Padepokan Witasem
kepak sayap angsa, padepokan witasem, prosa liris
Prosa Liris

Liris : Aku adalah Anak Ibu!

Liris yang dibentuk dari huruf awal WARI..Setiap peserta wajib menulis kata dengan berawalan salah satu dari huruf kapital WARI..dalam satu kalimat..

Kami berkembang.. kami mendukung semuanya.. kami bekerja sama..

Inilah persembahan kami untuk Indonesia!

dari kelas prosa liris Wonderland..

loading...

=====================

 

Walau aku rambati jalanan kota, aku adalah anak rimba.

Garang menantang. Memeluk Rex, atau mengelus Boy, adalah kelebihanku.

Panas dan hujan menjadi sahabat setiaku.

Waktu aku rawat inap, Ibu tak henti menangis. Namun ayah tetap tegar. Dalam diamnya, selalu terucap doa. Ayah selalu menunjukkan wajah penuh semangat didepanku. Agar aku kuat, meskipun tubuhku lunglai tak berdaya karena kaki dan tangan yang patah. Mata ibu sembab meratapi kenakalanku yang selalu saja bermain di atas pohon dan memanjat hingga puncak tertinggi.

“Nduk, kamu itu perempuan. Bermainlah boneka dan masak-masakan seperti anak-anak perempuan lainnya!” ujar Ibu kala itu.

Aku tetap membandel.

Ibu meratap. Aku melihatnya di balik wajahnya yang ayu.

“Apa salahku, bisa punya putri sepertimu?” Ibu tergugu. Pilu.

Aku membantah dalam hati. Rex dan Boy adalah sahabatku. Aku tak akan pergi.

Pada saat yang berbeda, ibu sering mengatakan, “Wanita adalah ratu istimewa. Di mana pun ia berada.” Lirih. Ibu merintih. Aku mendengarnya. Lidahku kelu.

Ayah datang disaat yang tepat. Selalu menjadi penyemangat bagiku.

“Bu, justru karena wanita itu ratu istimewa, maka wanita harus kuat.” Kata ayah

“Jadi anak ayah boleh berteman dengan siapa saja, boleh bermain apa saja. Asal, tidak menyalahi kodratnya sebagai wanita.” Lanjut ayah.

“Kau lihat? Meskipun ia berteman dengan Rex dan Boy, itu adalah cara dia belajar menyayangi anak-anaknya kelak. Ibu tenang saja, anak kita istimewa.”

Mataku berkaca-kaca atas pembelaan ayah. Lalu aku menatap ibu.

“Bu, aku janji akan jadi anak yang istimewa,” kataku.

Ibu memelukku. Ketulusannya menyusup hingga pembuluh darah. Begitu halus.

Syukurlah ada Ayah!

Aku bisa berada di tengah-tengah

Turuti kata Ibu

Namun tetap lekat dengan rimba itu

Aku mengenal Rex dan Boy, layaknya bermain bola dan layangan

Berkancut gambar bola dan robot.

 

“Kau tak perlu memanjangkan rambut, Nak!”

Ah, Ayah mengerti kalau aku kegerahan.

 

Kebun samping bagian terindah.

Melihat cangkang pecah lalu terdengar cuitan kecil.

“Ayah! Ada kehidupan baru lagi!”

“Itu awal, Nak. Lihatlah, akan kutunjukkan sebuah akhir napas.”

Seekor ayam majir nan montok, berakhir pada bilah kilat.

Di kebun samping ini, aku, Ayah, Boy, dan Rex berpesta ayam panggang.

“Jangan kau sisakan nasimu, Nak! Kau tak pernah tahu dari butir nasi yang mana keberkahan akan kau dapat,” ujar Ayah mengingatkan. Ia menyuapi tiga suap nasi yang tersisa di atas piringku.

Aku tahu.

Waktu adalah rahmat indah-Nya

Tak mudah bagiku untuk benahi diri

Aku membatu dan merindu selalu dengan rimbaku

Aku akan penuhi harapan ibu.

 

Sumber gambar https://lifestyle.kompas.com/read/2013/12/21/1455293/Inilah.Bedanya.Doa.Ibu.dan.Anak

Wedaran Terkait

Songsong Bukan Puisi

admin

Sikil nJeber..

admin

Puisi :Peluk Senja di Lereng Lawu

admin

Puisi :  Aku Dalam Birumu

amazingdhee

Puisi : Tertikam Rasa/Lina Boegi

admin

Puisi : Temaram/Winy

admin

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.