Bab 7 - Bara di Bukit Menoreh

Bara di Bukit Menoreh 51 – Senandung Asmara di Sekitar Agung Sedayu

Sambil mengenang di dalam hati dan memikirkan keadaan itu, Pandan Wangi pun jujur mengakui bahwa ada ganjalan ketika Agung Sedayu masih berada di rumah tahanan bersama Kinasih. Dia tahu sebenarnya senapati pasukan khusus itu mempunyai tugas tersendiri, tapi mengapa dilakukan bersama dengan Kinasih? Dari penjelasan singkat Agung Sedayu, Pandan Wangi mengerti sebenarnya Kinasih sudah pulih dari cidera tapi membutuhkan waktu untuk penyesuaian gerak dan saluran-saluran tenaga cadangan. Apakah itu yang menjadi alasan mereka masih bersama-sama menjalankan tugas? pikir Pandan Wangi. Sekejap kemudian, Pandan Wangi menggerak-gerakkan kepala sambil berseru keras dalam hatinya, “Tidak, tidak seperti itu dan semoga tidak seperti itu!”

Pemimpin keamanan Jagaprayan itu kemudian memasuki rumah tahanan tapi tidak seorang pun dapat dirasakan keberadaannya di sana. Dia pun menduga Agung Sedayu dan Kinasih pasti sudah larut dalam pekerjaan mereka. “Tak pantas bagiku berpikir buruk mengenai hubungan mereka,” kata Pandan Wangi pada dirinya.

Ketika Ki Lurah Plaosan, Pangeran Selarong dan Pandan Wangi meninggalkan rumah tahanan, Agung Sedayu serta Kinasih segera melarutkan diri mereka dalam rencana. Setiap orang dari mereka sudah mengemban tanggung jawab yang diketahui dan disepakati bersama, tapi memang sulit untuk meraba latar belakang kebersamaan mereka itu.

Tak hanya Pandan Wangi, Pangeran Selarong pun sulit untuk mengerti. Dalam hati pangeran Mataram itu muncul perasaan khusus dan angan-angan yang cukup wajar terhadap diri Kinasih. Bahkan perasaannya jauh lebih kacau dibandingkan Pandan Wangi. Saat melangkahkan kaki menuju barisan pasukannya yang berada di luar pedukuhan, dia menduga bahwa ada hubungan istimewa antara Agung Sedayu dengan Kinasih. “Sebenarnya cukup wajar apabila ada gadis yang tertarik lalu terikat dengan kedewasaan seorang lelaki, tapi Ki Rangga Agung Sedayu adalah orang yang telah mempunyai keluarga. Apakah gadis itu menjadi buta mata? Barangkali tidak demikian, tapi siapa yang dapat memberi jaminan?” tanya Pangeran Selarong dalam hati. Sejenak kemudian dia menghentikan langkah lantas memandang langit yang tak begitu berbintang. Gumamnya kemudian, “Di kemudian hari, mungkinkah itu terjadi?”

sumber gambar : Picbest

Ratusan langkah dari pusat Pedukuhan Jagaprayan, di perbatasan Pedukuhan Janti, dua orang tampak sesekali mengendap-endap. Di lain kesempatan, mereka seolah terbang dengan kecepatan tinggi melewati batu-batuan yang tercecer di sungai dangkal. Mereka bergerak sangat senyap dan hanya menggunakan tangan untuk menerima atau memberi pesan. Dalam waktu itu, Agung Sedayu secara khusus menuntut Kinasih agar cepat mengenali medan. Itu adalah keadaan yang luar biasa karena suasana yang gelap sedangkan benturan dapat terjadi pada saat hari terang benderang. Tentu tidak mudah mengamati lingkungan yang dalam keadaan pasti bakal berbeda. Dengan kemampuan mereka yang sangat mumpuni, keduanya terus bergerak hingga mendekati perkemahan pasukan Ki Garu Wesi yang terletak di sekitar Watu Sumping.

