Padepokan Witasem
geger, alas krapyak, api di bukit menoreh, mataram, kiai gringsing, kiai plered, panembahan hanykrawati, agung sedayu
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 49

Keputusan Ki Sor Dondong mencari jalan keluar agar Pangeran Purbaya tak mencampuri perkelahiannya benar-benar berakibat luar biasa! Walau hanya sekilas memandang kejadian yang berlangsung pada lingkar perkelahian Ki Astaman dengan Sabungsari, Ki Sor Dondong menyimpulkan bahwa ia harus melindungi perkelahiannya dari pengamatan panglima pasukan sandi Mataram itu. Dan sejak mereka bergeser tempat, kecepatan gerak Ki Sor Dondong memang semakin sulit diikuti oleh orang-orang berpandangan tajam, termasuk Pangeran Purbaya! Selain berada di lebih rendah dari padang perang Karang Dawa, perkelahian mereka juga terlindungi oleh barisan tidak teratur pepohonan yang tumbuh di sekitar mereka.

Itu adalah perubahan dan pergeseran yang menyulitkan Glagah Putih, sungguh!

Meski Glagah Putih memiliki ilmu yang tinggi ditambah peningkatan kemampuannya dari kitab Ki Namaskara, tetapi medan tempurnya telah berubah. Berada pada garis rendah, Glagah Putih harus lebih banyak memerhatikan keseimbangan agar kedudukannya terjaga. Kemiringan lereng mendatangkan kesulitan yang tidak pernah terpikir oleh sepupu Agung Sedayu itu. Meski daya tahan tubuh Glagah Putih nyaris sebanding dengan ilmu kebal, meski kecepatan geraknya dapat mengimbangi Ki Sor Dondong, namun Glagah Putih tidak mengingkari kelebihan musuhnya dalam membuat rencana kilat.

Berpindahnya perkelahian pada lereng yang agak tajam, gelombang udara panas dari ungkapan ilmu Ki Sor Dondong serta ketajaman angin senjatanya yang sanggup menebas batang pohon dari jarak sedepa, adalah awal dari bencana yang menimpa Glagah Putih!

loading...

Di bawah tekanan hebat Ki Sor Dondong, Glagah Putih menghentak ilmu Namaskara sedemikian kuat. Namun, kitab ilmu Ki Namaskara mempunyai kelemahan yang telak jika berhadapan dengan orang-orang semacam Ki Sor Dondong. Beradu ilmu melalui tenaga cadangan adalah kesalahan yang cukup mampu mengundang bahaya. Ki Sor Dondong dan sebagian besar pengikut Raden Atmandaru bukan termasuk golongan orang-orang yang gemar beradu ilmu. Maka begitu mudah ditebak untuk langkah selanjutnya ; tantangan Glagah Putih akan diabaikan oleh musuhnya.

Benar! Ketika Glagah Putih menyilangkan dua tangan di depan dada, Ki Sor Dondong melambung tinggi, melesat ke samping kiri dan kanan, menggunakan batang-batang pohon untuk mengubah arah luncuran sambil tetap menyambar lawan dengan sepasang tombak pendeknya.  Dengan pola gerak yang tidak beraturan tentu menyulitkan Glagah Putih untuk membidik sasaran. Terlebih lagi, jangkauan tombak pendek sudah cukup menggedor pertahanan Glagah Putih walau daya tahannya sudah ditingkatkan lebih tinggi. Lawannya, Ki Sor Dondong, adalah rajawali kelaparan yang memangsa dengan buas namun piawai ketika melepaskan diri dari jeratan pemburu. Sepasang tombak pendek Ki Sor Dondong seolah berubah menjadi sepasang cakar tajam rajawali yang yang siap menancapkan kuku tajam pada bagian tubuh Glagah Putih. Satu demi satu kemenangan kecil pun teraih oleh Ki Sor Dondong. Terpaksa, dengan sangat terpaksa, Glagah Putih kembali menggunakan olah gerak yang berlandaskan jalur perguruan Ki Sadewa meski terlambat. Betul, Glagah Putih terlambat ketika beralih jalur gerakan.

Meskipun Glagah Putih dapat menguasai ilmu Namaskara dengan nyaris sempurna, tetapi itu adalah  pengetahuan tentang cara menghimpun tenaga cadangan lalu dinyatakan sebagai senjata yang dahsyat. Dalam perkembangan pengetahuan kanuragannya, Glagah Putih belum menemukan jalan untuk memadukan tiga jalur yang menjadi sumber kekuatannya. Jalur perguruan Ki Sadewa, Ki Jayaraga dan Ki Namaskara belum berpadu serasi di dalam tubuh Glagah Putih sehingga setiap kebutuhan untuk peralihan jalur ilmu, Glagah Putih membutuhkan waktu sedikit lama sebelum benar-benar menghentak kemampuan terbaik.

Taman Sriwedari

Pergeseran tempat perkelahian itu ternyata tidak lepas dari pengamatan Pangeran Purbaya. Dengan mata sedikit memicing, putra Panembahan Senapati terlihat sungguh-sungguh ketika membuat pengamatan di dalam pikirannya.  Kemunduran lawan memang dapat dianggap sebagai kemenangan, itu adalah landasan yang baik untuk menjaga jiwani para pengawal kademangan. Namun, pada bagian yang lain, keputusan Ki Sor Dondong melepaskan Karang Dawa menjadi perihal yang patut diperhitungkan. “Pada akhirnya, Mataram berhadapan dengan musuh yang benar-benar kuat pada banyak sisi. Mereka cukup cerdas menempatkan diri lalu mengambil kesempatan ketika waktu sudah menjelang. Mereka tak segan melepaskan kemenangan setelah melumpuhkan beberapa orang pilihan. Hmmm, sudah tentu mereka tidak akan dapat membuatku tidur walau barang sejenak,” gumam Pangeran Purbaya dalam hatinya.

Dari sisi luar, dari sekitar garis pertahanan pasukan Raden Atmandaru, mendadak pecah suara orang-orang berteriak seperti kesetanan! Secara mengejutkan, Mangesthi muncul mendadak bersama sejumlah orang-orang yang terluka lalu menghantam bagian depan pengawal Gondang Wates.

Pangeran Purbaya mengerutkan kening, Rahangnya mengeras. Ini pilihan yang sangat sulit karena dalam waktu yang hampir sama, Pangeran Purbaya pun sedang memantau perkembangan Glagah Putih dari waktu ke waktu yang semakin sempit. Sejenak ia merasa mendapatkan kelonggaran ketika Ki Demang Brumbung menggaungkan perintah mengubah gelar!

“Wulan Tumanggal! Wulan Tumanggal!” Aba-aba itu kemudian terdengar bersahutan lantas diikuti pergerakan yang sesuai oleh pengawal kademangan yang dipimpinnya.

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 92

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 91

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 90

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 9

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 89

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 88

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.