Padepokan Witasem
Bab 6 Geger Alas Krapyak

Geger Alas Krapyak 114 – Permainan Cambuk dan Tombak Pangeran Selarong

Hanya saja keseimbangan itu yang harus diraih dengan luka-luka dan darah. Belati kecil yang terikat pada ujung cambuk Ki Kebo Saloka mampu mematuk dan menyengat banyak bagian tubuh Pangeran Selarong. Walaupun hanya berupa goresan tipis tapi itu memberi petunjuk pada Ki Kebo Saloka bahwa Pangeran Selarong tidak melapisi diri dengan ilmu kebal. “Anak muda ini benar-benar berani dan tangguh,” ucap Ki Kebo Saloka dalam hati. Mungkin Pangeran Selarong tidak termasuk dalam  daftar nama orang-orang yang berkemampuan sepadan, tapi tandang putra raja itu sangat menyusahkan baginya. Setiap gerakannya seakan-akan mudah terbaca sehingga dapat dipotong dan diatasi oleh Pangeran Selarong.

Ki Kebo Saloka meloncat panjang. Ia membutuhkan ruang dan waktu untuk mengamati keadaan dirinya sekali lagi. Demikian pula Pangeran Selarong yang memanfaatkan jeda itu untuk melihat ulang tata geraknya serta segala perkembangannya. Mungkin mereka berdua sama-sama merasa bawah waktu telah tiba untuk menjejak lebih tinggi pada puncak ilmu masing-masing.

Para prajurit yang berada di bagian yang berlawanan mulai datang mengerubungi dua gelanggang yang belum usai. Sebagian dari mereka berada di dekat lingkar pertarungan Panembahan Hanykrawati. Sebagian lagi mendekati Pangeran Selarong. Kinasih bersama Ki Baya Aji serta Ki Anjangsana mengambil tempat yang memudahkan mereka untuk mengawasi dan bergerak bila terjadi sesuatu yang buruk pada dua pemimpin mereka.

Suasana terasa begitu mencekam dan jantung seakan-akan teremas begitu kuat!

loading...

Ternyata masing-masing gelanggang telah mendekati puncak perkelahian.

Dalam waktu itu, Pangeran Selarong mendahului Ki Kebo Saloka dengan terjangan yang luar biasa. Kecepatannya seperti meningkat berlipat-lipat. Putaran sepasang tombaknya begitu memukau dan menggetarkan dengan suara menderu seperti ada angin lesus yang menyertai pada setiap ayunan senjatanya. Namun tetaplah tidak mudah mendesak Ki Kebo Saloka yang mampu melindungi diri dengan putaran cambuk yang bergulung-gulung seperti gelombang Laut Selatan. Gempuran demi gempuran bertubi-tubi datang dari Pangeran Selarong namun belum berhasil menyentuh Ki Kebo Saloka. Setelah rangkaian serangannya gagal mencapai sasaran, Pangeran Selarong menggulingkan tubuh ke  samping. Ia berharap siasat itu dapat mendorong Ki Kebo Saloka agar menyerangnya tapi musuhnya itu justru hanya memandanginya saja.

Menyadari bahwa jebakannya tidak berjalan baik, Pangeran Selarong melompat berdiri. Ia memutuskan untuk menunggu musuhnya menyerangnya terlebih dulu. Sambil menunggu waktu itu tiba, Pangeran Selarong cermat mengamati dada Ki Kebo Saloka lalu membuat penyesuaian dengan tarikan napas sehingga dada mereka sama-sama bergerak naik dan turun.

Jantung orang-orang yang mengitari lingkaran pertarungan itu serasa berhenti berdetak lalu turut menunggu yang akan terjadi selanjutnya. Mereka menahan napas sambil membayangkan seandainya Pangeran Selarong kalah dalam perkelahian itu. Mereka sudah siap memberi perlawanan terakhir untuk menebus kekalahan itu, tapi bagaimana dengan Panembahan Hanykrawati bila mengetahui kekalahan putranya? Apalagi jika berakhir dengan kematian Pangeran Selarong, tentu harus ada kekuatan luar biasa yang sanggup menopang ketahanan jiwani Panembahan Hanykrawati.

