Padepokan Witasem
Pajang, Gajahyana, majapahit, Lembu Sora, bara di borodubur, cerita silat jawa, padepokan witasem, tapak ngliman
Bab 2 Penolakan di Kaki Merbabu

Penolakan di Kaki Merbabu 5

”Ki Banyak Abang,” ulang Bhre Pajang lalu bangkit, berjalan maju setapak demi setapak, dengan tombak terjulur ke arah leher senapatinya, kemudian katanya, ”bukan kau pernah berjanji rela mati jika aku bunuh?”

Kepala Ki Banyak Abang terangkat sedikit oleh ujung tombak Bhre Pajang. Kulit lehernya bersentuhan dengan bagian lancip senjata yang teracu. Ia mengedipkan mata dengan kepala sedikit terangguk.

”Jika begitu, apakah kau bersedia mati untukku bila aku perintahkan menyerang kotaraja?”

Hampir saja Ki Banyak Abang melompat surut. Kata-kata Bhre Pajang seperti suara geledek yang menembus gendang telinganya. Getar kakinya mengajaknya berlutut. Ki Banyak Abang menguatkan hati dan mencoba bersikap tenang. Satu pertanyaan yang tidak pernah ia bayangkan. Bahwa Bhre Pajang, salah seorang keluarga dekat Sri Kertarajasa Jayawardhana, mempunyai rencana menyerbu kotaraja. Benarkah itu? Ki Banyak Abang termangu-mangu tenggelam dalam kekalutan yang meremas-remas tiap jengkal jantungnya.

loading...

Bhre Pajang kemudian melanjutkan ucapannya, ”Kau tentu sedikit banyak telah mengetahui kedatangan Ki Nagapati dengan pasukannya. Dan aku yakin kau juga tahu kemampuan pasukan Ki Nagapati dalam peperangan.” Bhre Pajang berjalan memutari pemimpin prajurit Pajang, kemudian berhenti di belakang Ki Banyak Abang dan meletakkan ujung lancip tombaknya di bahu kanan senapati kepercayaannya.

”Sri Bhatara, saya belum menugaskan orang untuk melakukan pengamatan,” kata Ki Banyak Abang.

”Apakah menurutmu, ia akan melakukan serangan ke Pajang?”

”Saya tidak dapat memberi kesimpulan sebelum mendapatkan hasil pengamatan dari petugas sandi, Sedangkan, hingga sejauh ini, seperti yang saya katakan bahwa belum ada rencana untuk menugaskan orang untuk mengamatinya.”

”Apakah engkau setuju jika aku katakan, Ki Nagapati datang ke Pajang untuk membalas sakit hatinya? Ia mempunyai kekuatan yang cukup dan alasan yang kuat, ditambah ketajaman pikirannya serta pengalaman yang ia miliki. Menurutku, Ki Nagapati memiliki segalanya untuk meratakan Pajang. Seharusnya kau dapat menjangkau hingga jauh ke belakang.”

Langit Hitam majapahit, silat Bondan, Padepokan Witasem, Gajah Mada, Majapahit

Buku Satu - Langit Hitam Majapahit

”Saya tidak ingin berpikir tentang kemungkinan itu, Tuan. Meski akan bertebaran suara-suara yang berpangkal dari kedatangan Ki Nagapati. Barangkali, untuk beberapa pekan mendatang, orang-orang asing akan berlalu-lalang di jalanan Pajang. Namun kita tidak dapat menganggap mereka sebagai orang yang terlantar.”

“Walau demikian, cepat atau lambat, mereka akan mengusik keamanan kota. Mereka akan menimbulkan gangguan, ini hanya masalah waktu. Ki Banyak Abang, seberapa banyak bekal yang dibawa oleh pengikut Ki Nagapati? Bukankah mereka tidak akan mampu bertahan lama dengan bekal yang sudah pasti menipis?”

“Sri Bhatara benar. Mereka tidak dapat bertahan tanpa tanah yang dikelola dan pekarangan yang cukup memberi jaminan keamanan.”

Bhatara Pajang mengerutkan kening. “Apakah Anda ingin menyarankan agar saya memberi kebebasan untuk mereka dalam pengolahan tanah?”

“Gagasan itu belum cukup berani untuk saya ungkapkan di depan Anda, Sri Bhatara. Saya mengerti bahwa dimengerti bahwa memerlukan keberanian khusus untuk memberi izin. Kita akan dipandang buruk oleh orang-orang di kotaraja.” Ki Banyak Abang sadar bahwa para petinggi Majapahit akan menjadikan Pajang sebagai sorotan utama, bukan tidak mungkin, keputusan Bhatara Pajang menjadi bahan gunjingan dan cemooh di kalangan orang-orang yang berpengaruh. Ia menghela napas, kemudian berkata, “Saya mengenal secara mendalam tentang kecakapan dan kemampuan pasukan Ki Nagapati, tetapi laskar Pajang akan mampu berhadapan dengan Ki Nagapati. Namun begitu, atas landasan seperti apa yang menjadikannya gelap mata dengan  menyerang Pajang?”

”Sebuah penolakan. Penolakan yang menjadikannya merasa terhina.”

”Penolakan seperti apa yang menjadikan Ki Nagapati merasa terhina? Sri Bhatara, Ki Nagapati adalah salah satu orang yang melatih saya di masa lalu. Kematangan jiwanya telah menyentuh khayangan. Lagipula, manusia seperti apa yang begitu berani menolak Ki Nagapati?”

”Sri Jayanegara menolak membuka pengadilan untuk Paman Lembu Sora dan Paman Gajah Biru. Selain itu, Mpu Nambi memintanya keluar dari kotaraja.”

Ki Banyak Abang sejenak merenungkan perjalanan Lembu Sora dan Gajah Biru. Ia memejamkan mata dengan kepala sedikit tengadah. Satu hela napas panjang, perlahan ia membuka mata dan melihat Bhre Pajang sedang menatapnya dengan pandangan yang sangat tajam. Ki Banyak Abang merasakan sorot mata itu  menyayat setiap sisi kalbumya. Keduanya berdiri berhadapan.

Kemudian terdengar, ”Sekarang aku memintamu menyerang kotaraja. Aku perintahkan kau untuk membunuh Jayanegara!” desis Bhre Pajang sambil mengarahkan ujung tombaknya ke dada Ki Banyak Abang.

Wedaran Terkait

Penolakan di Kaki Merbabu 9

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 8 – Pengepungan Istana Berubah Mematikan Saat Pemimpin Pemberontak Turun Tangan

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 7

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 6

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 4

kibanjarasman

Penolakan di Kaki Merbabu 3

kibanjarasman

Leave a Comment

error: Anda tidak diperkenakan menyalin tanpa izin.