Dua orang itu adalah benteng terakhir mereka dan pula senjata yang utama bagi dua pihak. Lalu, apa yang akan terjadi bila salah satu dari mereka harus terpental kemudian tenggelam? Maka, degup jantung mereka semakin kencang memukul-mukul rongga dada.
Di balik tatap mata yang menerawang jauh menembus batas, Ki Tumenggung Prabasena membuat perkiraan lain bila Raden Trenggana menjadi pecundang dalam perang tanding tersebut. Arya Penangsang akan muncul pada saat yang tepat, pikirnya. Ini bukan memanfaatkan kekacauan yang mungkin terjadi di pusat kotaraja Demak, tetapi bermuara pada kekeliruan Raden Trenggana membuat keputusan. Dalam waktu itu, Ki Tumenggung Prabasena mencoba membuat perbandingan antara kemampuan Gagak Panji, Raden Trenggana serta Arya Penangsang. “Sulit dibandingkan karena masing-masing mempunyai kekhususan,” desis Ki Tumenggung Prabasena dalam hati. “Lantas, Adipati Hadiwijaya sendiri pun akan menjadi orang yang harus dibedakan pula walau ia tidak mempunyai keterampilan gelar dalam pertempuran di atas laut. Tidak ada yang lebih kecil dari mereka berempat. Bila Trenggana kalah pada malam ini, Angger Arya Penangsang akan semakin sulit didekati oleh orang-orang dekat Trenggana. Tentu mereka akan menjauh dari Jipang. Ketika itu terjadi, siapa yang akan menghalangi Angger Penangsang?”
Ki Tumenggung Prabasena menarik napas panjang ketika mencapai titik akhir renungannya. Dalam hatinya, ia sama sekali tidak berpikir untuk memberi dukungan pada Arya Penangsang. Meski tidak pernah setuju dengan keputusan Raden Trenggana terkait dengan Blambangan, Ki Tumenggung Prabasena dapat memahami landasan berpikir lelaki yang juga kerabatnya itu. Mengembalikan kejayaan Majapahit bukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan, namun itu tidak harus dengan penguasaan paksa wilayah-wilayah bawahan. Bukankah juga tidak ada jaminan jika kemudian Arya Penangsang ternyata memendam hasrat yang sama dengan Raden Trenggana? “Semoga aku tidak mengeluarkan tanggapan atau pendapat yang salah dan dapat melukai perasaan banyak orang,” desah harap Ki Tumenggung Prabasena dalam hati.
Mungkin, nantinya dalam perjalanan waktu, akan muncul seseorang atau sejumlah orang yang akan mencabut jantung Demak. Dan mereka atau orang itu akan berada di belakang Arya Penangsang atau pihak-pihak yang tidak ingin melihat kebangkitan Majapahit. Siapa tahu? Sejumlah laporan sandi telah diterima Ki Tumenggung Prabasena tetapi belum dibicarakannya dengan Gagak Panji maupun Pangeran Parikesit atau kerabatnya yang lain. “Biarlah, kami semua akan menunggu hasil akhir keputusan Raden Trenggana,” pikirnya kemudian.
Sementara itu, Semambung berulang-ulang berdecak lidah karena ketegangan yang luar biasa. Ia pernah menjadi kawan latihan Gagak Panji, tetapi itu sudah tentu bukan lontaran kemampuan yang sesungguhnya. Lalu, serangan Raden Trenggana? Ini membuat Semambung merasa seolah-olah tidak sanggup lagi berdiri di atas geladak kapal. Meskipun Semambung mempunyai kemampuan yang mengerikan, namun menyaksikan tandang Raden Trenggana, karib Gagak Panji itu merasa kemampuannya masih seujung jari pemimpin Demak. Melihat pertempuran yang terjadi jauh dari lepas pantai, Semambung merasa seolah sedang menyaksikan perang tanding yang hanya dapat terjadi di dalam mimpi.
Di atas permukaan laut.
Tubuh Gagak Panji dan Raden Trenggana terungkus di dalam segumpal air yang berukuran besar. Gumpalan yang seakan-akan menjadi pembatas dalam pertarungan jarak dekat yang sangat dahsyat, namun sebenarnya tidak seperti itu walau mata wadag mengesankan demikian. Air bukan benda padat dan kaku, maka perkelahian pun terlihat aneh! Kadang-kadang air begitu lentur mengikuti gerak tubuh yang bergolak di dalamnya. Kadang-kadang pula Gagak Panji atau Raden Trenggana melesat keluar dari gulungan air, kemudian menukik, memecah gumpalan dengan serangkaian pukulan jarak jauh! Ketika itu terjadi, maka ribuan bulir air terpercik, berhamburan dalam keadaan kaku dan sangat tajam, berterbangan hingga mencapai beberapa kapal yang berada di sekitar pertarungan. Beberapa di antaranya sempat terguncang pada saat ribuan air beku menancap pada lambung kapal.
Pertarungan berlangsung hingga malam berangsur larut tetapi belum dapat diperkirakan mengenai orang yang menjadi pemenang. Apakah Raden Trenggana ataukah Gagak Panji? Kenyataannya adalah tubuh mereka mendadak lenyap ketika gumpalan air meledak hingga menimbulkan gelombang yang bergulung-gulung menyerbu bibir pantai! Ribuan prajurit kebingungan dengan kejadian yang menyebabkan kapal-kapal seolah berada di dalam pusaran badai yang menggila. Beberapa kapal perang saling bertabrakan. Sejumlah perahu milik kedua belah pihak mengalami kehancuran ketika banyak bagian remuk dihantam ombak yang berkekuatan raksasa.