Keheningan yang mencekam!

Pangeran Selarong dan Ki Kebo Saloka masih sama-sama berdiri mematung dan saling beradu  pandang dengan senjata tergantung di tangan. Beberapa saat kemudian, mereka sama-sama menggeser langkah. Setapak demi setapak sambil melakukan gerakan-gerakan kecil tanpa melepaskan pandangan mata yang tajam. Walau demikian, ketegangan itu seperti tidak memberi tekanan berat pada Pangeran Selarong. Pangeran Mataram ini benar-benar mampu berbuat lain untuk menganggu pemusatan pikiran dan perasaan lawan. Pangeran Selarong mencungkil sebiji kerikil dengan kaki lalu menendangnya ke arah Ki Kebo Saloka dengan tenaga wadag. Sempat terkejut, tapi Ki Kebo Saloka lantas mengangguk-angguk.

Dari kejauhan, Kinasih hanya tersenyum melihat kibas kaki Pangeran Selarong. Sedangkan Ki Baya Aji dan Ki Anjangsana hanya menggelengkan kepala menyaksikan perbuatan itu.

Pada ujung lembah, Pangeran Selarong dan Ki Kebo Saloka seperti sedang mencari kelemahan dan menunggu kelengahan lawan masing-masing. Mereka berdua sadar bahwa sesaat lagi  pertarungan akan berakhir. Mereka mengerti bahwa salah satu dari mereka akan binasa.

Pangeran Selarong telah berada pada puncak kekuatannya sambil mempersiapkan jalan keluar lain bila musuhnya mempunyai ilmu kebal yang sanggup menahan gempurannya.

Ki Kebo Saloka pun meningkatkan kewaspadaan dan tidak mau merendahkan lawannya. “Mungkin ia sengaja tidak menggunakan ilmu kebal sebagai pelapis agar aku terjebak,” katanya dalam hati. Selain itu, ia sungguh-sungguh memperhatikan kecepatan anak muda pemberani yang menjadi lawannya. Maka ia pun yakin bahwa Pangeran Selarong pasti bersiap mengeluarkan segenap kemampuannya untuk memungkasi laga.

Mereka masih menggeser langkah demi langkah mengitari lingkaran pertarungan.

Yang demikian itu semakin membuat hati orang-orang yang menyaksikan berdenyut tidak karuan. Perasaan mereka bercampur baur. Tidak ada kecemasan tanpa harapan. Mereka pun tidak berani berharap terlalu tinggi karena belum siap menerima kenyataan jika Pangeran Selarong akhirnya terbunuh dalam perang tanding.

Beberapa orang menutup mulut, sebagian ternganga!

Secepat kilat, tanpa suara atau bentakan, Ki Kebo Saloka melabrak Pangeran Selarong dengan terjangan tanpa banding! Saking cepatnya serangan itu hingga hampir-hampir tidak terlihat oleh mata wadag!

Namun Pangeran Selarong cepat luar biasa! Itu benar-benar gila! Sedemikian cepat gerakannya maka tiba-tiba ia berada di bawah tubuh Ki Kebo Saloka yang melayang setinggi dada orang dewasa. Sekejap kemudian dua jenis senjata pun berbenturan. Dua kekuatan besar saling beradu kekuatan di udara. Saling menabrakkan ilmu hingga gelombang tenaga mereka seakan sanggup meruntuhkan dinding tebing! Walau tidak terdengar bunyi ledakan tapi puncak tenaga mereka sanggup membuat pening kepala orang-orang yang menyaksikan.

