahan.

Beberapa yang dibelinya adalah bebuahan, lalapan, daging ikan, kacang-kacangan, serta berbagai sayur-mayur yang dapat menjaga kekuatan otot. Sebagai pemimpin dalam tiga serangkai pendekar yang diutus perguruannya untuk menjalankan tugas, Dasarata harus menjaga kesiapan anggota regunya, baik itu dalam hal jasmani maupun rohani.

Setelah memastikan bahwa seluruh barang yang tercatat di senarai(catatan)-nya telah terbeli, Dasarata segera bergegas kembali ke penginapan di balai desa. Namun tak seberapa jauh dari pasar, tetiba saja sekelebatan bayangan mendarat tepat di hadapannya. Langkah kaki pemuda itu sontak terhenti. Seseorang yang berpakaian serba hitam, dengan wajah yang tertutup cadar hitam pula, menghalangi jalannya. Di punggung orang itu tampak sepasang pedang melengkung yang melintang berseberangan.

“Pegunungan Sewu tidak dapat menyembunyikan apa pun maupun siapa pun, jadi katakanlah siapa kau yang telah menantang kami?”

Dasarata masih menjaga kepalanya tetap dingin, sehingga dengan tenang dia dapat menjawab, “Kau berasal dari perguruan itu?”

Orang itu tidak menjawab, tetapi keterdiamannya tersebut telah memberikan jawaban kepada Dasarata.

“Aku Dasarata dari Padepokan Teratai Terbang. Apakah kau membawa pasukan untuk menghadapi kami?”

“Untuk apa kau menantang perguruan kami?” Lagi-lagi, orang berpakaian serba hitam itu tidak menjawab pertanyaan Dasarata, justru balik bertanya.

“Lembu Anabrang membutuhkan kalian untuk menyeberang ke Dharmasraya,” jawab Dasarata yang tidak pula merasa tersinggung.

“Beri kami waktu sembilan hari,” kata orang itu kemudian.

“Terlalu lama. Waktu kami tersisa tujuh hari lagi.”

“Kalian yang terlambat mengabari kami. Sembilan hari adalah waktu tercepat yang bisa kami berikan. Kau mau menunggu atau tidak, katakanlah sekarang.”

Dasarata berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mengangguk sebagai pertanda bahwa dirinya telah menyetujui, maka orang berpakaian serba hitam itu pun berkelebat pergi.

 

***

 

AYODHA memijat keningnya. Meski apa yang diceritakan oleh Dasarata itu terkesan tidak masuk akal, tetapi ia tahu bahwa saudara seperguruannya itu tidak akan mengarang cerita di saat-saat seperti ini.

“Apa yang kuceritakan pada kalian berdua adalah yang sebenar-benarnya terjadi dan lengkap sudah, kupastikan tiada satupun keterangan penting yang aku lewatkan,” tutup Dasarata.

“Jadi, mereka tidak memberi kepastian apa pun?” Sinabung bertanya.

Dasarata menggeleng pelan, cukuplah kiranya menjadi jawaban yang jelas. “Kita hanya perlu menunggu dan berharap agar ketibaan mereka tidak sampai memakan waktu sembilan hari. Jika tidak begitu, Ayodha, aku meminta maaf kepadamu sebab tidak dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan pula telah membuatmu kecewa.”

“Tidak ada yang perlu meminta atau memberi maaf, Kakang. Sungguhlah Kakang Dasarata telah berupaya sebaik-baiknya untuk melaksanakan tugas, dan biarlah aku belajar banyak dari kekecewaanku nanti.” Ayodha berkata dengan jujur, bahwa ia tidak menampik rasa kecewa bila nantinya tak dapat mengikuti Penjelajahan Pamalayu, tetapi berjanji untuk belajar banyak dari kekecewaan tersebut.

Mendengar ucapan Ayodha, yang kemudian dianggapnya sebagai bentuk kedewasaan dari pemuda itu, Dasarata tersenyum halus sebelum mulai memperbincangkan hal-hal penting lainnya.

 

***

 

“Semua ini bermula dari kedatangan utusan Mongol itu tidak diterima dengan baik-baik oleh Sri Kertanegara. Jadilah raja besar mereka, Kubilai Khan yang berkakek Genghis Khan, merasa murka terakibat perlakuan kasar tersebut, yang dengan kemurkaan mereka itu maka serangan besar-besaran bisa datang kapan saja ke Javabhumipala!”

“Ah! Kau terlalu meremehkan Sri Kertanegara. Jikalau dia berani berbuat demikian pada Meng Khi, utusan Mongol yang datang kepadanya saat itu, pastilah Sri Kertanegara telah mempertimbangkan bahwa kekuatannya cukup untuk menghadang serbuan mereka!”

“Mengarang saja dirimu! Kekuatan Javadvipa saat ini tidaklah seunggul di masa-masa saat Kadiri masih berkuasa!”

AYODHA menyesap air jahenya ketika perundingan antara warga dukuh dengan seorang pengembara itu masih berlangsung di dalam kedai. Matahari belum sepenuhnya terbit, kabut masih mengawang-awang, udara dingin menusuk hingga tulang-belulang; mengundang siapa pun untuk berkemul dalam selimut ataupun pergi ke kedai untuk memesan minuman hangat. Sesiapa pula jadi malas bekerja!

Namun ketika air jahe mendingin dengan cepat akibat udara yang terlampau dingin, perundingan itu justru semakin memanas dengan sedemikian cepatnya!

“Ucapanmu sungguh tak berlandasan, wahai orang pengembara yang tak kutahu datangnya! Kau hanya membawa kabar meresahkan dan selalu saja mengagung-agungkan nama Kadiri sedari awal perbincangan kita.”

“Itulah karena aku merasa bahwa Kadiri benar-benar lebih unggul ketimbang Singasari! Andaikata tidak pernah terjadi peristiwa ketika seorang perampok rendahan memberontak, maka sangat mungkin Javadvipa sudah menguasai Dharmasraya sedari dahulu, bahkan bukan tidak mungkin pula menguasai Champa seperti apa yang pernah dilakukan oleh Mataram leluhur kita!”

Sekiranya saya ingin bertanya, ada berapa sajakah pembaca ayodha hingga sekarang?

Wedaran Terkait

Berlayar dari Tuban 6

WestReversed

Berlayar dari Tuban 4

WestReversed

Berlayar dari Tuban 3

WestReversed

Berlayar dari Tuban 2

WestReversed

Berlayar dari Tuban 1

WestReversed

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.