Padepokan Witasem
kepak sayap angsa, padepokan witasem, prosa liris
Kepak Sayap Angsa

Sepenggal Kisah Tentang Kita

Senja telah merekah. Matahari menuju peraduan, merah saga menghiasi dan membuai setiap insan yang menikmati. Senja ini adalah milik mereka, empat orang sahabat yang mencoba hidup di alam bebas meski hanya semalam. Sepenggal cerita tercipta.

“Minten! Kau bawa apa untuk piranti memasak kita malam ini?” teriak seorang gadis dengan rambut kuncir kuda.

“Sebentar Minah, sabar atuh lah. Aku sudah bawa minyak, supaya kita dapat menyalakan api untuk menghangatkan tubuh malam nanti!” seru Minten, si gadis berkepang dua. Aku ditempatkannya di botol besar berwarna putih. Akulah yang akan membantu mereka membuat penerangan, aku adalah minyak.

loading...

Cerita Wimala

“Nyak! Ingat ya, buatlah api yang besar dan mampu menghangatkan semua orang. Jangan bikin aku malu. Kau tak bergaul dengan air sebelum kita berangkat, kan?” Dia memandangku dengan mata melotot. Beruntunglah, aku memang tidak bergaul dengan air atau segala yang mungkin mengganggu kinerjaku malam ini. Dia Minten, gadis manis yang baik hati namun sedikit galak kepadaku.

“Nyak! Galak sekali sih majikanmu itu. Matanya bak pisau yang menyayat! Lihat aku, dong. Santai! Sama seperti majikanku yang santai. Padahal dia adalah manusia terganteng di sini. Lihat tuh! Paijan yang duduk manis sambil makan cemilan. Matanya hanya pandang sana sini. Enak kan, makanya dia juga tidak banyak perintah kepadaku. Aih, bahagianya diriku! Paijan memang yang terbaik!”

“Halah! Kamu itu sombong! Kamu masih santai, karena memang belum dibutuhkan! Kamu tahu kan, Por! Tanpa kami, kau tak akan berfungsi sama sekali! Cuma kompor, tapi kelakuanmu bak sultan kerajaan Ngaweawe! Dasar kompor! Hanya duduk diam saja kok merasa sudah paling keren. Coba kau pikir kembali arti kehadiranmu di sini! Apakah kau mampu bekerja sendiri?

Tidak!

Tentu saja tidak!”

“Sstt… sudah, sudah. Gas, jangan marah saja! Kalau kau marah kemudian menggelembung besar, kita semua bisa mati keracunan, kan? Biarkan saja kompor memaki majikanku. Dia tetap tidak akan pernah bisa memenangkan piala dalam hidupnya. Bukankah Kompor sedang membantu Paijan mencari perhatian Marpuah? Jadi tak perlu kau habiskan tenaga untuk marah padanya. Biarkan saja dia terus mendesis dan melangitkan kemalasannya. Ada masanya dia akan mengerti peran kita.” Minyak mencoba menenangkan Gas yang terbakar amarah.

Merah saga mulai bergulir perlahan menghilang. Berganti pekat, serangkum kegelapan meliputi kami. Tanpa cahaya yang mampu menerobos masuk.  Suasana terasa semakin suram. Malam mencekam semakin dalam. Kembali, sepenggal cerita tercipta.

“Hai semuanya.” Sebuah suara berbisik terdengar.

“Hahaha… kaget ya. Bukankah kalian semua menantikan kedatanganku? Marpuah membawaku dan mengeluarkanku di saat yang tepat. Kini sudah gelap, sudah waktunya memasak dan mulai menyalakan api unggun, bukan? Lalu apa yang kalian butuhkan kalau bukan diriku, pijar api! Ya, api! Kalian merindukanku, bukan? Yuk, tak perlu berebut. Kalian tidak akan saling menang satu sama lain. Kita saling membutuhkan. Jadi marilah bekerjasama.”

“Tadi aku dengar, ada yang sedang mencoba mencari perhatian Marpuah? Hmmm… Jangan terlalu berharap! Dia sudah memiliki tambatan hati yang sangat mencintai. Biarkan persahabatan empat orang anak manusia ini menjadi cerita indah tanpa dikotori nafsu di antara mereka! Kita juga harus begitu, bukan? Kita adalah empat sahabat yang saling bergandeng tangan dan saling membutuhkan satu sama lain.”

“Ah, api! Kau memang kami tunggu, bicaramu yang lemah lembut dan penuh petuah benar-benar menenangkan. Aku sudah lelah dengan semua debat yang tak berujung antara Kompor dan Gas. Memang engkaulah pelita bagi kami, Api!

Hadirmu selalu menghangatkan. Karenamu, hidup kami  berwarna. Dari sedih menjadi bahagia, dari kosong menjadi penuh cerita. Terimakasih Api!

Ayolah cepat kita buat api kompor dan api unggun. Saatnya kita untuk membuat cerita tentang hidup dan tentang  gandeng tangan. Minyak milik Minten yang manis ini sudah tak sabar bersua denganmu! Ayo, panaskan tubuhku dan bahagiakan semua orang!”

“Baiklah… baiklah! Aku mengerti, aku memang membutuhkan kalian semua! Tanpa minyak, gas, dan api aku bukan siapa-siapa. Maafkan aku teman-teman. Suara dari mulutku adalah ledakan tanpa sebuah rencana dan tanpa ilmu sama sekali. Aku mengerti, aku memang hanyalah pemalas yang berlaku sebagai sultan, padahal aku hanyalah kompor yang menempati dapur sempit. Baiklah, mari kita berkarya! Kita renda cerita kita malam ini, kawan.”

“Ayo semuanya! Gas yang suka mendesis ini sudah tak sabar untuk bermain dan bercerita dengan kalian! Api, cepat panaskan kami! Mari kita hangatkan suasana malam ini! Kita buat cerita indah dalam sepenggal kisah Minten, Minah, Paijan, dan Marpuah. Kita ciptakan cerita tak terlupakan untuk mereka dan juga untuk kita.”

 

03082021

 

Wimala Anindita

Wedaran Terkait

Urung

Yekti Sulistyorini

Tungku

kibanjarasman

Tenggelam

wimala

Sudah Berakhir!

kibanjarasman

Sobekan Roti Perawan

kibanjarasman

Seorang Pelacur

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.