Sekejap berikutnya, mereka tampak berada di dalam putaran hebat yang berbentuk seperti gulungan cahaya namun berbeda warna. Kelincahan Pangeran Selarong membuatnya sulit tersentuh meski berada di tengah-tengah lecut cambuk Ki Kebo Saloka. Tubuh putra raja ini meliuk-liuk luwes menghindari belati yang terikat pada ujung senjata lawannya. Sesekali ia berusaha memukul tangkai cambuk dengan sepasang tongkatnya yang seolah-olah menjadi taring tajam yang mengancam jalan darah Ki Kebo Saloka. Daya tahan jiwani Pangeran Selarong memang tidak terucap kata-kata. Tubuhnya yang penuh luka kecil tak dihiraukan dan sepertinya belum bertambah walau serangan musuhnya mengalir sangat deras.

Pertarungan meningkat lebih menegangkan. Dengan serangan yang sangat deras ditunjang kecepatan gerak yang meningkat berlipat, ujung lancip senjata Pangeran Selarong mulai dapat menggapai kulit Ki Kebo Saloka. Betapa Pangeran Selarong kemudian terkejut dengan kemampuan musuhnya yang tidak tampak. Ternyata Ki Kebo Saloka menyimpan ilmu kebal yang tidak mengeluarkan hawa panas sebagaimana ilmu kebal yang ada dalam diri Agung Sedayu. Sehingga patukan-patukan sepasang tombak Pangeran Selarong seperti tidak berakibat sama sekali. Senjata Pangeran Selarong seakan memukul dinding baja karena tidak ada darah yang mengalir atau kulit yang membiru.

Cemas dan gelisah pun kemudian berusaha menguasai perasaan Pangeran Selarong. Bagaimana jika ia kalah dalam perkelahian itu? Bisa jadi, kekalahannya akan menambah parah atas sakit yang diderita ayahnya, Panembahan Hankyrawati. Dan tentu saja pasti dapat menurunkan daya juang segenap prajurit Mataram. “Itu tidak boleh terjadi. Aku harus mampu mengimbanginya. Setidaknya perkelahian berakhir dengan kelelahan,” tekad Pangeran Selarong dalam hati. Sambil tetap memutar otak untuk menggedor pertahanan Ki Kebo Saloka, putra raja tersebut mengubah cara perkelahiannya. Pikirnya, buat apa terus  menerus menikam atau menyayat orang ini? Ilmu kebal hanya melindungi bagian luar.

Pada sebuah kesempatan, Pangeran Selarong memutar balik sepasang tombaknya. Ia memegang pangkal ujung yang lancip dan sudut tumpul berubah fungsi menjadi pemukul. Maka sepasang tombak Pangeran Selarong pun seolah-olah menjadi tongkat kayu biasa. Ketika salah satu tombak mampu menebas bagian lambung lawan, seketika orang itu terbelalak! Bagian dalam tubuhnya, terutama perut, seperti sedang diremas oleh kekuatan gaib.  Tenaga cadangan Pangeran Selarong yang dahsyat mampu menembus lapisan ilmu kebal Ki Kebo Saloka lalu menghantam hampir semua bagian pencernaan! Meskipun tidak ada luka berdarah tapi Ki Kebo Saloka merasakan seperti ada yang robek pada bagian dalam tubuhnya. Belum reda kekagetan itu, Pangeran Selarong seakan-akan tidak dapat dihentikan. Rangkaian pukulan dan sambaran seperti tidak ada putusnya. Menghantam lengan, tulang kering, dan tanpa keraguan, Pangeran Selarong pun gagah berani membenturkan sepasang senjatanya pada cambuk Ki Kebo Saloka yang berusaha membelitnya.

Ini mungkin menjadi adalah pertarungan yang pertama melawan Pangeran Selarong sekaligus menjadi yang terakhir bagi Ki Kebo Saloka. Hantaman demi hantaman bagian tumpul sepasang senjata Pangeran Selarong terus mendesaknya dan ilmu kebal yang melapisinya pun seperti tidak berguna. Keadaan berbalik. Ki Kebo Saloka berusaha keras melepaskan diri dari cengkeram lawannya. Bahkan, ia tanpa malu mencoba melarikan diri dari gelanggang, namun prajurit Mataram telah bersiaga untuk memaksanya berbalik arah berhadapan lagi dengan Pangeran Selarong.