Yang terhormat Pembaca Setia Blog Padepokan Witasem.

Kami mengajak Panjenengan utk menjadi pelanggan yang lebih dulu dapat membaca wedaran Kitab Kyai Gringsing serta kisah silat lainnya dari Padepokan Witasem. Untuk mendapatkan kelebihan itu, Panjenengan akan mendapatkan bonus tambahan ;

Kitab Kyai Gringsing (3 Jilid PDF) dan Penaklukan Panarukan serta Bara di Bukit Menoreh (KKG jilid 4) bila sudah selesai. Caranya? Berkenan secara sukarela memberi kontribusi dengan nilai minimal Rp 25 rb/bulan melalui transfer ke BCA 822 05 22297 atau BRI 31350 102162 4530 atas nama Roni Dwi Risdianto. Konfirmasi transfer mohon dikirimkan ke WA 081357609831

Tanya Jawab ; T ; Bagaimana jika Kitab Kyai Gringsing Buku ke-4 sudah selesai? Apakah akan ada kelanjutannya?

J ; Kami selalu berusaha memberikan yang terbaik demi keberlangsungan kisah..

Demikian pemberitahuan. Terima kasih.

Pada malam itu, perkemahan pasukan lawan tidak dapat dianggap sepi. Sewajarnya seperti sebuah barak kumpulan orang bersenjata, maka lingkungan perkemahan pun tampak ada beberapa tempat yang dijadikan penjagaan. Sejumlah orang berlalu lalang dan sebagian ada di gardu jaga. Sebenarnya gardu mereka tidak mirip dengan bangunan kecil yang biasanya terdapat di pedesaan atau pedukuhan-pedukuhan besar. Beberapa di antaranya hanya ada satu atau dua bongkah batu yang dijadikan tempat duduk. Ada pula yang hanya tampak lincak yang diletakkan di samping pohon. Kesan seadanya memang dapat mengelabui pengamatan orang-orang yang belum berpengalaman.

Namun demikian, Agung Sedayu sadar bahwa di balik penampakan yang terkesan seadanya itu ada bahaya besar yang mengancam Mataram. Sangkal Putung akan menjadi mangsa pertama yang akan dilumat, lalu kotaraja. “Pemimpin mereka sangat baik menata penjagaan. Setiap tempat  terhubung dan dapat dicapai bala bantuan dalam waktu singkat seandainya ada serangan kilat pada perkemahan pada malam ini. Ancaman yang ditebar Raden Atmandaru bukan mimpi pada siang hari.” gumam Agung Sedayu dalam hati. Sejenak dia disentuh kenangan ketika melewati perkemahan pemberontak untuk pertama kali. Kerapian barisan yang diawasi langsung oleh Raden Atmandaru benar-benar memukaunya.Kerapian yang juga sekaligus memancarkan kekuatan raga dan semangat yang sungguh hebat. Walaupun malam itu tidak ada unjuk kekuatan, tapi Agung Sedayu dapat merasakan kekuatan raksasa yang sedang lelap.

Ketajaman panggraita itu akhirnya terbukti!

Secara tiba-tiba, banyak orang seolah bangkit dari kubur, bergerak cepat kemudian berbaris mesti tak rapi lalu menyusun beberapa gelar yang sebagian masih asing bagi Agung Sedayu!

“Itu bagaikan air bah yang datang dari segala penjuru. Meluap kemudian membanjiri persawahan dan segenap tanah di sebuah pedesaan!” Kinasih mengungkap kagum dalam hatinya, meski beriring dengan kengerian, saat melihat orang-orang seperti gerombolan ganas semut api saat mencium darah yang keluar dari babi hutan. Sekejap kemudian dia memandang Agung Sedayu sambil berharap senapati itu sudah bergerak senyap memikirkan sesuatu di dalam benaknya.

