Padepokan Witasem
Pajang, Gajahyana, majapahit, Lembu Sora, bara di borodubur, cerita silat jawa, padepokan witasem, tapak ngliman
Bab 4 Tapak Ngliman

Tapak Ngliman 13

Keributan yang terjadi di halaman banjar terdengar oleh orang-orang yang tergabung dalam kelompok Ki Gancar Sengon. Mereka mempercepat langkah kemudian menyaksikan pertarungan yang tidak lagi seimbang. Sejak meninggalkan regol padepokan, mereka menduga bahwa orang-orang Ki Kalong Pitu akan menguasai para pengawal Menoreh yang tidak bersenjata dalam waktu sekejap. Namun kenyataan terbalik! Sekarang mereka justru melihat kelompok Ki Kalong Pitu justru terdesak padahal mereka dibantu pengawal pedukuhan.

Dalam pertempuran itu, beberapa anak panah yang dilontarkan Bondan tepat mengenai bagian tubuh yang berbahaya. Tiga orang di antaranya membujur kaku, dan tiga anak panah lainnya menembus lambung tiga pengawal pedukuhan. Delapan belas orang terdesak hebat oleh dua belas orang-orang Menoreh yang dibantu oleh Bondan dan Ki Hanggapati.

Ki Kalong Pitu mengeluarkan kata-kata kotor ketika Bondan meluncur cepat menerjangnya. Ikat kepala Bondan meliuk-liuk seperti ular yang akan memagut leher korban. Ki Kalong Pitu terkejut dengan lawannya yang masih muda namun mahir menggunakan sehelai kain sebagai senjata. Ki Kalong Pitu – yang pasti tidak ingin membiarkan tubuhnya menjadi mangsa empuk Bondan – segera balas menyerang Bondan dengan sambaran rantai berbandul besi berduri pada ujungnya. Ia melompat jungkir balik di udara menjauhi Bondan Bersamaan tubuhnya yang masih melayang tinggi, ia mengurai rantai yang dililitkan pada pinggangnya.

Bondan mengejar lawannya tetapi sebuah besi bulat melesat ke arahnya selagi Ki Kalong Pitu belum menginjakkan kaki di tanah. Cekatan ia membuang diri ke samping, namun keadaan Bondan yang belum seimbang dengan baik dimanfaatkan Ki Kalong Pitu melakukan gebrakan untuk pertama kali.

loading...

”Lihat seranganku. Kau akan tahu siapa sebenarnya Ki Kalong Pitu!” bentakan nyaring melengking keluar dari tenggorokan Ki Kalong Pitu. Pendar hitam dari rantai besi Ki Kalong Pitu yang berkisar sangat cepat membebat rapat tubuhnya. Bondan kesulitan menembus batas pertahanan Ki Kalong Pitu. Udengnya tidak lagi  leluasa menyambar leher dan dada lawannya. Tiba-tiba bandul besi keluar dari putaran menghantam dada Bondan. Bondan cepat memiringkan tubuh ke samping lalu memukul bandul besi itu dengan telapak tangan kanan mengembang.

Ki Kalong Pitu terkejut bukan main ketika benturan yang terjadi itu justru mengayunkan bandul besi ke arahnya. Ia adalah salah seorang tokoh yang mumpuni di sepanjang lereng Gunung Wilis. Pengalaman panjang sebagai salah satu pemimpin padepokan tidak membiarkan bahunya terhantam senjatanya sendiri yang meluncur lebih cepat. Ia memutar tubuh untuk menghindar, dan bersamaan dengan itu, ia melontarkan ujung lainnya mengarah ke dahi lawannya.

Begitu dekat malapetaka yang segera datang menjemput Bondan. Dahinya hanya berjarak kurang dari sejengkal, Bondan menjatuhkan diri menghindar dari  ancaman maut, sehelai tipis bandul besi yang bergerigi itu nyaris merobek kulitnya. Ia menggulingkan tubuh menjauh dari jangkauan rantai besi Ki Kalong Pitu lantas melenting ke atas hentakan kedua tangannya.  Lawan Bondan tidak melepaskan sasarannya, bergantian bandul besi itu bertubi-tubi berusaha menjangkau tubuh Bondan.

Bondan meningkatkan gerakannya lebih cepat. Lambat laun ia mampu mengimbangi lontaran demi lontaran bandul besi yang mengejarnya. Bondan melejit ke samping kiri, memutar lengan dengan ikat kepala melecut pesat menusuk ke arah dada lawannya. Ki Kalong Pitu berjungkir balik lalu cepat membalas serangan Bondan. Pertempuran seru pun  terjadi. Mereka keduanya saling melilit dan melibat dahsyat. Tetapi keduanya masih belum merasa perlu untuk membenturkan kekuatan lebih keras.

”Anak ini sungguh hebat. Di mana ia berguru?” gumam Ki Kalong Pitu. Ia heran dengan kemampuan Bondan  mengolah gerak sehelai kain dengan kekuatan dahsyat, sedangkan ia melihat keris terselip di bagian bawah punggung Bondan. ”Apakah kau simpan kerismu itu untuk memotong kayu di dapur?” kata Ki Kalong Pitu memancing Bondan.

Bondan sama sekali tidak menghiraukan kata-kata lawannya. Ia justru mengebutkan ikat kepala menusuk mata. Ki Kalong Pitu memiringkan kepala menghindari tusukan dari ujung ikat kepala. Tetapi kebutan itu disertai lambaran tenaga yang sangat kuat sehingga keluar bunyi ledakan yang menggetarkan urat pendengaran Ki Kalong Pitu. Sekejap telinga lawannya berdenging keras dan sedikit sakit dirasakan pada gendang telinganya.

Wajah Ki Kalong Pitu menjadi pucat terkejut dengan perubahan gerak yang mendadak dan hampir meretakkan kepalanya. Bukan hanya itu, satu sabetan mendatar dilepaskan Bondan meluncur ke arah leher lawannya. Tak ingin lehernya terbelit hingga patah, ia menundukkan kepala. Ikat kepala itu akhirnya melintas di atas kepala menebas angin.

Namun Bondan telah siap menyambut kepala lawannya dengan telapak tangan mengembang menuju kening lawannya. Dua serangan beriringan cepat memaksa Ki Kalong Pitu meloncat surut namun gerakan itu terbaca oleh Bondan yang lebih cepat menjulurkan kaki kirinya mengenai pundak kanan lawannya. Dorongan kaki Bondan itu dijadikannya sebagai pijakan untuk melenting ke belakang.  Ki Kalong Pitu terpental sedikit jauh ke belakang dan merasa tulang pundaknya seakan patah. Ia berdiri dengan terhuyung-huyung sambil memegang pundaknya yang tulangnya seolah akan lepas.

Wedaran Terkait

Tapak Ngliman 9

kibanjarasman

Tapak Ngliman 8

kibanjarasman

Tapak Ngliman 7

kibanjarasman

Tapak Ngliman 6

kibanjarasman

Tapak Ngliman 5

kibanjarasman

Tapak Ngliman 4

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.