Pangeran Selarong menghentikan tekanan kemudian berkata, “Aku memberimu waktu untuk memperbaiki diri bila masih ingin melanjutkan perkelahian ini. Tapi bila kau menyerahkan diri dan mengakui Panembahan Hanykrawati sebagai raja, aku akan membelamu dari segala tuntutan. Bagaimana? Kau mendapatkan waktu untuk memikirkan itu.”

“Gandrik! Tutup mulutmu, bocah tengik!” Ki Kebo Saloka menggeram. Ia tegak berdiri, menggeser tapak kaki, membuat ancang-ancang untuk menyerang.

Baca juga : Peranan Gajah Mada

“Kau tidak akan menang melawanku. Seandainya pun dapat mengalahkanku, lihat sekelilingmu,” kata Pangeran Selarong dengan tenang sambil memutar tombaknya ke samping kiri dan kanan. Napasnya pun mendekati ambang batas kewajaran. “Kemenanganmu adalah pintu pembuka kematianmu, Ki Sanak. Pikirkan lagi karena aku sedang bermurah hati padamu.” Kata-kata yang diucapkan Pangeran Selarong, meski bernada rendah, namun benar-benar terasa seperti menyayat wajah Ki Kebo Saloka.

Tak suwek raimu!” Paras wajah Ki Kebo Saloka memerah. Ki Kebo Saloka meloncat panjang sambil mengangkat tangan agak tinggi. Kecepatannya tidak berubah. Meski demikian, ia kehilangan pengamatan diri karena ucapan pangeran Mataram yang menjadi lawannya!

Pangeran Selarong sengaja untuk tidak mengelak. Ia berniat untuk membenturkan lagi kekuatan.  Putra raja Mataram itu pun melesat deras, menyambut serangan Ki Kebo Saloka dengan sepasang tombak yang berputar-putar. Kali ini, Pangeran Selarong akan merapatkan jarak pertarungan mereka. Ukuran tombaknya yang lebih pendek dari cambuk lawan adalah keuntungan baginya.  Maka Pangeran Selarong pun membiarkan sebatang tombaknya terbelit juntai cambuk lawan.

Perubahan yang tidak diduga oleh Ki Kebo Saloka! Ia tidak mengira Pangeran Selarong berani mengikatkan senjata pada cambuknya. Dan sewaktu ia mencoba mengurai cambuk agar tombak Pangeran Selarong terlepas tapi ternyata itu tidak terjadi dan tidak pernah dapat terjadi!

Pangeran Selarong sepertinya sudah tidak dapat berlama-lama lagi dalam pertarungan itu. Meski terkesan terburu-buru tapi putra raja yang berusia muda sudah mempersiapkan segalanya. Tombak di pendek pada sebelah tangannya terus mematuk, berusaha mematahkan gerak lawan lalu mengendalikannya. Ki Kebo Saloka berupaya menambah kecepatan geraknya tapi dengan lompatan ke samping sambil membuat tusukan, Pangeran Selorang pun menggedor lambung musuhnya. Ki Kebo Saloka terpental selangkah mundur dengan muka merah menahan remuk pada bagian dalam tubuhnya. Namun putra raja Mataram itu tidak begitu saja melepaskan lawan! Ia menarik cambuk Ki Kebo Saloka agar musuhnya itu kembali mendekat. Lalu…pertarungan berlangsung kian menegangkan!

Pertempuran lebih dahsyat dari saat mereka berkelahi dengan senjata yang bebas berayun. Pergerakan mereka semakin sulit diikuti. Pertarungan mereka menjadi peristiwa yang meremas jantung prajurit dan senapati yang mengelilingi gelanggang, termasuk Kinasih walau berjarak agak jauh. Betapa Pangeran Selarong dan Ki Kebo Saloka bertarung dengan kesan seperti mengikatkan sebelah tangan masing-masing. Semakin Ki Kebo Saloka berusaha melepaskan cambuknya yang membelit tombak Pangeran Selarong, semakin cepatlah gerakan mereka!

