Sabungsari, lurah muda ini terpaksa kembali ke Jati Anom sebelum tugasnya tuntas dilaksanakan. Kehadiran Agung Sedayu dan Pangeran Selarong diketahui olehnya. Oleh karena itu, Sabungsari pun berpikir bahwa jika mereka berdua mengetahui keberadaannya maka keadaan bisa saja menjadi semakin runyam. Pangeran Selarong dapat berpikir lalu berpendapat buruk mengenai Ki Untara yang bergerak senyap meski nantinya ada alasan yang masuk akal untuk disampaikan.
Dengan pergerakan prajurit Jati Anom, maka dalam pengamatan kasar, laskar Ki Garu Wesi hanya mempunyai satu jalan keluar ; jalur yang terhubung dengan Tanah Perdikan Menoreh!
Di atas tanah lapang Watu Sumping, dalam sekejap ketika Agung Sedayu mengawali serangan kilat, dari arah Tanah Perdikan, sebuah bayangan berkelebat dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Dia menyalakan anak panah dari api yang membakar kemah-kemah. Pengerahan puncak ilmu meringankan tubuh yang benar-benar luar biasa sedang dilakukan oleh Kinasih. Luka-luka yang didapatnya ketika terjadi geger di Alas Krapyak seolah tidak meninggalkan bekas padanya. Kehebatan Nyi Banyak Patra dalam pengobatan serta keluasan wawasannya menjadi unsur inti untuk memulihkan Kinasih sepeti sedia kala.

Karya SH Mintardja, jejak-jejak di Balik Kabut.
Morat marit dan kekacauan besar benar-benar melanda pasukan pemberontak akibat serangan kilat Agung Sedayu dan pasukan kecilnya. Para pendukung pemberontakan berlarian tak tentu arah meski pemimpin mereka telah memberi perintah agar cepat kembali merapatkan barisan.
Ki Garu Wesi dan Ki Sonokeling tampak sudah berdiri di depan kemah mereka dengan pandang mata nanar. Mereka sangat marah tapi bisa apa selain membanting-bantingkan kaki ke tanah?? Keadaan bakal makin sulit dikendalikan bila mengandalkan kemampuan senapati yang menderita karena sepak terjang Agung Sedayu dan Kinasih. Keadaan semakin sulit saat mereka berdua melihat bagian luar perkemahan terpecah karena sepak terjang Sayoga dan Sukra. Namun Ki Sonokeling cepat tanggap dengan keadaan. beberapa kata diucapkan pada Ki Garu Wesi sebagai penyesuaian. Meredam kelincahan Kinasih dan Agung Sedayu memang bukan perkara mudah, tapi ada sekitar tiga atau empat orang yang dapat disiapkan untuk pekerjaan itu. Mereka akan memimpin beberapa regu yang dikhususkan untuk menghalau dua tukang onar – menurut mereka.
Dua orang tampak mengamati keadaan dengan sungguh-sungguh. Mereka adalah orang-orang yang sempat singgah di dataran sempit di puncak bukit kecil sebelumnya.
“Aku akan masuk sebentar lagi,” ucap Ki Kebo Aran.
“Apakah kau sudah mencapai kesepatan dengan pemimpin mereka?” tanya Ki Jambuwok.
“Itu bisa dilakukan sesaat lagi,” jawab Ki Kebo Aran. “Kau lihat mereka telah berkumpul dan mungkin sudah berbagi tugas. Aku akan membantu upaya mereka sambil mendekat pada Ki Garu Wesi.”
“Hmmm, begitukah,” kata Ki Jambuwok sambil manggut-manggut. Sejenak kemudian dia menghela napas. “Baiklah, aku akan mengikutimu.”
Demikianlah mereka tanpa berhitung lebih lama lagi. Dua orang itu pun melesat keluar dari tempat pesembunyian. Bahkan mereka sudah saling memberi tanda tentang mangsa yang akan diburu. Ki Kebo Aran mengerahkan kemampuan meringankan tubuh, memintas jalan, memotong arah agar segera berhadap-hadapan dengan Kinasih. Sedangkan Ki Jambuwok melenting tinggi, berputaran di udara, menjejakkan kaki pada tiang penyanggah kemah yang terbakar lalu memburu Agung Sedayu.
Pergerakan dua orang sakti itu tak lepas dari pantauan Ki Sonokeling. Dia bertanya kemudian, “Siapakah mereka? Adakah Kyai mengundang mereka datang ke tempat ini?”
“Hanya satu orang saja,” jawab Ki Garu Wesi sambil menunjuk Ki Kebo Aran. “Saya tidak mengenal yang satunya lagi.”
“Apakah Kyai tidak mencoba menghentikan mereka atau mereka dapat menyelaraskan diri dengan suasana?”
“Mereka mungkin tidak akan bertempur habis-habisan sebelum segalanya menjadi jelas. Salah satu dari mereka akan menemui kita,” ucap Ki Garu Wesi untuk menyatakan maksudnya bahwa Ki Kebo Aran pasti mendatanginya untuk sebuah kepentingan.
Ki Sonokeling manggut-manggut lalu memanggil tiga penghubung untuk menyampaikan perintah yang disesuaikan dengan keadaan.