“Bagaimana seandainya mereka benar-benar menyerbu pedukuhan dengan serangan kilat? Dengan cara apakah mereka dapat berkumpul lalu berlatih perang-perangan pada gelap seperti ini?” tanya Agung Sedayu pada dirinya sendiri. Dia merenungi perkembangan yang luar biasa. Tidak ada bunyi-bunyian seperti gaung panah sendaren atau lengking suitan tapi mendadak muncul pergerakan yang cepat dan sangat kuat. Kening senapati Mataram itu mengerut keras. Kulit Agung Sedayu meremang. Keganasan begitu kuat memancar dari kekuatan yang secara mendadak muncul di tengah malam. Dia benar-benar tersentak dengan kemampuan pasukan Ki Garu Wesi yang kemudian dianggapnya cukup sangar!

Agung Sedayu kemudian menggelengkan kepala. Sadar bahwa harus ada penyesuaian rencana maka secepat kilat dia pun merancang perubahan di dalam pikirannya. Dia menggerakkan tangan lalu tanpa sengaja menyentuh lengan Kinasih yang tidak terbungkus kain. Ada perubahan singkat pada air muka senapati Mataram itu tapi dia cepat mengusir sebab aneh yang mengubah perasaannya. Melalui telunjuk dan ibu jari, Agung Sedayu menunjuk sebuah arah lalu mengungkap sesuatu dengan bahasa isyarat.

Dari balik kain penutup wajah, raut muka Kinasih cukup aman dari sorot tajam Agung Sedayu. Gadis itu pun menemui perasaan yang sama dengan pemimpn pasukan khusus Mataram tersebut. Tapi gerak tangan Agung Sedayu kemudian membuatnya mengerti bahwa mereka berdua sedang dalam keadaan genting. Beberapa tanda yang diberikan Agung Sedayu dapat dipahaminya dengan baik. Senapati Mataram itu akan mundur sampai sungai kecil yang membatasi Pedukuhan Janti dan Jagaprayan. Perintah susulan akan dikatakan Agung Sedayu padanya jika mereka sudah tiba di sungai itu.

“Kita masih mempunyai sedikit waktu,” ucap Agung Sedayu pada Kinasih ketika kakinya sudah menjejak tanggul sungai

Murid Nyi Banyak Patra itu tidak cepat menanggapi. Segenap pandangannya sedang tumpah pada permukaan sungai yang memantulkan kerlip cahaya bintang. “Mengapa pertemuan ini terjadi pada keadaan penuh bahaya?” Jauh di dalam hatinya, Kinasih bertanya tentang perjumpaannya dengan Agung Sedayu. Memang sedikit melantur, tapi bukankah itu adalah pertanyaan yang cukup wajar? Walau demikian, Kinasih segera menyadarkan dirinya sendiri. Dia menarik napas panjang lalu menyiapkan perhatian pada ucapan Agung Sedayu berikutnya.

Pada penyesuaian siasat, Agung Sedayu menambahkan tugas khusus pada Kinasih. Tugas yang – menurut penilaian senapati pasukan khusus itu – menuntut kecermatan dan kemampuan yang setara dengan tumenggung. “Daya tahanmu sudah pulih sepenuhnya, meski demikian, aku tidak ingin kau mengerahkan hingga mendekati batas puncak,” kata Agung Sedayu. “Ada saatnya yang nantinya kau dapat menyadari keadaan yang dapat menggerus daya tahan dan menguras kekuatan. Pada saat seperti itu, sebaiknya kau cepat membaca lalu memanfaatkan perkembangan pertarungan demi keselamatanmu sendiri.”

Kisah Terkait

Bara di Bukit Menoreh 41 – Pandan Wangi Menantang Pangeran Selarong!

kibanjarasman

Bara di Bukit Menoreh 46 – Pandan Wangi adalah Ancaman Nyata

kibanjarasman

Bara di Bukit Menoreh 23 – Kepatihan Benar-benar Gaduh!

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.