Meski putaran senjata pun hanya milik Pangeran Selarong saja yang masih tampak membelah angkasa, tapi orang-orang tidak mau menerka-nerka atau gegabah karena keunggulan itu. Mereka cukup berhati-hati  karena bisa saja Ki Kebo Saloka masih menyimpan kemampuan yang lain. Bila serangan Ki Kebo Saloka dapat mengenai bagian penting pangeran Mataram, maka hampir tidak ada waktu bagi mereka untuk menyelamatkan nyawanya. Ki Kebo Saloka dapat merebut satu tombak yang lain lalu menikamkannya pada dada putra raja. Pada jarak tidak lebih dari dua langkah, berapa waktu yang dimiliki senapati terbaik mereka sebelum ujung tombak benar-benar menembus dada Pangeran Selarong? Kinasih dan dua lurah sepuh Mataram pun menyerahkannya pada kuasa Yang Maha Agung padahal gadis ini mempunyai kecepatan jauh di atas para senapati!

Lembah yang hening itu semakin tenggelam dalam keheningan yang mencekam. Waktu pun seolah berhenti mengambang ketika denyut jantung orang-orang yang melihat perkelahian itu berhenti pula berdetak.

Pangeran Selarong, demikian pula Ki Kebo Saloka, sama-sama menyadari bahwa kesempatan tidak akan datang lagi. Mereka tetap saling serang dan saling memukul dengan masing-masing sebelah tangan. Cambuk Ki Kebo Saloka tidak dapat berayun bebas seperti pada permulaan perkelahian. Dadanya bergetar dan pikirannya terguncang meski dirinya yang menjadi pemenang! Pertarungan dengan cara ini terasa begitu aneh dan janggal baginya, sungguh! Ia belum pernah menemukan lawan yang hampir tidak mempunyai perhitungan meski itu hanya bagian luarnya saja. Pangeran Selarong, dengan kecerdasannya, dapat menebak bahwa ilmu kebal lawan tidak akan mampu menahan bagian tumpul senjatanya. Tapi ia sendiri pun mengakui permainan cambuk lawan sangatlah sulit dihadapi. Maka satu-satunya jalan adalah mengikat cambuk itu dengan satu tombaknya, lalu  berikutnya adalah mengadu daya tahan dan kekuatan tenaga cadangan.

Hingga tibalah ketenangan Pangeran Selarong tampil sebagai penentu pertarungan. Ia melihat kesalahan Ki Kebo Saloka ketika mengayun kepala ke samping menghindar tumitnya yang terangkat tinggi. Seketika itu Pangeran Selarong melepaskan tombaknya yang terikat sehingga kedudukan Ki Kebo Saloka menjadi goyah!  Sekejap kemudian bagian tumpul tombak Pangeran Selarong dapat menggapai samping leher Ki Kebo Saloka! Pangeran Mataram itu pun menghantam dengan sepenuh kekuatan!

 

 

Seluruh bacaan di blog Padepokan Witasem dapat dibaca bebas biaya. Maka dari itu, Anda dapat mendukung kami agar tetap semangat berkarya melalui rekening BCA 8220522297 atau BRI 3135 0102 1624530 atas nama Roni Dwi Risdianto atau dengan membeli karya yang sudah tamat. Konfirmasi tangkapan layar pengiriman sumbangan dapat dikirim melalui Hanya WA Selanjutnya, kami akan mengirimkan tautan/link untuk setiap tayangan terbaru melalui nomer WA yang tersimpan. Terima kasih.

Wedaran Terkait

Geger Alas Krapyak 99 – Panembahan Hanykrawati : Bahaya di Celah Sempit

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 98 – Pengawal Panembahan Hanykrawati: Pertemuan Puncak dan Ancaman Musuh

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 97 – Panembahan Hanykrawati Berjalan Menuju Bahaya : Agung Sedayu dan Pangeran Selarong Bersiaga Meski Gelap Gulita

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 96 – Singa Betina yang Bernama Kinasih

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 95 – Kegagahan Lurah Mataram

kibanjarasman

Geger Alas Krapyak 94 – Tantangan Muncul saat Pengejaran Raden Mas Rangsang

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.