Di sejumlah tempat, susunan pertahanan kawanan pemberontak yang porak poranda karena gempuran panah api itu belum pulih. Mereka pun hanya kebingungan ketika dua orang tiba-tiba datang lalu mengejar Agung Sedayu dan Kinasih. Tapi kebingungan itu tidak lama singgah di dalam hati saat sadar bahwa dua orang itu ternyata berada di pihak mereka. Sorak gempita tiba-tiba meledak di udara menggantikan kata-kata kasar yang menggatalkan telinga. Ki Kebo Aran dan Ki Jambuwok seolah menjadi sumber tenaga baru yang turun dari langit, pikir kebanyakan orang. Pada waktu siasat baru Ki Sonokeling diterima oleh para ketua regu, orang-orang pun menjalankannya dengan semangat tinggi. Seolah-olah Mataram sudah dalam genggaman!
Demikianlah, Agung Sedayu dan Kinasih pun tak lagi leluasa melakukan tekanan. Mereka begitu cepat mendapatkan halangan dari dua pendekar yang baru saja datang lalu mengekang pergerakan dengan serangan-serangan jarak jauh. Tekanan dua orang itu seperti sejalan dengan gelar yang dijalankan oleh kelompok pemberontak. Meski dalam hati anak buah Ki Garu Wesi bertanya-tanya tentang jadi diri dua pendatang itu, tapi mereka kemudian dapat menerima setelah tahu dua orang itu membantu mereka. Usaha keras anak buah Ki Garu Wesi sepertinya tidak sia-sia karena mereka cukup berhasil menciutkan ruang gerak Agung Sedayu dan Kinasih.
Debu-debu mengepul tinggi dari permukaan tanah yang tak ada tanaman. Matahari menanjak sedikit lebih tinggi. Udara terasa semakin panas. Asap bergelung-gelung merayap seolah ingin mengabarkan sebuah peristiwa besar ke seluruh Mataram.
Itu semua tidak lepas dari pengamatan Agung Sedayu meski dia sedang berada dalam kepungan banyak orang, termasuk Ki Kebo Aran. Gelanggang pertarungan Agung Sedayu tampaknya menjadi susulan yang berdaya guncang tinggi. Senapati Mataram ini melepaskan panah sendaren dua kali dengan kecepatan yang mengejutkan banyak orang. Ki Kebo Aran pun sempat terkesiap dengan gerakan Agung Sedayu yang sangat cepat.
Agak jauh dari Agung Sedayu, Kinasih berbalik arah dengan terjangan hebat. Menggempur Ki Jambuwok yang terkejut sejenak ketika mendengar desing panah sendaren. Murid Nyi Banyak Patra ini menggunakan dua anak panah sebagai senjata. Dia tidak merasa perlu untuk menjajagi kemampuan lawan. Pikirnya, setiap orang yang berada di tanah lapang ini semuanya sudah pasti mempunyai kemampuan tersembunyi. Maka Kinasih pun tak kepalang tanggung menyerang dahsyat pada kesempatan pertama. Walau demikian, dia berkelahi cukup hati-hati. Pengalaman di Alas Krapyak tampaknya memberi pelajaran berharga padanya.
Dengan senjata yang mirip dengan tongkat milik Sekar Mirah, Ki Jambuwok pun meladeni Kinasih dengan tandang yang cukup hebat. Tongkatnya berujung taring babi berputar-putar seperti gulungan sinar berwarna hijau dan putih. Membelah kepulan rapat debu dan asap yang terbawa angin rendah. Sebenarnya Ki Jambuwok sedikit terkejut dengan kemampuan Kinasih. Dalam waktu singkat, lelaki ini paham bahwa Kinasih bukan lawan yang mudah ditundukkan. Dia sudah tentu berasal dari perguruan hebat atau guru yang sangat hebat, pikir Ki Jambuwok. Tapi dia tak ingin bertanya itu pada lawannya. “Dia cukup hebat. Meski gencar menyerang, tapi dia tidak tampak buru-buru menyelesaikan pertarungan,” ucap Ki Jambuwok dalam hati. Meski ada rasa kagum dalam hatinya, Ki Jambuwok tetap tidak akan segan membunuh lawannya yang berusia separuh dari umurnya.

Yang terhormat Pembaca Setia Blog Padepokan Witasem.
Kami mengajak Panjenengan utk menjadi pelanggan yang lebih dulu dapat membaca wedaran Kitab Kyai Gringsing serta kisah silat lainnya dari Padepokan Witasem. Untuk mendapatkan kelebihan itu, Panjenengan akan mendapatkan bonus tambahan ;
Kitab Kyai Gringsing (3 Jilid PDF) dan Penaklukan Panarukan serta Bara di Bukit Menoreh (KKG jilid 4) bila sudah selesai. Caranya? Berkenan secara sukarela memberi kontribusi dengan nilai minimal Rp 25 rb/bulan melalui transfer ke
BCA 822 05 22297 atau BRI 31350 102162 4530 atas nama Roni Dwi Risdianto. Konfirmasi transfer mohon dikirimkan ke WA 081357609831
Tanya Jawab ; T ; Bagaimana jika Kitab Kyai Gringsing Buku ke-4 sudah selesai? Apakah akan ada kelanjutannya?
J ; Kami selalu berusaha memberikan yang terbaik demi keberlangsungan kisah..
Demikian pemberitahuan. Terima kasih.
Pada arah Pedukuhan Janti, Sayoga segera mundur ke belakang, menghampiri Dharmana ketika panah sendaren menyalak di langit Sangkal Putung. Setelah bicara singkat dengan kepala pengawal kademangan tersebut, Sayoga kembali ke tempat semula lalu bergerak maju bersama Sukra. Dharmana pun merayap maju bersama barisan gabungan pengawal dan prajurit kotaraja. Mereka kemudian berhenti lalu menyebar sejajar dengan kedudukan yang ditinggalkan dua pengawal muda yang berasal dari Tanah Perdikan.
